MASUK DAN BERKEMBANGNYA ISLAM DI SUMATRA SELATAN



BAB I
PENDAHULUAN
Berbicara mengenai kapan dan siapa yang membawa islam di Sumatra selatan, bisa dikatakan sebuah pertanyaan yang di anggap sacral. Why? Penulis berasumsi bahwasanya, sampai detik ini belum ada bukti yang otentik akan masuknya islam di nusantara terkhusus di Sumatra-selatan. Penulis berasumsi bahwa bukti-bukti dari sejarawan semisal, Hamka, Snowk, dan lain-lain hanya meneliti berdasarkan bukti peninggalan saja dan kemudian di musawarohkan atau diseminarkan oleh berbagai tokoh-tokoh sejarawan, semisal di medan pada tahun 1963 yang kemudian dari berbagai hasil seminar dipergunakan sebagai documenter hasil penelitian.
Apakah para sejarawan itu salah dalam meneliti? Saya kira tidak. Sebab, masuk dan berkembang islam di bumi nusantara ini tidak meninggalkan kitab, atau manuskrip-manuskripdan hanya meninggalkan Nisan, dan sebuah cultur. Sudah sangat bisa dipastikan bahwasanya. Sejarawan pun lumayan kesulitan untuk menafsirkan atau meneliti secara otentik. Bagitu pula dengan sebuah nisan, bagi penulis, Nisan pun perlu sekiranya mendapat perhatian secara khusus. Alat yang mampu digunakan untuk meneliti barang kali di antaranya metode dealektika dengan orang-orang terdahulu.
Nah, dari berbagai jalan yang digunakan sejarawan, perlu sekiranya penulis melampirkan hasil kajian pustaka, yang insa allah akan menghantarkan kita pada kebenaran yang otentik. Kendati kebenaran itu sulit untuk diraba, terlebih dilihat. Melihat kawasan kerajaan Sriwijaya yang bisa dikatakan tempat yang sangat Strategis, baik dalam aspek hubungan antar pulau, berdangan, dan tempat yang digunakan para politikus untuk menghasilkan pelbagai rempah-rempah yang dimiliki oleh bumi nusantra. Dan kita dapat mlihat bahwa kekuasaan kerajaan sriwijaya juga amat luas.
RUMUSAN MASALAH
Dalam hal penulisan rumusan masalah penulis pun mengalami kegalauan. Penulis galau harus dari mana memulai, mengingat begitu sulit mencari refrensi. Bahkan penulis pun sempat berasumsi bagaimana sebenarnya keotentikan documenter risalah masuk dan berkembangnya islam di Sumatra selatan. Hingga pada akhirnya penulis mencoba mendiskripsikan keadaan subektif dari pelbagai refrensi yang ada. Namun, sekali lagi penulis hanya menyajikan sebuah pendiskripsiaan bukan sebuah kesimpulan. Adapun penulis mencoba mengsignifikasikan menjadi beberapa rumuan masalah:
1.      Sejarah masuknya islam di bumi Sumatra Selatan?
Sebenarnya masih banyak probelematika yang bergelut di hati penulis, penulis sendiri sebenarnya mengiginkan akan sistematisanya materi yang hendak di sajikan kepada ibu dosen dan temen-temen sekalian. Sebab, disini penulis sendiri berasal dari bumi Sumatra-Selatan. Akan tetapi, Sangat ironis bukan? Ketika penulis sendiri tidak paham sepahamnya terkait dengan eksistensinya sendiri. Namun, itulah kami selaku pemateri, kami berusaha untuk menyajikikan yang terbaik. Fa insa allah

BAB II
PEMBAHASAN DAN ANALISIS
1.      Sejarah masuknya islam di bumi Sumatra Selatan[1]
Sumatera selatan menurut beberapa pakar sejarawan banyak yang berasumsikan bahwasanya terkenal dengan sebutan daerah yang letak Geografisnya sangat Strategis[2]Nusantara Bagian Sumatera Selatan atau palembang sudah sejak abad kuno sudah menjadi tempat persinggahan para pedagang yang berlayar diselat malaka, baik yang hendak pergi ke cina maupun ke negara timur, maupun yang akan melewati jalur barat ke india dan negara arab serta terus ke Eropa. Selain para pedagang, para peziara pun banyak yang mengunakan jalur ini.
