FILSUF PRA-SOKRATIK

Pemikiran Thales, Anaximandros, Anaximenes, Herekkletois, Parmenindes, Sokrates, Plato, dan Aristoteles. Dan Dinamika pemikiran filsuf klasik.
1.     Thales (625-545 SM)
Seorang ahli politik di Miletos. Juga diceritakan bahwa ia mempergunakan  kepintarannya dalam matematik dan astronomi untuk memprediksi kapan munculnya gerhana matahari dan tepat. Kesimpulan ajarannya: Semuanya itu air. Air adalah pangkal, pokok, dan dasar segala-galanya. Terjadi dari air dan kembali pada air[1]. Bahwa bumi terapung diatas air[2]
Dinamika pemikiranya
Kerangka  atau dinamika pemikiran thales tidak begitu ada bukti, sebab, setelah meningglanya dia tidak meninggalkan catatan kecuali sistematis lisan. Namun, bukan berarti pemikiranya atau ajaranya hilang begitu saja, melainkan diteruskan oleh muridnya Anaxmandros, berdasar bukti sejarawan, bahwasnya ketika thales mengatakan Unsur asal segalanya adalah Air, atau bahkan bumi terapung di atas air. Hal ini menurut Prof. K. Bertens[3] thales berasumsi sedemikian rupa, sebab, air merupakan ungsur pertama dalam kehidupan, dan juga air mempunya pelbagai bentuk cairan, beku uap.
Mula-mula ia mengamati pada temperatur rendah air menjadi padat dan pada temperature tinggi berubah menjadi gas, setelah turun hujan, tumbuhan pun muncul dari dalam tanah, sehingga menurutnya bahwa tumbuhan muncul sebab air dalam wujud lain. Supaya bisa bertahan hidup semua mahluk hidup memperlukan pasokan air dalam jumlah banyak setiap saat, dalam diri manusia hampir 60% adalah air, daratan pasti berujung pada tepi perairan, maka, menurut Thales, bahwa bumi ini terapung di antara air,[4] Menurut thales juga dunia dapat direduksikan menjadi suatu unggsur yang tunggal, namun, ia keliru menggap bahwa unsur pertama adalah air[5]


2.      Anaximandros (610-547 SM)
Prinsip dasar alam yang satu itu harus tak terbatas tak terupakan tak ada persamaannya dengan apapun~apeiron Bumi adalah sebuah benda padat yang mengantung Di ruang angkasa.[6]
Dinamika pemikiranya
Ketika kita membahas dinamika pemikiran Anaxsimandros, tentu tidak terlepas dari thales, dari pemikiran absatrak ini, berasal segala sesuatu yang ada di dalam jagat raya sebagai ungsur-ungsur  berlawanan yang panas dengan yang dingin, yang kering dengan yang basah, dan yang malam dengan yang siang, kepada prinsip ini juga semua akhirnya akan kembali.
Aristoteles menerangkan alas an mengapa Anaxsimandros menunujuhkan apeiron itu sebagai sebagai prinsip fundamental. Kalau seandanya itu sama saja denga salah satu anasir seperti misalnya air pada gurunya thales, maka air meresapi pada segalanya; dengan lain perkataan, air itu tak terhingga.[7]


3.     Anaximenes (585-494 SM)
Udara itulah yang satu dan tak terhingga
sebagaimana jiwa kita, yang tidak lain dari udara menyatukan tubuh kita,
demikian pula udara mengikat dunia ini jadi satu”
Pertama kali pengertian jiwa masuk ke dalam pandangan filosufi~psikologi~
yang baru dikupas oleh aristoteles
Dalam hal geografi, Anaximenes tidak terlepas dari pemikir an gurunya Anaximandros bahwa bumi berbentuk datar dan pasti ditopang oleh sesuatu.[8]
Dinamika pemikiranya
Udara melahirkan semua benda padat dalam alam semesta karena suatu proses pemadatan dan pengenceran, “condencation and rarefaction” kalau udara semakin bertambah kepadatanya, maka munculah berturut-turut angina, air, tanah dan akhirnya batu. Sebaliknya, kalau udara itu lebih encer, yang timbul ialah api[9]
Pandanga Anaximenes tentang  susunan jagat raya pasti merupakan kemunduran, di banding dengan anaximandros. Menurut Anaximenes, bumi yang berupa meja bundar melayang di atas udara. Demikianpun matahari, bulan, dan binatang-binatang, laksana sehelai daun, badan-badan jagat raya itu tidak terbenam di bawa bumi, sebagaimana agaknya dipikirkan anaximandros, tetapi, mengelilingi bumi yan datar itu. Matahari lenyab pada waktu malam, karena tertutup belakang bagian-bagian tinggi.[10]

