Latar Belakang
Salah satu sistem perekonomian
yang ada didunia adalah sistem ekonomi kapitalis, yaitu sistem ekonomi dimana
kekayaan produktif terutama dimiliki secara pribadi dan pruduksi terutama untuk
penjualan. Tujuan dari pemilikan pribadi tersebut adalah untuk mendapatkan
suatu keuntungan yang lumayan dari penggunaan kekayaan pruduktif.
Pemilikan, usaha bebas dan
produksi untuk pasar, mencari keuntungan tidak hanya merupakan gejala ekonomi.
Semua ini ikut menentukan segala aspek dalam masyarakat dan segala aspek
kehidupan dan kebudayaan manusia. Ini sangat jelas dan motif mencari
keuntungan, bersama-sama dengan lembaga warisan dan dipupuk oleh oleh hukum
perjanjian, merupakan mesin kapitalisme yang besar; memang merupakan pendorong
ekonomi yang besar dalam sejarah sampai saat ini.
Identifikasi Masalah
Pada masa permulaannya,
kapitalisme merupakan semangat yang sering mendapatkan penekanan adalah sebagai
usaha, berani mengambil resiko, persaingan dan keinginan untuk mengadakan
inovasi. Tata nilai yang memadai kapitalisme ( terutama di negara Anglo Saxon )
adalah individualisme, kemajuan material dan kebebasan politik. Pertumbuhan
kapitalisme, dan terutama industrialisasi oleh kapitalis, juga berarti
melahirkan kelas pekerja yang besar dinegara yang lebih maju. Sering berdesakan
didaerah yang kotor di kota-kota industri yang baru berkembang, jam kerja yang
lama dengan upah yang rendah dan dalam keadaan yang menyedihkan dan tidak
sehat, kehilangan lembaga pengatur yang terdapat di daerah asalnya, dan untuk
selama beberapa dekade disisihkan sama sekali dari proses politik – pekerja
dieropa tak dapat diabaikan untuk keberhasilan kapitalisme dan juga merupakan
persoalan sosial dan politik yang paling besar selam tingkat permulaan
kapitalisme industri ini.
Seiring berjalannya waktu,
prospek kapitalisme tidak begitu cerah seluruhya segera sesudah terjadinya
krisis finansial yang melanda Amerika Serikat yang kemudian berdampak bagi
negara-negara lain. Banyak para kalangan yang mengatakan bahwa ini adalah
saatnya kehancuran kapitalisme.
Lahirnya Ekonomi Kapitalisme
Motivasi teori modernisasi
untuk merubah cara produksi masyarakat berkembang sesungguhnya adalah usaha
merubah cara produksi pra-kapitalis ke kapitalis, sebagaimana negara-negara
maju sudah menerapkannya untuk ditiru. Selanjutnya dalam teori dependensi yang
bertolak dari analisa Marxis, dapat diakatakan hanyalah mengangkat kritik
terhadap kapitalisme dari skala pabrik (majikan dan buruh) ke tingkat antar
negara (pusat dan pinggiran), dengan analisis utama yang sama yaitu
eksploitasi. Demikian halnya dengan teori sistem dunia yang didasari teori
dependensi, menganalisis persoalan kapitalisme dengan satuan analisis dunia
sebagai hanya satu sistem, yaitu sistem ekonomi kapitalis
Perkembangan kapitalisme pada negara terbelakang menjadi sebuah topik yang menarik untuk dikaji.
Perkembangan kapitalisme pada negara terbelakang menjadi sebuah topik yang menarik untuk dikaji.
Gejala kapitalisme dianggap
sebagai sebuah solusi untuk melakukan pembangunan di negara terbelakang. Teori
sistem dunia yang disampaikan oleh Wallerstein merupakan keberlanjutan
pemikiran Frank dengan teori dependensinya. Pendapat Frank, Sweezy dan
Wallerstein mengacu pada model yang dikenalkan oleh Adam Smith. Menurut Smith,
pembangunan yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat memiliki
kesamaan dengan pembangunan produktivitas tenaga kerja. Produktivitas tenaga
kerja merupakan sebuah fungsi yang berhubungan dengan tingkat pembagian kerja.