Menurut catatan sejarah cina yang ditulis oleh It’sing, ketika ia berlayar ke india dan akan kembali ke cina ia tertahan di palembang. Disana ia membuat catatan tentang kota dan penduduknya. Berdasarkan pendapat Sayid Naguib Al-Atas, kedua tempat di tepi selat malaka pada permulaan abad ke-7 H yang menjadi tempat persinggahan para musafir yang beragama islam dan diterima baik oleh penguasa setempat yang belum beragama islam, adapun tempat tersebut adalah palembang dan kedah[3].
Realitasnya Kerajaan Sriwijaya dalam catatan sejarah tidak dapat dinafikan dengan aspek perdagangan tingkat internasional sebagaimana saya diskripsikan dalam pernyataan di atas. Pengaruh hubungan dengan timur tengah tidak menutup masuknya islam ke wilayah Sriwijaya, dan sebagaimana yang kita ketahui bahwasanya nusantara atau Indonesia adalah wilayah yang terbuka bagi seluruh ajaran agama bahkan Huston Smith dalam bukunya Agama-Agama Manusia menyatakan bahwasanya Spirittualisasi agama Khon Hu Chu ada di tengah belahan bumi Indonesia. Tentu penulis menarik kesimpulan sementara, bahwasanya Nusantara/ Indonesia adalah wilayah yang Strategis untuk mengembangkan ajaran agama. Maupun hubungan internasional[4].
Kita akan kembali, penulis akan menyajikan documenter terkait dengan hadirnya agama islam di Sumatra-Selatan. Pada saat perkembangan Kerajaan Sriwijaya, dibelahan timur tengah pun sedang berkembang ajaran islam. Dalam persepsi Suryanegara beliua mencoba menulusuri angka kelahiran atau angka eksistensi. Dengan kembali menenggok kepada catatan sejarawan, hasan Ibrahim hasan, dalam bukunya sejarah kebudayaan.
Besarnya pengaruh kekuasaan politik islam di timur tengah dapat kita bagi menjadi beberapa fase. Diantaranya, khulafaur Rasyidin (632-661) Kholifah Bany Umayah (661-750), Kholifah Bany Abbasiyah (750-1268) dan Dinasti Umayah yang ada di spanyol, (757-1492), kemudian dinasti Fatimiyah (919-1171) Selanjutnya munculnya kekuasaan politik dari Turki. Bany Seljuk (1055-1290) dan dan Turki Usmani (1290-1909). “Sengaja tidak dilanjutkan membicarakan pergolakan negara-negara di timur tengah”: Arabia (7 Juni 1916), Iran (12 febuari 1921), Irak (23 Agustus 1921), Libanon ( 23 Mei 1926), dan Syi’ria (22 Mei 1930).[5]
Yang menjadi perhatian, menurut Suryadinegara, bahwa kawasan timur tengah adalah kawasan yang memegang memonopoli Aset Rempah-rempah adapun kawasan tersebut adalah Indonesia. Selain itu pula hubungan Indonesia dengan Negara-negara timur tengah telah terbangun sebelum Masehi.[6] Dalam penjelasanya Arnold Abad Ke-2 SM. Pelayaran bangsa arab telah sampai pada Srilangka. Tetapi, kalau kita peratikan pula bahwa nama Indonesia belum kita kenal Seperti halnya sekarang, dengan menyebut Srilangka dan India. Bahkan dalam Sastra Arab Klasik disebutkan pulau-pulau cina, mengingat hubungan perdagangan melalui jalur darat antara Arabia dengan Cina telah berlangsung sejak 500 SM.[7] Maka nama Negara dan bangsa Cina le bih di kenal oleh bangsa-bangsa timur tengah. Oleh karena itu Indonesia hanya sebagai sumber komoditi rempah-rempah dikenal pula sebagai pulau-pulau Cina atau Al-Hind[8]
Sumber perdagangan ini menyebutkan[9] bahwa dalam perjalanya ke Negara-negara timur jauh atau jepan dan cina serta korea, tidak terlepas pula mengadakan hubungan dagang dengan Sriwijaya atau disebut dengan Zabaj. Dari Sriwijaya ini, mereka memperoleh antara lain barang dagangan timah.[10]
