DASAR PEMIKIRAN KEBANGKITAN GENERASI SRIWIJAYA FASE KE-IV


Oleh: Pangeran Mudho
Sebuah perubahan besar tentu tidak terlepas dari sebuah dasar pemikiran yang menjadi tumpuan bersama dalam mengaktualkan sebuah cita-cita bersama, demikian halnya dengan gagasan dan gerakan yang lahir didalam sanubari pemuda, mahasiswa Sumatera-Selatan yang berada diseluruh Indonesia. Berangkat dari keprihatinan atas stagnasi pergerakan pemuda dan mahasiswa yang nyaris tidak mampu melakukan konsolidasi membangun konsensus gagasan dan gerakan bersama serta munciutnya nyali para pemuda dan mahasiswa untuk tetap berbicara kebenaran untuk tetep bergerak melakukan perubahan adalah menjadi latar belakang dan sekaligus menjadi ruang intropeksi kedirian jiwa para pemuda dan mahasiswa sumatera-selatan untuk menawarkan sebuah gagasan serta berharap mampu menjadi teladan atas polemik gerakan pemuda dan mahasiswa era pasca-reformasi.

Terdapat beberapa dasar-dasar pemikiran atas kebangkitan generasi Sriwijaya fase ke-IV Pertama, “membangun kesatuan pemuda dan mahasiswa Sumatera-Selatan di seluruh Indonesia”, melihat realitas pergerakan pemuda dan mahasiswa yang telah gagal membangun konsensus gagasan serta gerakan adalah cerminan nyata ketidak-mampuan mereka untuk berhimpun menjadi satu kesatuan berteriak lantang berbicara kebenaran dan berpacumaju demi perubahan pemuda dan mahasiswa Indonesia. Maka dasar pemikiran membangun kesatuan adalah penawar atas stagnasi alam pergerekan pemuda dan mahasiswa, dengan komitmen yang tinggi dan bergerak yang massif dan bertumpu pada ideologi maka pemuda dan mahasiswa mampu melahirkan antithesis atas kejumudan, stagnasi alam pergerakan regional dan nasional.

Kedua, “memasifkan pembangunan kesadaaran regional dan nasioanal pemuda dan mahasiswa Sumatera-Selatan peduli daerah”. Yang mendasari pemikiran tentang Development berangkat dari realitas situasi dan kondisi di wilayah dan daerah sumatera selatan, sebagai Provinsi tertua atas Sumatera bagian Selatan lebih-lebih pewaris dari kebesaran Sriwijaya maka karakteristik development sebagai suatu upaya perbaikan peradaban adalah keharusan yang tidak bisa ditolak. Senada diatas tahun 2017 adalah tahun dimana kesadaran telah tergadai, dan transaksi komoditas menjadi tradisi, serta keadilihungan dan keluhuran manusia telah terabaikan dan tergantikan dengan budaya   kebencian (Mysoshopy), atas tiga hal tersebutlah pemikiran memasifkan pembangunan kesadaran serta keshalehan regional dan nasional pemuda dan mahasiswa Sumatera-Selatan peduli daerah menjadi sangat urgent dan segera diaktualkan.

Ketiga, “penyambung sejarah, dan melanjutkan sejarah”, ada pepatah bilang, buah jatuh tidak akan jauh dari pohon”, sama halnya dengan seorang anak tidak akan jauh dari ibu dan ayah, begitu juga sejarah, dalam berkehidupan suatu bangsa tentu memahami sejarah adalah hal pertama dan paling utama sebelum melakukan buah pemikiran ataupun berbentuk gerakan. Dinamika dan perhelatan yang terjadi di dalam sejarah adalah buah refrensi bagi generasi pelanjut sejarah, melihat secara seksama dinamika di masa kini, pertama didasarkan pada fakta, banyak generasi yang tidak mampu memahami sejarah dengan baik pada akhirnya mereka tidak mampu menjadi pewaris sejarah dengan baik. Kedua, fakta di atas disebabkan minimnya kemauan generasi untuk memahami sejarah dan pemerintahan tidak secara aktif mampu menciptakan budaya cinta sejarah dua hal tersebut sangat berpengaruh besar dalam menjaga dan melestarikan sebuah sejarah, lebih-lebih sang Proklamator sering mengingatkan “jangan sekali-kali melupakan sejarah”. Dengannya, pemerintah dan segenap generasi harus melakukan secara bersama-sama untuk membangun budaya cinta sejarah sehingga bentuk transformasinya memiliki nadi sejarah. 