Konsep inilah yang kemudian memunculkan pembedaan mode produksi menjadi sektor
pertanian dan manufaktur. Konsep ini kemudian semakin berkembang dengan
munculnya pembedaan desa dan kota sebagai sebuah mode produksi yang berbeda
Inti pemikiran Smith adalah
bahwa proses produksi dan distribusi ini harus lepas dari campur tangan
pemerintah dan perdagangan bebas. Proses ekonomi hanya akan berjalan melalui
tangan-tangan tak kelihatan yang mengatur bagaimana produksi dan distribusi
kekayaan ekonomi itu berjalan secara adil. Biarkan para pengusaha, tenaga
kerja, pedagang bekerja mencari keuntungan sendiri. Siapapun tak boleh
mencampurinya, karena ekonomi hanya bisa muncul dari perdagangan yang adil.
Karenanya, pemerintah harus menjadi penonton tak berpihak. Ia tak boleh
mendukung siapapun yang sedang menumpuk kekayaan pun yang tak lagi punya
kekayaan. Tangan-tangan yang tak kelihatan akan menunjukkan bagaimana semua
bekerja secara adil, secara fair.
Pandangan teori sistem dunia
yang menganggap dunia sebagai sebuah kesatuan sistem ekonomi kapitalis
mengharuskan negara pinggiran menjadi tergantung pada negara pusat. Tansfer
surplus dari negara pinggiran menuju negara pusat melalui perdagangan dan ekspansi
modal. Secara tidak langsung teori ini memang mendukung pernyataan Smith yang
memusatkan perhatian pada tatanan kelas. Kenyataan yang terjadi dalam proses
kapitalisme telah menimbulkan dampak berupa pertumbuhan ekonomi yang terjadi
karena arus pertukaran barang dan jasa serta spesialisasi tenaga kerja.
Kerangka pertukaran barang dan
jasa serta spesialisasi tenaga kerja ini terwujud dalam bentuk peningkatan
produktivitas yang lebih dikenal dengan konsep maksimalisasi keuntungan dan
kompetisi pasar. Kapitalisme sebagai suatu sistem ekonomi yang memungkinkan
beberapa individu menguasai sumberdaya vital dan menggunakannnya untuk
keuntungan maksimal. Maksimimalisasi keuntungan menyebabkan eksploitasi tenaga
kerja murah, karena tenaga kerja adalah faktor produksi yang paling mudah
direkayasa dibandingkan modal dan tanah. Lebih jauh, dalam wacana filsafat
sosial misalnya, kapitalisme dipandang secara luas tak terbatas hanya aspek
ekonomi, namun juga meliputi sisi politik, etika, maupun kultural. Kapitalisme
pada awalnya berkembang bukan melalui eksploitasi tenaga kerja murah, melainkan
eksploitasi kepada kaum petani kecil. Negara terbelakang merupakan penghasil
barang mentah terutama dalam sektor pertanian.
Kapitalisme masuk melalui
sistem perdagangan yang tidak adil dimana negara terbelakang menjual barang
mentah dengan harga relatif murah sehingga menyebabkan eksploitasi petani.
Masuknya sistem ekonomi perdagangan telah menyebabkan petani subsisten menjadi
petani komersil yang ternyata merupakan bentuk eksploitasi tenaga kerja secara
tidak langsung. Perkembangan selanjutnya telah melahirkan industri baru yang
memerlukan spesialisasi tenaga kerja. Kapitalisme yang menitikberatkan pada
spesialisasi tenaga kerja dan teknologi tinggi membutuhkan tenaga kerja yang terampil
dan menguasai teknologi. Keadaan ini sangat sulit terwujud pada negara
pinggiran. Proses ini hanya akan melahirkan tenaga kerja kasar pada negara
pinggiran, sedangkan tenaga kerja terampil dikuasai oleh negara pusat.