Kemudian penulis menghadirkan korelasi antara Sriwijaya dan Dinasty Abbasiyah benarkah Antara Abbasiyah dan Sriwijaya sudah mempunyai Korelasi? Coedes, menjelaskan bahwa kerajaan Sriwijaya berkaitan erat dengan perkembangan islam ditimur tengah. Timbulnya Umayah dan Abbasiyah yang bergerak dibidang perdagangan, telah mengidupkan jalan laut perdagangan yang melawati selat Malaka. Dengan berkembangnya jalan laut perdagangan di Asia Tenggara melalui Selat malaka ini, menganti jalan perdagangan di darat yang di rintis sejak 500 SM. Antara Arabdan Cina. Kondisi terbukanya jalan laut inilah yang mendorong Sriwijaya mengambil keuntungan dari kemajuan ini.[11]
Seluruh kapal-kapal perdagangan yang melewati Selat malaka singgah untuk mengambil air minum serta pembekalan lainnya. Oleh karena itu Sriwijaya berusaha untuk memonopoli menguasai kedua daerah pesisir meliputi, Jambi, Lampung, dan Semenanjung Malaka, tanah penting Kra. Bahkan, Srilangka atau Ceylon pun dikuasai,[12] pada Abad ke-11. Sebelumnya pada tahun767 M. Sriwijaya menguasai pula daerah Tonkin.
Dari pendiskripsian di atas dimana kekuasaan Sriwijaya yang melebar sampai pada Srilangka, tentu dapat di mengerti bahwa, perdagangan laut yang melewatinya, baik dari cina ke timur atau sebaliknya, tentu perlu persinggahan terlebih dahulu dan letak Geografis Sriwijayalah yang pas untuk digunakanya. Dan persinggahan inilah juga yang memungkinkan akan lahirnya agma islam di ala mu’awal.[13]
Apabila menurut Coedes diatas telah ada hubunganya yang erat antara perdagangan yang diselnggarakan oleh Ke-kholifahan Timur Tengah dengan Sriwijaya, Jelaslah, bahwa, pada massa Khulafaur Rasyidin pun telah terjadi Islamisasi tingkat Awal atau mulai masuk agama Islam. Dari massa Umar Bin Khotob yang memiliki kekuasaan sampai Maroko hingga Persia[14]. Besar kemunkinan mereka melanjutkan hubungan dagang dengan kerajaan-kerajaan Indonesia  sebagai produsen rempah-rempah.
Dengan munculnya kekuasaan Umayah 661-750 maka hubungan dagang ini pun diteruskan dengan datangnya utusan dagang Raja Ta’che tersebut. Pada massa Abbasiayah (750-1268), Novigasi islam ini mulai meluas atau mengembangkan system perdagangannya melalui jalur laut yang sudah di rintis hingga ke Cina atau Kanton sejak Abad Ke-4 M.[15]
Sampai saat ini, penulis pun mengalami kearguan, kenapa harus orang lain yang memuat sejarah lahirnya agama islam di sumatera-selatan? Kenapa bukan orang-orang pribumi. Apakah di dalam penyebaran ini tidak ada causalitas. Dan dari pihak dalam hanya bersifat pasif? Ketika kita menenggok ke belakang. Bahwasaanya, kemampuan maritime bangsa Indonsia tercatat dalam sejarah, kiranya tidak munkin islam masuk dengan satu jalur yakni jalur perdagangan. Kerajaan sriwijaya memberikan sebuah pendiskripsian kepada kita semua, bahwa saat itu, mereka mampu mengendalikan wilayah di seberang laut. Selain itu ramainya jalan laut perdagangan yang melewati Selat Malaka, memunkinkan pula orang Indonesia untuk ikut ke timur tengah atau mekkah sebagai pusat ajaran islam. Atau pusat perdagangan dan peradaban di timur tengah, semisal: di Damaskus, Tunisia, Bagdat, dan Al-Azar.[16]