4.     Herekkletois (540-480 SM)
Ephesos Asia Minor
v  Anasir api, mudah bergerak dan mudah bertukar tempat, dinamis
v  Segala perubahan dikuasai oleh hukum dunia yang satu~logos
v metoda intuisi
v segalanya mengalir[11]
v karakter seorang manusia adalah taqdirnya[12]
v hubungan yang tak kasap mata lebih kuat dari pada yang kasap mata.
v Mustahil masuk  ke sungai  yang sama sampai dua kali
Dinamika pemikiranya
kita sudah mengetahui bahwa filsuf-filsuf pertama dari miletos mencari sesuatu yang tetap di belakang perubahan-perubahan  yang kita saksikan dalam alam semesta. Herekleitos tidak sepakat dengan mereka menurutnya tidak ada sesuatu yang utuh dan mantab. Itulah konsukuensi yang dapat di tarik dari pemikirannya yang di uraikan di atas dalam salah satu fragmen ia mengatakan yang sama adalah yang hidup dan yang mati, tidur dan jaga, muda atau tua. Dalam fragmen yang lain ia mengatakan kita ada dan kita tidak ada. Dan dalam bentuk parodoks yang lain ia mengatakan bahwa perubahan merupakan satu-satunya kemantaban,
perubahan tak henti hentinya di bayangkan oleh herekleiotos atas dasar dua hal, ia mengatakan bahwa seluruh kenyataan merupakan arus sungai yang mengalir dan yang kedua ia mengatakan bahwa seluruh kenyataan adalah api. Arus sungai sebagai symbol perubahan terdapat dalam suatu fragmen yang terkenal; engkau tidak bisa turun ke dalam sungai yang sama, sampai dua kali, maksudnya, air sungai selalu mengalir terus sehingga di baharui terus.[13] Orang yang turun untuk kedua kalinya. Tidak turun pada sungai yang sama seperti semula. Dalam kesansian tradisi, arus sungai menjadi cara utama menyingkatkan ajaran herekloitos. Dengan demikian Diogenes leartios melukiskan pandangan herekloitos dengan mengatakan, segala mengalir bagai sungai-sungai, dan mashur sekalian perkataan berikut ini: “panta rhei kai uden menei” semua mengalir dan tidak ada satupun yang mantab dan tidak mengalami perubahan.[14]

5.     Parmenindes (540-473 SM)
v  Sebuah kontradiksi mengatakan bahwa ketiadaan itu ada. Menurtnya mustahil ada ketiadaan, maka tidak munkin benar mengatakan bahwa segalanya berasal dari ketiadaan.[15]
v  satu dan tetap statis
v  hanya yang ada itu ada[16]
Dinamika pemikiranya
            Pearmenides berasumsi bahwa indera bersifat, dan bahwa pelbagai benda inderawi hanyalah ilusi. Satu-satunya pengada sejati adalah yang tunggal “ satu tetap statis” yang tak terbatas tak terbagi-bagi lagi. Yang tunggal itu itu  bukanlah kesatuan dari ungsur-ungsur yang berlawanan sebagaimana pandangan herekloitus, karena memang tidak ada ungsur-ungsur yang berlawanan itu. Nampaknya ia berasumsi, semisal dingin hanya berarti tidak panas, dan gelab hanya tidak terang. Yang tunggal itu oleh Parmenides tidak di konsepkan sebagaimana kita menkonsepsikan tuhan; ia hanya lebih ke materi yang bersifat meluas, karena ia hanya menyebutnya sebagai semacam boa. Hanya yang bersifat tunggal itu tidak dapat dibagi-bagi karena ia hadir dimana-mana[17]
            Pemikiran Parmenides merupakan kebalikan daripada herekleitos. Bagi hereklietos realitas seluruhnya bukanlah sesuatu yang lain daripada gerak dan perubahan. Bagi Parmenides gerak dan perubahan tidak munkin. Menurutnya realitas merupakan keseluruhan yang satu. Tidak bergerak atau berubah. Hal ini kemudian yang bisa tetap pada pendiriannya.[18]
                                                    