Ketidakberdayaan tenaga kerja pada negara pinggiran merupakan keuntungan bagi
negara pusat untuk melakukan eksploitasi. Ekspansi kapitalisme melalui
investasi modal dan teknologi tinggi pada negara pinggiran disebabkan oleh
tersedianya tenaga kerja yang murah.
Kapitalisme yang menjalar hingga
negara terbelakang menjadikan struktur sosial di negara terbelakang juga
berubah. Kapitalisme memunculkan kelas sosial baru di negara terbelakang yaitu
kelas pemilik modal. Berkembangnya ekonomi kapitalis ini didukung oleh sistem
kekerabatan antara mereka. Kelas borjuis di negara terbelakang juga dapat
dengan mudah memanfaatkan dukungan politik dari pemerintah. Sebagai sebuah
kesatuan ekonomi dunia, asumsi Wallerstein akan adanya perlawanan dari negara
terbelakang sebagai kelas tertindas oleh negara pusat menjadi hal yang tidak
mungkin terjadi. Kapitalisme telah menciptakan kelompok sosial borjuis di
negara terbelakang yang juga menggunakan kapitalisme untuk meningkatkan
keuntungan ekonomi mereka, sehingga sangat tidak mungkin mereka melakukan
perjuangan kelas. Gagasan Marx tentang tahapan revolusi ternyata runtuh. Marx
menyatakan bahwa negara terbelakang akan memerlukan dua tahap revolusi, yaitu
revolusi borjuis dan revolusi sosialis. Revolusi borjuis dilakukan oleh kelas
borjuis nasional untuk melawan penindasan oleh negara maju dan kemudian baru
berlanjut pada revolusi sosialis oleh kelas proletar.
Asumsi ini runtuh karena kelas
borjuis nasional ternyata tidak mampu lagi melaksanakan tugasnya sebagai
pembebas kelas proletar dari eksploitasi kapitalisme, karena kelas borjuis
nasional sendiri merupakan bentukan dan alat kapitalisme negara maju. Dari
uraian di atas terlihat bahwa kapitalisme yang pada awalnya hanyalah perubahan
cara produksi dari produksi untuk dipakai ke produksi untuk dijual, telah merambah
jauh jauh menjadi dibolehkannya pemilikan barang sebanyak-banyaknya,
bersama-sama juga mengembangkan individualisme, komersialisme, liberalisasi,
dan pasar bebas.
Kapitalisme tidak hanya
merubah cara-cara produksi atau sistem ekonomi saja, namun bahkan memasuki
segala aspek kehidupan dan pranata dalam kehidupan masyarakat, dari hubungan
antar negara, bahkan sampai ke tingkat antar individu. Sehingga itulah, kita
mengenal tidak hanya perusahaan-perusahaan kapitalis, tapi juga struktur
masyarakat dan bentuk negara. Upaya untuk memerangi kapitalisme bukan dengan
sistem ekonomi sosialis namun dengan kemandirian ekonomi atau swasembada.
Perspektif Sistem Ekonomi
Kapitalisme
Ciri-ciri Ekonomi Kapitalisme
:
Pengakuan yang luas atas
hak-hak pribadi dimana Pemilikan alat-alat produksi di tangan individu dan
Inidividu bebas memilih pekerjaan/ usaha yang dipandang baik bagi dirinya.
Perekonomian diatur oleh
mekanisme pasar dimana Pasar berfungsi memberikan “signal” kepda produsen dan
konsumen dalam bentuk harga-harga. Campur tangan pemerintah diusahakan sekecil
mungkin. “The Invisible Hand” yang mengatur perekonomian menjadi efisien. Motif
yang menggerakkan perekonomian mencari laba
Manusia dipandang sebagai
mahluk homo-economicus, yang selalu mengejar kepentingan sendiri. Paham
individualisme didasarkan materialisme, warisan zaman Yunani Kuno (disebut
hedonisme).
Kebaikan-kebaikan Ekonomi
Kapitalisme:
Lebih efisien dalam memanfaatkan
sumber-sumber daya dan distribusi barang-barang.