Dan kita juga telah mampu melihat Prestasi kemampuan pelayaran atau Novigasi bangsa Indonesia yang Nampak pada abad ke-7 M. semata. Jauh sebelumnya fakta sejarah menyatakan bangsa ini telah mampu berlayar mengarumi samudara india atau samudra Persia. Seperti halnya yang disampaikan oleh Gabriel Ferrand bahwa pada abad ke-2 M. danke-4 M. terjadi perpindahan bangsa antara bangsa Indonesia dengan Madagaskar.[17]  Peristiwa ini berulang kemali pada abad ke-10 M. terjadi pada massa islam telah memasuki kawasan tersebut. Kemampuan Novigasi seperti tersebut oleh Van Leur dinyatakan sebagai suatu kenyataan yang sangat menajubkan dari ketakutan laut bangsa Indonesia, ( a remarkable expreesion of  Indonesia power overseas)[18]
Apabila tulisan Suryadinegara adalah tulisan yang mendekati keotentkian sebuah penelitian, itu artinya proses penyearan ajaran islam tidak hanya berakar dari para pendatang atau para pedagang. Dapat disimpulkan bahwa pelaku dan cara masuknya islam disumatra-selatan tidak ubahnya seperti terjadi pada wilayah Indonesia lainnya, dilakukan oleh putra Indonesia dan tidak berjalan pasif. Dengan pengertian bangsa Indonesia tidak menunggu kedatangan bangsa Arab semata dengan upayanya mencari tambahan pengetahuan tentang agama islam.
Khusus untuk Sumatra-selatan, masuknya agama islam selain dilakukan oleh bangsa arab, pedagang utusan kholifah Umayah (661-750) dan kholifah Abbasiyah (750-1268), juga perdagangan dari  Sriwijaya berlayar ketimur tengah. Hal yang demikian ini tidak bertentangan, sekalipun Sriwijaya sebagai pusat pengembangan ajaran budha, tetapi, karena watak Indonesia yang mempunyai kesanggupan yang tinggi dalam menghormati perbedaan agama, maka, di wilayah kerajaan Sriwijaya di izinkan masuknya agama islam melalui jalur perdagangan. Factor yang terakhir inilah yang memungkinkan Sriwijaya menempuh Sistem pintu terbuka dalam menghadapi kenyataan masuknya agama islam.
Disamping itu ada factor dunia perdagangan saat itu telah beralih dari tangan Persia pra islam atau Roma ke tangan Islam, Sejak masa pemerintahan Kholifah Umar bin Khotob (634-644), pintu-pintu perdagangan timur tengah: Fustat di mesir. Kuffah dan Basro di babylonia, di kuasainya. Pergantian kekuasaan politik yang terjadi di timur tengah, tidak merubah hubungan dagang dengan Sriwijaya.
Seperti dikisahkan oleh penulis Arab, Ibn Rusta(900 M), Sulaiman (850 M), dan di lanjutkan Abu Zaid (950 M), hubungan dagang antara Abbasiyah dengan Sriwijaya tetap berlangsung. Kapal-kapal dagang islam tetap mengunakan lalu lintas laut yang sama, singgah di srilangka, sebagai wilayah Sriwijaya, lewat pula ke pantai india di saimur dekat Bombay.[19]Pelayaran ini dilanjutkan ke cina dan jepang, dengan demikian ini, oleh Coedes dinyatakan kejayaan Sriwijaya hubungan erat dengan perkembangan islam dalam periode ala mu’awal[20]
kemampuan novigasi Sriwijaya dalam berita Arab, dikisahkan, bahwa Sriwijaya juga mengadakan hubungan perdagangan melalui jalur laut hingga ke pantau Afrika pada tahun 1154 M. hal ini tidaklah mengherankan, karena perdagangan melalui jalur laut yang ditempu Sriwijaya dari Maluku saja merupakan Seperdelapan Linkar Bumi.[21]
BAB III
KESIMPULAN
Apabila tulisan Suryadinegara adalah tulisan yang mendekati keotentkian sebuah penelitian, itu artinya proses penyearan ajaran islam tidak hanya berakar dari para pendatang atau para pedagang. Dapat disimpulkan bahwa pelaku dan cara masuknya islam disumatra-selatan tidak ubahnya seperti terjadi pada wilayah Indonesia lainnya, dilakukan oleh putra Indonesia dan tidak berjalan pasif. Dengan pengertian bangsa Indonesia tidak menunggu kedatangan bangsa Arab semata dengan upayanya mencari tambahan pengetahuan tentang agama islam.