6.     Sokrates (470-399 SM)
v Sistematis Dealektika[19]
v Teori induksi[20]
v Intelektualisme etis
v Yang baik itu bersifat utuh dan mantab.
Dinamika pemikiranya
             Dinamika pemikiran sokrates yang mashur menurut saya adalah dealiktikanya, namun, kita juga tau bahwasnya sokrates selalu memulai dengan anggapan jawaban pertama sebagai suatu hipotesis dan dengan pernyataan-pernyataan  lebih lanjut ia menarik segala konsekuensi yang dapat disimpulkan dari jawaban tersebut. Jika ternyata ternyata hipotesis pertama tidak dapat dipertahankan karena membawa konsekuensi-konsekuensi yang mustahil, maka hipotesis di ganti dengan hipotesis yang lain. Lalu hipotesis kedua diganti dengan pertanyaan-pertanyaan lain dari pihak sokrates dan seterusnya begitu. Dalam dialog-dialog yang karang dimassa muda plato sering terjadi bahwa dialog terakhirnya tanpa hasil yang definitif. Plato sendiri mengatakan beberapa kali dalam dialog-dialog berakhir dengan aporia rasa bingung, dari sini dapat kita lihat metode dealiktika yang diwariskan plato ternyata tidak mendapatkan menfaat yang bisa di gunakan menurut asumsi plato.[21]
            Metode sokrates yang telah terurai diatas biasa di sebut dealiktika, maksudnya mudah diperkirakan. Jika kita ingat bahwa kata kerja yunani dialegestai berarti bercakap-cakap atau berdialog  metode ini kemudian  disebut  dialektika, karena dialog ini mempunyai peranan hakiki didalamnya.
            Menurut Sokrates[22], tujuan tertinggi kehidupan manusia adalah membuat jiwanya sebaik munkin. Bisa di garis bawahi kata tersebut, beserta dengan itu Soktares menamba arti baru pada kata jiwa yang sejak itu diterima umum dalam bahasa yunani, yaitu jiwa menjadi inti sari dalam keperibadian manusia. Tingkah laku manusia hanya bisa disebut baik, jika dengan itu ia berusaha supaya manusia menurut inti sarinya dan bukan menurut salah satu aspek lahiriyah saja dijadikan sebaik munkin. Dengan cara lain boleh dikatakan bahwa tujuan kehidupan manusia ialah kebahagian. Melihat konteks yang sedemikan rupa maka cabang filsafat munculah yang sering kita sebut ETIKA, tetapi sumber-sumber tersebut tidak sepakat lagi dalam melukiskan isi ajaran etika ini. Dapat di persoalkan apakah pemikiran Sokrates tentang masalah etis memang suatu ajaran yang bercorak sistematis. Hal itu hampir tidak bisa diharapkan pada seorang filsuf yan tidak pernah melukiskan pikian-pikirannya dan juga tidak mengajar dalam arti kata yang sebenarnya. Namun ajaran etika sokrates lebih terperinci pada buku Apologia.
7.     Plato
v Bersifat sokratik
v Berbentuk dialog[23]
v Bersifat Mite-mite, [24]
v Tentang ide-ide
v Manusia soma-sema, dan ajaran tentang Negara.
Dinamika pemikiranya
            Ada banyak cara untuk mengkalsifikasikan dinamika pemikiran plato, kita munkin sudah mendegar mengenai ide-ide ialah ilmu esak atau ilmu pasti. Kita juga bisa melihat bahwasanya ilmu pasti lebih diutamakan dalam ranah akademisi. Plato tentu dipengaruhi oleh kaum Pytagorean. Pada Aristoteles dan pada murid-muridnya plato yang lain kita juga mendengar sedikit mengenai isi pendirian-pendirian ini, namun sulit untuk menafsirkan data-data ini. Yang pasti ialah plato dalam pendirianya yang tidak tertulis ia mengangap ide-ide sebagai bilangan bilangan. Itu tentu berarti bahwa ia menyamakan ide-ide dengan bilangan-bilangan yang mempuyai peranan yang begitu besar dalam pemikiran Pythagoriean. Akan tetapi, tidak dapat disimpulkan bahwa Plato menganut ajaran Pythagorean begitu saja. Sebab, kita mempunyai data-data tertentu tentang mereka mengenai bilangan.[25] Seluk beluknya tidak penting bagi ajaran kita disini. Sebab, kita juga harus membatasi dalam hal ini, mengenai prinsip-prinsip yang tidak tertulis sampai detik ini masih di perdebatkan.
            Membaca kutipanya bartend dapat kita rasakan bahwa dalam jiwa manusia ada sesuatu yang mengajak manusia untuk bergerak dan mengatakan, semisal seorang gadis lewat didepan kita dengan wajah yang cantik dan anggun tentu secara praktis maupun mistik kita akan mengatakan bahwa ia cantik dan anggun, dia akan menagatakan sesuai dengan yang di tangkap panca indera. Dengan melihat hal itu kemudian plato menyebut dengan ide atau idea serta eidos dan juga dengan kata Morphe yang berarti bentuk[26] Dan masih banyak lagi dinamika pemikiran plato, semidal dua dunia, dan ajarab tentang jiwa dll
8.     Aristoteles
v Tentang metavisika
v Tentang etika
v Tentang politik
v Tentang logika
v Tentang fisika
v Tentang matematika dan astronomi
Dinamika pemikiranya
Corak pemikiran Aristoteles sebenarnya hampir sama dengan plato dan Phytagorean. Namun pengklasifikasian pemikirannya begitu luas hingga kemana-mana. Metavisika, Etika, politik, logika dan ilmu esak yang lain. Menurut Bertnd pemikiranya sudah diklasifikasikan antara lain dinamika. Logika tidak terdapat pada aristoteles sendiri. Dalam karangan-karangan masa kuno yang kita miliki, nama logika pertama kali muncul pada cicero abad 1 SM. Tetapi dalam arti seni berdebat alexander Aphordias sekitar permulaan abad ke 3, adalah orang yang pertama mengunakan logika dalam arti yang sekarang dimaksud denganya ( ilmu yang menyelidiki lurusnya tidaknya pemikiran kita. Aristoteles mengunakan istilah kata analitika untuk menyelidiki argument-argumen yang bertitik tolak dari hipotesis atau putusan- putusan yang benar dan ia memakai istilah dealektika untuk menyelidiki argumen-argumen yang bertitik tolak dari hipotesis atau putusan yang tidak tau benarnya. [27]
Aristoteles mengakui kejeniusan Plato dan ia pun merasa berhutang budi terhadapnya. Namun, aristoteles menolak hal yang sangat fundamental dalam filsafat plato. Yakni ide dua dunia, menurut Plato mustahil ada pengetahuan yang dapat di andalkan tentang dunia yang terus menerus berubah ini, sebagaimana yang di tanggkap pancaindra kita. Katanya objek-objek pengetahuan yang sejati ada di dunia lain, di suatu dunia abstrak yang tidak bergantung ruang dan waktu, yang hanya di tangkap oleh akal saja, sementara itu Aristoteles, hanya ada satu dunia saja yang dapat kita filsafati. Yakni dunia yang kita tinggali dan kita alami. Baginya dunia ini amat mengagumkan dan penuh daya pesona yang tiada habisnya. Aristoteles mempelopori pendakatan filsafat yang mengankat dari eksprimen dan pengalaman sebelum pemikiran Absatrak[28]