Kreativitas masyarakat menjadi
tinggi karena adanya kebebasan melakukan segala hal yang terbaik dirinya.
Pengawasan politik dan sosial
minimal, karena tenaga waktu dan biaya yang diperlukan lebih kecil.
Kelemahan-kelemahan
Kapitalisme
Tidak ada persaingan sempurna.
Yang ada persaingan tidak sempurna dan persaingan monopolistik.
Sistem harga gagal
mengalokasikan sumber-sumber secara efisien, karena adanya faktor-faktor
eksternalitas (tidak memperhitungkan yang menekan upah buruh dan lain-lain).
Kecenderungan Bisnis dalam
Kapitalisme Perkembangan bisnis sangat
dipengaruhi oleh sistem ekonomi yang berlaku. Kecenderungan bisnis dalam
kapitalisme dewasa ini adalah: adanya spesialisasi, adanya produksi massa,
adanya perusahaan berskala besar, adanya perkembangan penelitian
Runtuhnya Sistem Ekonomi
Kapitalisme Dengan kegagalan kapitalisme
membangun kesejahteran umat manusia di muka bumi, maka isu kematian ilmu
ekonomi semakin meluas di kalangan para cendikiawan dunia. Banyak pakar yang
secara khusus menulis buku tentang The Death of Economics tersebut, antara lain
Paul Omerod, Umar Ibrahim Vadillo, Critovan Buarque, dan sebagainya.
Paul Omerod dalam buku The
Death of Economics (1994). Menuliskan bahwa ahli ekonomi terjebak pada ideologi
kapitalisme yang mekanistik yang ternyata tidak memiliki kekuatan dalam
membantu dan mengatasi resesi ekonomi yang melanda dunia. Mekanisme pasar yang
merupakan bentuk dari sistem yang diterapkan kapitalis cenderung pada pemusatan
kekayaan pada kelompok orang tertentu.
Mirip dengan buku Omerod,
muncul pula Umar Vadillo dari Scotlandia yang menulis buku, ”The Ends of
Economics” yang mengkritik secara tajam ketidakadilan sistem moneter
kapitalisme. Kapitalisme justru telah melakukan ”perampokan” terhadap kekayaan
negara-negara berkembang melalui sistem moneter fiat money yang sesungguhnya
adalah riba.
Dari berbagai analisa para
ekonom dapat disimpulkan, bahwa teori ekonomi telah mati karena beberapa
alasan. Pertama, teori ekonomi Barat (kapitalisme) telah menimbulkan
ketidakadilan ekonomi yang sangat dalam, khususnya karena sistem moneter yang
hanya menguntungkan Barat melalui hegemoni mata uang kertas dan sistem ribawi.
Kedua, Teori ekonomi kapitalisme tidak mampu mengentaskan masalah kemiskinan
dan ketimpangan pendapatan. Ketiga, paradigmanya tidak mengacu kepada
kepentingan masyarakat secara menyeluruh, sehingga ada dikotomi antara
individu, masyarakat dan negara. Keempat, Teori ekonominya tidak mampu
menyelaraskan hubungana antara negara-negara di dunia, terutama antara
negara-negara maju dan negara berkembang. Kelima, terlalaikannya pelestarian
sumber daya alam.
Alasan-alasan inilah yang oleh
Mahbub al-Haq (1970) dianggap sebagai dosa-dosa para perencana pembangunan
kapitalis. Kesimpulan ini begitu jelas apabila pembahasan teori ekonomi
dihubungkan dengan pembangunan di negara-negara berkembang. Sementara itu
perkembangan terakhir menunjukkan bahwa kesenjangan antara negara-negara
berpendapatan tinggi dan negara-negara berpendapatan rendah, tetap menjadi
indikasi bahwa globalisasi belum menunjukkan kinerja yang menguntungkan bagi
negara miskin. (The World Bank, 2002).