Khusus untuk Sumatra-selatan, masuknya agama islam selain dilakukan oleh bangsa arab, pedagang utusan kholifah Umayah (661-750) dan kholifah Abbasiyah (750-1268), juga perdagangan dari  Sriwijaya berlayar ketimur tengah. Hal yang demikian ini tidak bertentangan, sekalipun Sriwijaya sebagai pusat pengembangan ajaran budha, tetapi, karena watak Indonesia yang mempunyai kesanggupan yang tinggi dalam menghormati perbedaan agama, maka, di wilayah kerajaan Sriwijaya di izinkan masuknya agama islam melalui jalur perdagangan. Factor yang terakhir inilah yang memungkinkan Sriwijaya menempuh Sistem pintu terbuka dalam menghadapi kenyataan masuknya agama islam.
DAFTAR PUSTAKA
Ø  Arnold T.W.  “The Preacing Of Islam, A Historis Of The Propagation Of The Muslim Faith” (Lahore:SA Muhammad Asrof, 1968)
Ø  Burger D.H.  dan Prajudi. Sejarah Ekonomis Sosiologis Indonesia. Jilid Pertama, ( jakarta:Pradnja Paramita.1968)
Ø Abdullah bin Nuh dan D Shahab “Catatan Tentang Mulanya Masuknya Islam ke Indonesia”, Risalah Seminar  Sejarah Masuknya Agama Islam Ke Indonesia, (Medan:Waspada,1963),
Ø O.W.Wolters, The Fall Of Sriwijaya In Malay In History, (Kuala Lumpur: Oxford Uinversity,1975)
Ø S.Tasrif. Pasang Surut Kerajaan Merina, “Sejarah Sebuah Negara yang di dirikan oleh Perantau-Perantau Indonesia di Madagaskar” (Jakarta: Balai Buku Media,1965)
Ø O.W.Wolters, The Fall Of Sriwijaya In Malay In History, (Kuala Lumpur: Oxford Uinversity,1975)



[1] Makalah ini disusun oleh Shohibul Kafi, penulis adalah Mahasiswa Aqidah Filsafat, Fakultas Ushuluddin, Study Agama Dan Pemikiran Islam. UIN Sunan Kalijaga. Yogyakarta 2012, makalah ini di pergunakan untuk mempresentasikan kajian historis masuknya islam di bumi belahan Sumatra-Selatan.
[2] UI-Press, “ Masuk Dan Berkembangnya Islam Di Sumatera-Selatan” hlm, 19
[3] Op-cit.......19
[4] UI-Press, “ Masuk Dan Berkembangnya Islam Di Sumatera-Selatan” hlm 27
[5] UI-Press, “ Masuk Dan Berkembangnya Islam Di Sumatera-Selatan” hlm 28
[6] T.W. Arnold.  “The Preacing Of Islam, A Historis Of The Propagation Of The Muslim Faith” (Lahore:SA Muhammad Asrof, 1968) hlm, 370
[7]  D.H. Burger dan Prajudi. Sejarah Ekonomis Sosiologis Indonesia. Jilid Pertama, ( Jakarta:Pradnja Paramita.1968) hlm, 15
[8]  Pendapat Dr. Fuad Hasanain Ali yang dikutip oleh Abdullah bin Nuh dan D Shahab “ catatan tentang mulam masuknya islam ke Indonesia”, Risalah Seminar  Sejarah Masuknya Agama Islam Ke Indonesia, (Medan:Waspada,1963), hlm.145
[9] Yang dimaksud dengan perdagangan dalam konteks ini ialah penguasa jalan perdagangan jalur laut dari bangsa arab, yang dikatakan lebih maju dari barat. Saat itu bangsa arab telah menguasai jalur laut melalui samudra india yang mereka namai dengan samudra Persia. Lihat T.W. Arnold. “The Preacing Of Islam, A Historis Of The Propagation Of The Muslim Faith” (Lahore:SA Muhammad Asrof, 1968) hlm,87. Sejak pra islam teluk Persia dengan pelabuhan Siraf dan Basra sebagai pusat perdagangan antara Asia, Afrika, dengan Timur Tengah . kemudian setelah berkembang Agama Islam, Irak dengan Bagdat merupakan Ajang atau Pusat politik dan perdagangan. Terutama pada masa Abbasiyah (750-1268). Sekitar Abad  ke-10 M. Novigasi Perdagangan sampai pada Korea dan Jepan, lihat D.H. Burger dan Prajudi. Sejarah Ekonomis Sosiologis Indonesia. Jilid Pertama, ( Jakarta:Pradnja Paramita.1968) hlm, 99
[10] .loc. cit.
