Oleh: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH.[2]
TEKAD UNTUK OPTIMIS
Kaum muda Indonesia
adalah masa depan bangsa. Karena itu, setiap pemuda Indonesia, baik yang masih berstatus
sebagai pelajar, mahasiswa, ataupun yang sudah menyelesaikan pendidikannya
adalah aktor-aktor penting yang sangat diandalkan untuk mewujudkan cita-cita
pencerahan kehidupan bangsa kita di masa depan. “The founding leaders” Indonesia telah meletakkan dasar-dasar dan
tujuan kebangsaan sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD 1945.
Kita mendirikan negara Republik Indonesia untuk maksud
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukankesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan untuk ikut
melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial. Untuk mencapai cita-cita tersebut, bangsa kita telah pula
bersepakat membangun kemerdekaan kebangsaan dalam susunan organisasi Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagai Negara Hukum yang bersifat demokratis (democratische rechtsstaat) dan sebagai
Negara Demokrasi konstitutional (constitutional
democracy) berdasarkan Pancasila.
Dalam upaya mewujudkan cita-cita itu, tentu banyak
permasalahan, tantangan, hambatan, rintangan, dan bahkan ancaman yang harus
dihadapi. Masalah-masalah yang harus kita hadapi itu beraneka ragam corak dan
dimensinya. Banyak masalah yang timbul sebagai warisan masa lalu, banyak pula
masalah-masalah baru yang terjadi sekarang ataupun yang akan datang dari masa
depan kita. Dalam menghadapi beraneka persoalan tersebut, selalu ada kecemasan,
kekhawatiran, atau bahkan ketakutan-ketakutan sebagai akibat kealfaan atau
kesalahan yang kita lakukan atau sebagai akibat hal-hal yang berada di luar
jangkauan kemampuan kita, seperti karena terjadinya bencana alam atau karena
terjadinya krisis keuangan di negara lain yang berpengaruh terhadap
perekonomian kita di dalam negeri.
Dalam perjalanan bangsa kita selama 100 tahun terakhir
sejak kebangkitan nasional, selama 80 tahun terakhir sejak sumpah pemuda,
selama 63 tahun terakhir sejak kemerdekaan, ataupun selama 10 tahun terakhir
sejak reformasi, telah banyak kemajuan yang telah kita capai, tetapi masih jauh
lebih banyak lagi yang belum dan mesti kita kerjakan. Saking banyaknya
permasalahan yang kita hadapi, terkadang orang cenderung larut dalam keluh
kesah tentang kekurangan, kelemahan, dan ancaman-ancaman yang harus dihadapi
yang seolah-olah tidak tersedia lagi jalan untuk keluar atau solusi untuk
mengatasi keadaan.
Lebih-lebih selama 4 tahun terakhir ini, demikian
banyak bencana yang datang bertubi-tubi, baik karena faktor alam maupun karena
faktor kesalahan manusia. Bencana alam seperti tsunami di Aceh dan Nias
dipandang sebagai bencana kemanusiaan yang tergolong sangat luar biasa skalanya
dalam sejarah umat manusia. Bencana tsunami itu disusul pula oleh berbagai
gempa bumi di berbagai daerah dan meletusnya Gunung Merapi yang juga
menimbulkan banyak korban di Yogyakarta dan Jawa Tengah. Segala jenis bencana
alam tersebut tentunya juga sangat berpengaruh terhadap kondisi perekonomian
rakyat, tidak saja di daerah bencana, tetapi juga secara luas di seluruh
Indonesia.
Namun, belum lagi usai pahit getirnya akibat
bencana-bencana tersebut sekarang muncul lagi bencana baru berupa ancaman
krisis perekonomian sebagai akibat terjadinya krisis keuangan dan Amerika
Serikat. Tidak realistis untuk menganggap bahwa krisis keuangan di Amerika
Serikat itu tidak akan berpengaruh ke dalam perekonomian bangsa kita di
Indonesia. Tidaklah bertanggungjawab jika kita hanya berpangku tangan atau
bersikap tidak perduli, meskipun kita juga tidak boleh menjadi panik sebagai
akibat gejolak yang sedang terjadi di dunia.
Di samping perkembangan yang bersifat eksternal
tersebut di atas, kita pun perlu terus mencermati dinamika perkembangan
politik, ekonomi, dan sosial budaya di daerah-daerah dan di tingkat nasional
kita sendiri. Perkembangan kegiatan berpemerintahan dan bernegara setelah
sepuluh tahun terus menerus bergerak cepat, memerlukan langkah-langkah
konsolidasi yang tersistematisasikan. Berbagai fungsi yang bersifat tumpang
tindih perlu ditata ulang. Berbagai kegiatan yang alfa dikerjakan, perlu
ditangani dengan cara yang lebih baik.
Penting bagi kita semua, terutama kaum muda Indonesia,
membiasakan diri yaitu untuk mengerjakan apa saja yang semestinya kita kerjakan
guna memperbaiki keadaan dan meningkatkan produktifitas kita sebagai bangsa dan
negara. Setiap anak bangsa perlu bertekad melaksanakan tugas dan kewajiban
masing-masing melebihi apa yang seharusnya dikerjakan, dengan hanya mengambil
hak tidak melebihi hak yang memang seharusnya diterima.