Sejalan dengan Omerod dan
Vadillo, belakangan ini muncul lagi ilmuwan ekonomi terkemuka bernama
E.Stigliz, pemegang hadiah Nobel ekonomi pada tahun 2001. Stigliz adalah
Chairman Tim Penasehat Ekonomi President Bill Clinton, Chief Ekonomi Bank Dunia
dan Guru Besar Universitas Columbia. Dalam bukunya “Globalization and
Descontents, ia mengupas dampak globalisasi dan peranan IMF (agen utama
kapitalisme) dalam mengatasi krisis ekonomi global maupun lokal. Ia menyatakan,
globalisasi tidak banyak membantu negara miskin. Akibat globalisasi ternyata
pendapatan masyarakat juga tidak meningkat di berbagai belahan dunia. Penerapan
pasar terbuka, pasar bebas, privatisasi sebagaimana formula IMF selama ini
menimbulkan ketidakstabilan ekonomi negara sedang berkembang, bukan sebaliknya
seperti yang selama ini didengungkan barat bahwa globalisasi itu mendatangkan
manfaat..
Stigliz mengungkapkan bahwa
IMF gagal dalam misinya menciptakan stabilitas ekonomi yang stabil. Karena kegagalan kapitalisme itulah, maka sejak awal,
Joseph Schumpeter meragukan kapitalisme. Dalam konteks ini ia mempertanyakan,
“Can Capitalism Survive”?. No, I do not think it can. (Dapatkah kapitalisme
bertahan ?. Tidak, saya tidak berfikir bahwa kapitalisme dapat bertahan).
Selanjutnya ia mengatakan, ” Capitalism would fade away with a resign shrug of
the shoulders”,Kapitalisme akan pudar/mati dengan terhentinya tanggung jawabnya
untuk kesejahteraan (Heilbroner,1992).
Sejalan dengan pandangan para
ekonom di atas, pakar ekonomi Fritjop Chapra dalam bukunya, The Turning Point,
Science, Society and The Rising Culture (1999) dan Ervin Laszio dalam buku 3rd
Millenium, The Challenge and The Vision (1999), mengungkapkan bahwa ekonomi
konvensional (kapitalisme) yang berlandaskan sistem ribawi, memiliki kelemahan
dan kekeliruan yang besar dalam sejumlah premisnya, terutama rasionalitas ekonomi
yang telah mengabaikan moral. Kelemahan itulah menyebabkan ekonomi
(konvensional) tidak berhasil menciptakan keadilan ekonomi dan kesejahteraan
bagi umat manusia. Yang terjadi justru sebaliknya, ketimpangan yang semakin
tajam antara negara-negara dan masyarakat yang miskin dengan negara-negara dan
masyarakat yang kaya, demikian pula antara sesama anggota masyarakat di dalam
suatu negeri. Lebih lanjut mereka menegaskan bahwa untuk memperbaiki keadaan
ini, tidak ada jalan lain kecuali mengubah paradigma dan visi, yaitu melakukan
satu titik balik peradaban, dalam arti membangun dan mengembangkan sistem
ekonomi yang memiliki nilai dan norma yang bisa dipertanggungjawabkan.
Titik balik peradaban versi
Fritjop Chapra sangat sesuai dengan pemikiran Kuryid Ahmad ketika memberi
pengantar buku Umar Chapra, ”The Future of Economics : An Islamic Perspective
(2000), yang mengharuskan perubahan paradigma ekonomi. Hal yang sama juga
ditulis oleh Amitai Etzioni dalam buku, ”The Moral Dimension : Toward a New
Economics”(1988), yakni kebutuhan akan paradigm shift (pergeseran paradigma)
dalam ekonomi.
Sejalan dengan pandangan para
ilmuwan di atas, Critovan Buarque, ekonom dari universitas Brazil dalam buknya,
“The End of Economics” Ethics and the Disorder of Progress (1993), melontarkan
sebuah gugatan terhadap paradigma ekonomi kapitalis yang mengabaikan
nilai-nilai etika dan sosial. Paradigma
ekonomi kapitalis tersebut telah menimbulkan efek negatif bagi pembangunan
ekonomi dunia, yang disebut Fukuyama sebagai ”Kekacauan Dahsyat” dalam bukunya
yang paling monumental, “The End of Order”.(1997), yakni berkaitan dengan
runtuhnya solidaritas sosial dan keluarga.