[11] Loc, Cit
[12] .O.W.Wolters, The Fall Of Sriwijaya In Malay In History, (Kuala Lumpur: Oxford Uinversity,1975) hlm, 92
[13] Tentang waktunya dapatlah dipastikan pada abad ke-7 M. dengan mempertimbangankan Sejarah T’ang yang memberitakan adanya utusan raja Ta’che (sebutan untuk Orang Arab) ke Kalingga pada tahun 674 M. (lihat: N.J. Krom, Zaman Hindu, terj. Arif Effendi. (Jakarta: Pembangunan,1956) Hlm, 46. Dapatlah dipastikan bahwa, Sumatra-Selatan  pun telah terjadi proses awal islamisasi. Apalagi ketika, Sejarah T’ang tersebut menyebutkan pula akan adanya kampong Arab Muslim pada tahun 674 M. di pantai Barat Sumatra. (lihat J.C. Van, Leur,Indonesia And Society, The Hague, W. Van Hover. Ltd. 1955, Hlm 111. Sebenarnya istilah barat disini masih dipertanyakan lebih lanjut dari sisi mana melihatnya.
[14] Gaetano Mosca, The Ruling Class, ( New York: Mac graw Hill,1939)Hlm,206
[15] Sesuai dengan catatan sejarah, bahwa, islam masuk keindonesia tidak mengadakan invasi militer dan agama, tetapi, hanya melalui jalur perdagangan: maka tidaklah diragukan lagi, bahwa, abad ke-7 M. terjalin perdagangan antar kholifah ditimur tengah dengan raja-raja di Indonesia, khususnya di Sumatra-selatan pada masa sriwijaya. System penyebaran tidak mengenal misionaris dan tidak pula mengunakan pamaksaan melalui perang, tetapi, hanya hanya melului perdagangan (lihat: J.C. Van, Leur, Indonesia And Society, The Hague, W. Van Hover. Ltd. 1955, Hlm,144) memunkinkan, disamping Sriwijaya sebagai pusat kegiatan penyebaran agama budha, dapat menerima kehadiran islam diwilayahnya. Seperti halnya di jawa adanya makam islam yang berangka tahun 1082 M, demikian pula di campa pada tahun 1039. (J.C. Van, Leur,Indonesia And Society, The Hague, W. Van Hover. Ltd. 1955, Hlm,111. Walaupun keadaan objekif rannah agama isalam belum ada, namun, hadirnya bebrapa makam sudah menjadi tanda akan kedatanganya. Hanya saja masih di pertanyakan dibagian mana islam mulai ada. Dan bisa saja islam sudah ada namun, dalam keadaan yang sangat memperihatinkan.
[16] UI-Press, “ Masuk Dan Berkembangnya Islam Di Sumatera-Selatan” hlm,32
[17] S.Tasrif. Pasang Surut Kerajaan Merina, “Sejarah Sebuah Negara yang di dirikan oleh Perantau-Perantau Indonesia di Madagaskar” (Jakarta: Balai Buku Media, 1965) Hlm, 41,
[18] J.C. Van, Leur, op.cit. hlm, 155
[19] S.T. Arnold, Op. Cit.,, hlm95
[20] D.H. Burger, Op.Cit.,, Hlm 29.
[21] Ibid., hlm.33.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "MASUK DAN BERKEMBANGNYA ISLAM DI SUMATRA SELATAN"

Post a Comment