REFLEKSI GERAKAN MAHASISWA PASCA- REFORMASI

Oleh: Pangeran Mudho Kafi
Sejarah gerakan mahasiswa sering kita jumpai bahkan ketika kita belajar ditingkat pertama sekolah. Sumpah pemuda 28, Proklamasi 45, Angkatan 66,74 sampai 98 dibelahan dunia pun mulai chile, mesir, Inggris maupun hongkong, semua itu sebagian contoh student movement / Gerakan mahasiswa.

Gerakan mahasiswa khususnya di Indonesia bisa dibilang memiliki akar historis yg kuat dan kokoh dalam mewarnai perubahan Republik Indonesia, Hal tersebut kiranya bisa dilihat gerakan mahasiswa 66, 74 hingga 98 yakni reformasi. Dari sumbu rentetan sejarah gerakan mahasiswa selalu mampu memiliki dan melakukan sebuah agenda gerakan secara kolektif-kolegeal tentu berangkat dari latar belakang masalah yg dianggap penting secara bersama sehingga melahirkan kesepakatan bersama untuk membentuk sebuah kekuatan yang disebut nasionalisme gerakan mahasiswa.

Pramudya, Benedict Edinson sepakat kekuatan mahasiswa terletak pada gerakan politik dan gerakan massa yang tertata secara sistematis, terstruktur, dan terorganisir sehingga memiliki kerelaan sikap untuk menyatukan kekuatan dan melakukan perubahan secara bersama2. Itulah bagian kecil dari akar historis gerakan mahasiswa di Indonesia, lalu bagaimana dengan gerakan mahasiswa Pasca-reformasi? Tentu itu menjadi pokok permasalahan yg menarik untuk diperbincangkan secara ilmiah dan secara gerakan!

Pasca reformasi adalah buluprint perubahan bagi mereka yg berteriak lantang  dan melakukan ajakan bagi masyarakat untuk membumi hanguskan egalitarian Rezim Soeharto. Pertama, sebagai generasi mudho, wajib kita memberi apresiasi dan ucapan selamat bagi mereka yg berjuang! Namun perlu ingat, pepatah bilang sikap yg bijak adalah "berani berbuat berani bertanggung-jawab" kata itu bukan bentuk penghakiman terhadap aktor perubahan reformasi, melainkan justru menjadi sumbu pemahaman apa sistematika tawaran mereka atas reformasi? Jika kita jumpai saksi sejarah/pelaku sejarah Seperti Arief Budiman, Budiman Sudjatmiko, Willy Aditya, dan seterusnya para punggawa risalah perubahan era reformasi cenderung mengatakan setiap gerakan mahasiswa memiliki massa, massa yg berwarna. Yang kebetulan saja, massa mereka bertemu langsung dengan rezim Egalitarian sehingga Meruntuhkan Soeharto adalah keharusan? Mereka berhasil membawa perubahan itu, hingga kini mereka berusaha merumuskan tatanan negara di kursi kepemimpinan.

Kedua, bentuk refleksinya ialah terlalu kuatnya gerakan afilation dan patronasi gerakan mahasiswa terhadap pembawa risalah reformasi. Pada prinsipnya, gerakan tersebut adalah bentuk pertanggungjawaban atas gagasan yg mereka usung dalam perubahan negara tapi dalam satu sisi ini adalah embrio politik praktis bagi gerakan mahasiswa. Mahasiswa meninggalkan Marwah gerakan karena banyak tuntutan dan kemampuan dia untuk seperti itu! Mahasiswa hari ini cenderung mengatakan kader karbitan. Yang belum tuntas dalam proses gerakan dan tergesa2 menuju panggung perubahan.

Ketiga, dampak dari kader karbitan inilah yang kini laksana "seribu satu malam" mahasiswa cenderung berpikir hasil ketimbang proses. Sehingga pereduksian makna hakiki menjelma makna yang fantastis sesuai dengan gaya mahasiswa kekinian. Di sisi yang lain gerakan mahasiswa dalam organisasi kemahasiswaan cenderung tersandera dengan isu-isu elit yang menyetir media massa nasional. Mereka seringkali terjebak pada romantisme masa lalu, seperti seorang ABG yang ditinggal kekasihnya kemudian gagal move-on. Prestasi bagi mereka adalah ketika berhasil membuat event besar dengan mendatangkan artis papan atas. Kalau begitu apa bedanya mahasiswa denganevent organizer (EO)? Coba hitung berapa banyak organisasi mahasiswa yang tetap berada di rel awalnya untuk mengasah para intelektual muda yang mampu memperjuangkan kehidupan rakyat dan mengkritisi penguasa?
Keempat, mahasiswa pembawa semangat tanpa nalar! Dalam sejarahnya, gerakan mahasiswa yang bercorak extra-parlementer adalah sekelompok mahasiswa yang betul-betul paham dalam melakukan advokasi atau agitasi perubahan, namun kini, gerakan advokasi mahasiswa kerap tidak berjalan sebagai proses pematangan dalam menjalani proses, justru hanya sekedar menjadi alat kebutuhan eksistensi demikian juga gerakan extra-parlementer atau gerakan aksi moral mahasiswa nampak tidak mampu menjaga konsistensi sebagai kekuatan pengawal atau penawar perubahan, mahasiswa hanya akan turun jalanan ketika kebijakan sudah ditetapkan jelas ini menunjuhkan kejumudan atau bahkan merosotnya kegiatan diskursus atau advokasi dikalangan gerakan mahasiswa.

Demikian lah bentuk refleksinya gerakan mahasiswa yang menjadi tawaran bagi penulis adalah kembali ke khitah gerakan. Pertama sebagai agent produksi gagasan kebijakan bukan sebagai penikmat/konsumerisme kebijakan. Kedua, menjaga dan menciptakan keadiluhungan nama aktifis dimana kini hanya sebatas nama harus didasarkan pada icon a. Intelektual iyaa, b. Sikap organisatoris, c. Kepemimpinan.

Ketiga, hendaknya gerakan mahasiswa siap dipimpin dan memimpin dengan matangnya proses kaderisasi secara serius dipastikan akan melahirkan kader yang a. Memiliki keberanian. b. Memiliki jiwa pengorbanan. c. Memiliki kerelaan d. Memiliki sifat keteladanan. Empat hal tersebut adalah icon kolektif-kolegeal bukan personal-kolegeal kepentingan bersama menjadi prioritas atas kepentingan kelompok atau person.
Keempat, kuatkan doa pada yang maha luhur sesuai kepercayaan masing-masing. Jabatan tangan adalah kunci karakter gerakan mahasiswa Indonesia dan filosofi gotong royong.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "REFLEKSI GERAKAN MAHASISWA PASCA- REFORMASI"

Post a Comment