Meskipun di Barat, ada upaya
untuk mewujudkan keadilan sosial, namun upaya itu gagal, karena paradigmanya
tetap didasarkan pada filsafat materialisme dan sistem ekonomi ribawi.
Kemandulan yang dihasilkan elaborasi teori dan praktek Filsuf Sosial Amerika,
John Rawis dalam buku “The Theory of Justice” (1971) yang ditanggapi oleh
Robert Nozik dalam bukunya “Anarchy, State and Utopia” (1974), telah menjadi
contoh yang mempresentasikan kegagalan teori keadilan versi Barat.
Dampak sistem Ekonomi
Kapitalisme;
Studi Kasus: “Krisis Finansial
Global” Interkoneksi sistem bisnis global
yang saling terkait, membuat 'efek domino' krisis yang berbasis di Amerika
Serikat ini, dengan cepat dan mudah menyebar ke berbagai negara di seluruh
penjuru dunia. Tak terkecualikan Indonesia. Krisis keuangan yang berawal dari
krisis subprime mortgage itu merontokkan sejumlah lembaga keuangan AS.
Pemain-pemain utama Wall Street berguguran, termasuk Lehman Brothers dan
Washington Mutual, dua bank terbesar di AS. Para investor mulai kehilangan
kepercayaan, sehingga harga-harga saham di bursa-bursa utama dunia pun rontok.
Menurut Direktur Pelaksana IMF
Dominique Strauss-Kahn di Washington, seperti dikutip AFP belum lama ini,
resesi sekarang dipicu pengeringan aliran modal. Ia menaksir akan terdapat
kerugian sekitar 1,4 triliun dolar AS pada sistem perbankan global akibat
kredit macet di sektor perumahan AS. "Ini lebih tinggi dari perkiraan
sebelumnya sebesar 945 miliar dolar AS,". Hal ini menyebabkan sistem
perbankan dunia saling enggan mengucurkan dana, sehingga aliran dana perbankan,
urat nadi perekonomian global, menjadi macet. Hasil analisis Dana Moneter
Internasional (IMF) pekan lalu mengingatkan, krisis perbankan memiliki kekuatan
yang lebih besar untuk menyebabkan resesi. Penurunan pertumbuhan setidaknya dua
kuartal berturut-turut sudah bisa disebut sebagai resesi.
Sederet bank di Eropa juga
telah menjadi korban, sehingga pemerintah di Eropa harus turun tangan menolong
dan mengatasi masalah perbankan mereka. Pemerintah Belgia, Luksemburg, dan
Belanda menstabilkan Fortis Group dengan menyediakan modal 11,2 miliar euro
atau sekitar Rp155,8 triliun untuk meningkatkan solvabilitas dan likuiditasnya.
Fortis, bank terbesar kedua di Belanda dan perusahaan swasta terbesar di
Belgia, memiliki 85.000 pegawai di seluruh dunia dan beroperasi di 31 negara,
termasuk Indonesia. Ketiga pemerintah itu memiliki 49 persen saham Fortis.
Fortis akan menjual kepemilikannya di ABN AMRO yang dibelinya tahun lalu kepada
pesaingnya, ING. Pemerintah Jerman dan konsorsium perbankan, juga berupaya
menyelamatkan Bank Hypo Real Estate, bank terbesar pemberi kredit kepemilikan
rumah di Jerman. Pemerintah Jerman menyiapkan dana 35 miliar euro atau sekitar
Rp486,4 triliun berupa garansi kredit. Inggris juga tak kalah sibuk.
Kementerian Keuangan Inggris, menasionalisasi bank penyedia KPR, Bradford &
Bingley, dengan menyuntikkan dana 50 miliar poundsterling atau Rp864 triliun.