MENGASAH KEMAMPUAN
REFLEKTIF
Dalam mengembangkan
perannya, kaum muda Indonesia perlu mengasah kemampuan reflektif dan kebiasaan
bertindak efektif. Perubahan hanya dapat dilakukan karena adanya agenda
refleksi (reflection) dan aksi (action) secara sekaligus. Daya refleksi
kita bangun berdasarkan bacaan baik dalam arti fisik melalui buku, bacaan
virtual melalui dukungan teknologi informasi maupun bacaan kehidupan melalui
pergaulan dan pengalaman di tengah masyarakat. Makin luas dan mendalam
sumber-sumber bacaan dan daya serap informasi yang kita terima, makin luas dan
mendalam pula daya refleksi yang berhasil kita asah. Karena itu, faktor
pendidikan dan pembelajaran menjadi sangat penting untuk ditekuni oleh setiap
anak bangsa, terutama anak-anak muda masa kini.
MEMBANGUN KEBIASAAN BERTINDAK
Di samping kemampuan
reflektif, kaum muda Indonesia juga perlu melatih diri dengan kebiasaan untuk
bertindak, mempunyai agenda aksi, dan benar-benar bekerja dalam arti yang
nyata. Kemajuan bangsa kita tidak hanya tergantung kepada wacana, ‘public discourse’, tetapi juga agenda
aksi yang nyata. Jangan hanya bersikap “NATO”,
“Never Action, Talking Only” seperti kebiasaan banyak kaum intelektual dan
politikus amatir negara miskin. Kaum muda masa kini perlu membiasakan diri
untuk lebih banyak bekerja dan bertindak secara efektif daripada hanya
berwacana tanpa implementasi yang nyata.
MELATIH KEMAMPUAN KERJA TEKNIS
Hal lain yang juga perlu
dikembangkan menjadi kebiasaan di kalangan kaum muda kita ialah kemampuan untuk
bekerja teknis, detil atau rinci. “The devil is in the detail”, bukan
semata-mata dalam tataran konseptual yang bersifat umum dan sangat abstrak.
Dalam suasana sistim demokrasi yang membuka luas ruang kebebasan dewasa ini,
gairah politik di kalangan kaum muda sangat bergejolak. Namun, dalam wacana
perpolitikan, biasanya berkembang luas kebiasaan untuk berpikir dalam
konsep-konsep yang sangat umum dan abstrak. Pidato-pidato, ceramah-ceramah,
perdebatan-perdebatan di ruang-ruang publik biasanya diisi oleh berbagai wacana
yang sangat umum, abtrask dan serba enak didengar dan indah dipandang. Akan
tetapi, semua konsep-konsep yang bersifat umum dan abstrak itu baru bermakna
dalam arti yang sebenarnya, jika ia dioperasionalkan dalam bentuk-bentuk
kegiatan yang rinci.
Sebaiknya, kaum muda
Indonesia, untuk berperan produktif di masa depan, hendaklah melengkapi diri
dengan kemampuan yang bersifat teknis dan mendetil agar dapat menjamin
benar-benar terjadinya perbaikan dalam kehidupan bangsa dan negara kita ke
depan. Bayangkan, jika semua anak muda kita terjebak dalam politik dan hanya
pandai berwacana, tetapi tidak mampu merealisasikan ide-ide yang baik karena
ketiadaan kemampuan teknis, ketrampilan manajerial untuk merealisasikannya,
sungguh tidak akan ada perbaikan dalam kehidupan kebangsaan kita ke depan.
PEMUDA, MAHASISWA DAN KESADARAN BERKONSTITUSI
Sekarang ini kita berada
dalam suasana memperingati semangat sumpah pemuda yang dikumandangkan pada
tahun 1928, delapan puluh tahun yang silam. Sebagai anak bangsa kita telah
bersumpah setia untuk bersatu nusa, bersatu bangsa, dan berbahasa persatuan bahasa
Indonesia. Ada kekeliruan dalam kita memahami makna persatuan itu, yaitu
seakan-akan bersatu dalam uniformitas, termasuk dalam soal bahasa. Salah paham
itu tercermin antara lain dalam lagu yang biasa kita nyanyikan, yaitu “satu
nusa, satu bangsa, dan satu bahasa kita”. Akibatnya, sumpah pemuda kita maknai
hanya mengenal satu bahasa saja, yaitu bahasa Indonesia, dengan mengabaikan dan
menafikan bahasa-bahasa daerah yang demikian banyak jumlahnya. Padahal, teks
asli sumpah pemuda itu menyatakan bahwa kita “menjunjung bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan”. Artinya,
bahasa Indonesia itu adalah bahasa persatuan, bukan satu-satunya bahasa yang
diakui oleh bangsa dan negara.