[1] Brayan Magee, The Story Of Philosophy, terj, hlm 13 dan banyak buku yang lain yang mengatakan, semisal, sejarah filsafat barat, petualangan intelektual,dll
[2] Brayan Magee, The Story Of Philosophy, terj, hlm, 13
[3] Karen Bertens, Sejarah Filsafat Yunani, hlm, 35
[4] Brayan Magee, The Story Of Philosophy, terj, hlm,12
[5] Brayan Magee, The Story Of Philosophy, terj, hlm,12
[6] Brayan Magee, The Story Of Philosophy, terj, hlm, 13
[7]  Karen Bertens, Sejarah Filsafat Yunani, hlm, 36
[8] Brayan Magee, The Story Of Philosophy, terj, hlm, 13
[9]  Karen Bertens, Sejarah Filsafat Yunani, hlm, 39
[10]  Karen Bertens, Sejarah Filsafat Yunani, hlm, 40
[11] Brayan Magee, The Story Of Philosophy, terj, hlm, 14
[12] Brayan Magee, The Story Of Philosophy, terj, hlm, 14
[13] Karen Bertens, Sejarah Filsafat Yunani, hlm, 55
[14]  Karen Bertens, Sejarah Filsafat Yunani, hlm, 55
[15] Brayan Magee, The Story Of Philosophy, terj, hlm, 17
[16] Simon Petrus L. “ petualangan Intelektual” hlm,25
[17] Bertrand Russel. Sejarah Filsafat Barat, “ parmenides”  hlm,66
[18] Karen Bertens, Sejarah Filsafat Yunani, hlm,58
[19] Simon Petrus L. “ petualangan Intelektual” hlm, 39
[20] Metode berfikir ya yang bertolak dari hal-hal atau pernyataan khusus untuk kemudian menghasilkan hal atau pernyataan yang umum, Simon Petrus L. “ petualangan Intelektual” hlm, 39
[21] Karen Bertens, Sejarah Filsafat Yunani, hlm,105
[22] Karen Bertens, Sejarah Filsafat Yunani, hlm 108
[23] Simon Petrus L. “ petualangan Intelektual” hlm, 47, hampir semua karya plato berbentuk atau bernada dialog, retoris, dan mengenai bersifat Sokratik dimana keperibadian dan perkataan sokratik di  jadikan sentral bagi Plato.
[24]Simon Petrus L. “ petualangan Intelektual” hlm, 47 bersifat mite-mite di sini adalah untuk mengemukakan ajaranya mengenai hal-hal Abstrak dan adi duniawi.
[25] Karen Bertens, Sejarah Filsafat Yunani, hlm, 129
[26] Karen Bertens, Sejarah Filsafat Yunani, hlm, 131
[27] Karen Bertens, Sejarah Filsafat Yunani, hlm, 167
[28] Brayan Magee, The Story Of Philosophy, terj, hlm,32

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "FILSUF PRA-SOKRATIK"

Post a Comment