Pemerintah juga harus membayar
18 miliar poundsterling untuk memfasilitasi penjualan jaringan cabang Bradford
& Bingley kepada Santander, bank Spanyol yang merupakan bank terbesar kedua
di Eropa. Bradford & Bingley merupakan bank Inggris ketiga yang terkena
dampak krisis finansial AS setelah Northern Rock dinasionalisasi Februari lalu
dan HBOS yang dilego pemiliknya kepada Lloyds TSB Group.
Dengan menggunakan analisis
“stakeholder”, kita dapat melihat bahwa krisis finansial global yang dimulai
dari AS, sesungguhnya merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembangunan
ekonomi yang berlebihan di SEKTOR FINANSIAL dibandingkan SEKTOR RIIL yang
berakar dari system moneter buatan The Fed. Padahal secara inheren sektor
finansial ini sudah bersifat inflatif, karena mengandalkan keuntungannya pada
system riba dan bukan karena produktivitas yang riil (yang disebabkan karena
kerja, kreativitas dan pemikiran).
Cara populer untuk mengatasi
krisis ini, karenanya, jelas dengan memberikan energi yang lebih besar pada
sektor riil sebagaimana yang pernah dilakukan Presiden AS Roosevelt bersama
penasihat ekonominya yang terkenal John Maynard Keynes untuk membangun secara
massif infrastruktur sektor riil pasca terjadinya depresi besar di AS, di tahun
1930-an.
Secara implisit, gambaran di
atas juga menunjukkan bahwa tinggi-rendahnya dampak krisis finansial yang
terjadi di AS maupun di luar AS, sangat ditentukan oleh peran dari
masing-masing pemangku kepentingan atau “stakeholders” tadi. Pemerintah di luar
AS bisa saja meminimalisir dampak krisis bila melakukan “imunisasi” atau
“proteksi” yang perlu serta mengantisipasinya dengan melakukan pembangunan
sector riil dan peningkatan kesejahteraan publik secara massif.
Prinsip dan Akar masalah
Krisis Ekonomi Kapitalis ( Krisis Finansial )
Pertama, dengan menyingkirkan
emas sebagai cadangan mata uang, dan dimasukkannya dolar sebagai pendamping
mata uang dalam Perjanjian Breetonword, setelah berakhirnya Perang Dunia II,
kemudian sebagai substitusi mata uang pada awal dekade tujuh puluhan, telah
menyebabkan dolar mendominasi perekonomian global. Akibatnya, goncangan ekonomi
sekecil apapun yang terjadi di Amerika pasti akan menjadi pukulan yang telak
bagi perekonomian negara-negara lain. Sebab, sebagian besar cadangan devisanya,
jika tidak keseluruhannya, dicover dengan dolar yang nilai intrinsiknya tidak
sebanding dengan kertas dan tulisan yang tertera di dalamnya. Setelah euro
memasuki arena pertarungan, baru negara-negara tersebut menyimpan cadangan
devisanya dengan mata uang non-dolar, meski dolar tetap saja memiliki
prosentase terbesar dalam cadangan devisa negara-negara tersebut secara umum.
Karena itu, selama emas tidak
menjadi cadangan mata uang, maka krisis ekonomi seperti ini akan terus
terulang. Sekecil apapun krisis yang menimpa dolar, maka krisis tersebut akan
dengan segera menjalar ke perekonomian negara-negara lain. Bahkan dampak krisis
politik yang dirancang Amerika juga akan berakibat terhadap dolar, dengan
begitu juga berdampak pada dunia. Kondisi seperti akan bisa saja menimpa uang
kertas negara manapun yang mempunyai kontrol terhadap negara lain.
Kedua, hutang-hutang riba juga
menciptakan masalah perekomian yang besar, hingga kadar hutang pokoknya
menggelembung seiring dengan waktu, sesuai dengan prosentase riba yang
diberlakukan kepadanya. Akibatnya, ketidakmampuan individu dan negara dalam
banyak kondisi menjadi perkara yang nyata. Sesuatu yang menyebabkan terjadinya
krisis pengembalian pinjaman, dan lambannya roda perekonomian, karena
ketidakmampuan sebagian besar kelas menengah dan atas untuk mengembalikan
pinjaman dan melanjutkan produksi.