Kita koreksi
kesalahpahaman itu dengan menegaskan kembali bahwa kita harus bersatu sebagai
bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan semboyan “bhineka-tunggal-ika”. Keanekaragaman
bahasa, kemajemukan anutan agama, etnis dan bahkan perbedaan rasial, merupakan
kekayaan budaya bangsa kita yang tidak ternilai. Akan tetapi di tengah
keanekaan itu, kita telah bertekad untuk bersatu seperti tercermin dalam sila
ketiga Pancasila, yaitu “Persatuan Indonesia”. Kita bersatu dalam keragaman, “unity in diversity”, “bhinneka tunggal ika”. Dalam semangat
persatuan itu, kita beraneka ragam. Kita beraneka, tetapi tetap kokoh bersatu.
Setelah masa reformasi
dan terjadinya perubahan UUD 1945, semangat persatuan dalam keragaman itu
kembali dipertegas dalam rumusan pasal-pasal konstitusi kita. Prinsip otonomi
daerah yang sangat luas kita terapkan. Bahkan satuan-satuan pemerintahan daerah
yang bersifat istimewa seperti Papua, Aceh, dan Yogaykarta, atau pemerintahan
daerah yang bersifat khusus seperti DKI Jakarta, diberi ruang untuk tidak
seragam atau diberi kesempatan untuk mempunyai ciri-ciri yang khusus atau
istimewa, yang berbeda dari daerah-daerah lain pada umumnya. Demikian pula,
kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat di seluruh nusantara diperkenankan
untuk hidup sesuai dengan keasliannya masing-masing. Pasal 18B ayat (2) UUD
1945 menegaskan, “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat
hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya, sepanjang masih hidup dan sesuai
dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI, yang diatur dalam
undang-undang”.
Di samping itu, diadakan pula penegasan mengenai
status bahasa daerah dalam hubungannya dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa
persatuan. Dengan semangat untuk menjunjung tinggi bahasa Indonesia sebagai
bahasa persatuan, tidak berarti bahwa bahasa daerah diabaikan. Karena itu, dalam
Pasal 32 ayat (2) UUD 1945 ditegaskan, “Negara menghormati dan memelihara
bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional”. Dengan perkataan lain,
semangat keanekaan atau kemajemukan kembali diberi tekanan dalam rangka
pembinaan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD
1945.
Dalam wujudnya yang
paling konkrit, prinsip kebersatuan dan persatuan itu juga kita
materialisasikan dalam konsepsi tentang negara konstitusional yang berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945. UUD 1945 yang di dalamnya terkandung roh Pancasila itu
merupakan piagam pemersatu kita sebagai satu bangsa yang hidup dalam kesatuan
wadah NKRI. Di dalam UUD 1945 itu, segala hak dan kewajiban kita sebagai warga
negara dipersamakan satu dengan yang lain antar sesama warga negara. Sebagai
warga masyarakat, kita beraneka, tetapi sebagai warga negara segala hak dan
kewajiban kita sama satu dengan yang lain.
Karena itu, kaum muda
Indonesia saya harapkan dapat membangun kesadaran hidup berkonstitusi.
Konstitusi adalah pemersatu kita dalam peri kehidupan bersama dalam wadah NKRI
yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 ini. Konstitusi negara itulah yang
menjadi sumber referensi tertinggi dalam kita membangun sistim aturan dalam
kehidupan bernegara dan berpemerintahan. Para pemimpin dan pejabat adalah
tokoh-tokoh atau orang-orang yang datang dan pergi. Kita taati keputusannya
sepanjang ia mengikuti dan menaati sistim aturan yang telah kita sepakati
bersama berdasarkan UUD 1945. Oleh sebab itu, marilah kita membangun dan
melembagakan sistim aturan dalam kehidupan kolektif kita dalam kehidupan
bernegara dan berpemerintahan.
Pemuda dan mahasiswa
adalah harapan bagi masa depan bangsa. Tugas anda semua adalah mempersiapkan
diri dengan sebaik-baiknya untuk mengambil peran dalam proses pembangunan untuk
kemajuan bangsa kita di masa depan. Estafet kepemimpinan di semua lapisan, baik
di lingkungan supra struktur negara maupun di lingkup infra struktur
masyarakat, terbuka luas untuk kaum muda Indonesia masa kini. Namun, dengan
tertatannya sistim aturan yang kita bangun, proses regenerasi itu tentu akan
berlangsung mulus dan lancar dalam rangka pencapaian tujuan bernegara. Oleh
karena itu, orientasi pembenahan sistim politik, sistim ekonomi, dan sistiim
sosial budaya yang tercermin dalam sistim hukum yang berlaku saat ini sangatlah
penting untuk dilakukan agar kita dapat menyediakan ruang pengabdian yang
sebaik-baiknya bagi generasi bangsa kita di masa depan guna mewujudkan
cita-cita bangsa yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, serta
guna mencapai empat tujuan nasional kita, yaitu melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
0 Response to "PEMUDA DAN MAHASISWA INDONESIA, OPTIMISME MENUJU PENCERAHAN MASA DEPAN BANGSA"
Post a Comment