Ketiga, sistem yang digunakan
di bursa dan pasar modal, yaitu jual-beli saham, obligasi dan komoditi tanpa
adanya syarat serah-terima komuditi yang bersangkutan, bahkan bisa
diperjualbelikan berkali-kali, tanpa harus mengalihkan komoditi tersebut dari
tangan pemiliknya yang asli, adalah sistem yang batil dan menimbulkan masalah,
bukan sistem yang bisa menyelesaikan masalah, dimana naik dan turunnya
transaksi terjadi tanpa proses serah terima, bahkan tanpa adanya komiditi yang
bersangkutan.. Semuanya itu memicu terjadinya spekulasi dan goncangan di pasar.
Begitulah, berbagai kerugian dan keuntungan terus terjadi melalui berbagai cara
penipuan dan manipulasi. Semuanya terus berjalan dan berjalan, sampai terkuak
dan menjadi malapetaka ekonomi.
Keempat, perkara penting,
yaitu ketidaktahuan akan fakta kepemilikan. Kepemilikan tersebut, di mata para
pemikir Timur dan Barat, adalah kepemilikan umum yang dikuasai oleh negara,
sebagaimana teori Sosialisme-Komunisme, dan kepemilikan pribadi yang dikuasi
oleh kelompok tertentu. Negara pun tidak akan mengintervensinya sesuai dengan
teori Kapitalisme Liberal yang bertumpu pada pasar bebas, privatisasi, ditambah
dengan globalisasi.Ketidaktahuan akan fakta kepemilikan ini memang telah dan
akan menyebabkan goncangan dan masalah ekonomi. Itu karena kepemilikan tersebut
bukanlah sesuatu yang dikuasai oleh negara atau kelompok tertentu, melainkan
ada tiga macam:
Kepemilikan umum, meliputi
semua sumber, baik yang keras, cair maupun gas, seperti minyak, besi, tembaga,
emas dan gas. Termasuk semua yang tersimpan di perut bumi, dan semua bentuk
energi, juga industri berat yang menjadikan energi sebagai komponen utamanya..
Maka, negara harus mengekplorasi dan mendistribusikannya kepada rakyat, baik
dalam bentuk barang maupun jasa.
Kepemilikan negara, adalah
semua kekayaan yang diambil negara, seperti pajak dengan segala bentuknya,
serta perdagangan, industri dan pertanian yang diupayakan oleh negara, di luar
kepemilikan umum. Semuanya ini dibiayai oleh negara sesuai dengan kepentingan
negara.
kepemilikan pribadi, yang
merupakan bentuk lain. Kepemilikan ini bisa dikelola oleh individu sesuai
dengan hukum syara’.
Menjadikan kepemilikan-kepemilikan ini sebagai satu bentuk kepemilikan yang dikuasai oleh negara, atau kelompok tertentu, sudah pasti akan menyebabkan krisis, bahkan kegagalan.
Menjadikan kepemilikan-kepemilikan ini sebagai satu bentuk kepemilikan yang dikuasai oleh negara, atau kelompok tertentu, sudah pasti akan menyebabkan krisis, bahkan kegagalan.
Kapitalisme juga gagal, dan
setelah sekian waktu, kini sampai pada kehancuran. Itu karena Kapitalisme telah
menjadikan individu, perusahaan dan institusi berhak memiliki apa yang menjadi
milik umum, seperti minyak, gas, semua bentuk energi dan industri senjata berat
sampai radar. Sementara negara tetap berada di luar pasar dari semua
kepemilikan tersebut. Itu merupakan konsekuensi dari ekonomi pasar bebas,
privatisasi dan globalisasi.. Hasilnya adalah goncangan secara beruntun dan
kehancuran dengan cepat, dimulai dari pasar modal menjalar ke sektor lain, dan
dari institusi keuangan menjalar ke yang lain..
0 Response to "NGAJI EKONOMI; EKONOMI KAPITALIS"
Post a Comment