Keempat, “mendedikasikan dan menghibahkan diri jua pemuda dan mahasiswa Sumatera-Selatan di seluruh Indonesia yang memiliki Ahklaqul Qarimah, Amanah, dan kepekaan realita yang tinggi”, kembali kepada makna hakiki adalah lompatan terbaik untuk keluar dari kemelut budaya yang tidak berpihak pada keadiluhungan serta kemulyaan seorang pejuang ataupun seorang insan. Disadari atau tidak problematika gerakan pemuda dan mahasiswa masa kini di antaranya adalah persoalan kerelaan, ahklaq/ spiritualitas serta kedirian, permasalahan vital tersebut mampu merebah begitu pesat dan ditrima dengan kuat dan dipertahankan dengan seolah bijak, pada akhirnya sebagai konsekuensi logis mereka terjebak pada logika keserakahan serta strukturalis dan akan membentuk kuasa sektarian. Dengan memiliki kesadaran kesatuan, berjuang untuk bersama, memahami sejarah, tentu akan sampai menjadi insan/pengerak yang siap didedikasikan diri jua untuk perbaikan peradaban.

Kelima, “mampu menciptakan generasi muda yang produktif dalam aneka sektor perekonomian, dari tradisional hingga modern”, sejarah pergerakan ala reformasi telah meninggalkan gerakan berbasis moral, politik, dan intelektual, hingga masa kini salah satu gerakan yang memiliki minat tinggi adalah gerakan politik kendati didapati gerakan moral serta intelektual hanya menjadi hiasan dalam seni berpolitik ala pemuda serta mahasiswa, dengannya, nampak jelas pemuda dan mahasiswa tidak mampu membaca situasi regional, nasional, dan internasional dimana zaman masa kini telah ditandai dengan dinamika multidisiplin keterampilan baik dalam sektor perekonomian, sains, industri, serta pendidikan dan gerakan tersebut di Mancannegara telah dipelopori oleh generasi muda yang mampu melahirkan anak zamannya. Sebagai pembuktian Barang kali kita mampu melakukan merenung sejenak, apa yang sudah dilakukan generasi muda untuk perbaikan negara dalam berbagai sektor keberlangsungan negara? Selintas akan terjawab rutinitas dan aktivitas pemuda dan mahasiswa ternyata berada di luar ruang pembangunan serta perbaikan negara. Menciptakan dan meningkatkan generasi muda yang produktif dalam aneka sektor adalah langkah yang harus dilakukan khususnya dalam sektor perekonomian pemuda dan mahasiswa sudah semestinya berbicara dan bergerak dalam perekonomian, melihat 80% industri di Indonesia adalah milik asing dan kita hanya menjadi pembantu di negeri kita sendiri sama dengan menertawakan hasil perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Keenam, “melestarikan dan memperbaharui kebudayaan yang kontekstual dan bermasyarakat sesuai  zaman dan kebutuhan”, ada pepatah bilang, “bisa karena biasa”, isyarat tersebut mencerminkan kebudayaan memiliki peran vital dalam mencerdaskan, mengsejahteraan, serta menerapkan keadilan dalam berbangsa. Budaya sama halnya dengan ibu dan sejarah sama halnya dengan ayah, keagungan serta kebesaran perjuangan rakyat berbangsa-bangsa di negeri Indonesia kini tinggal cerita layaknya pajangan frame photo yang terpajang di dinding istana dan rumah. Aneka Budaya-budaya kebesaran dan keadiluhungan sejarah tampak tidak sedikitpun dipahami dan di  internalisasi oleh generasi, sehingga generasi muda berjalan dan berteriak lantang layaknya orang berjalan tanpa identitas. Di tambah dengan mudahnya budaya asing dengan mudah menjadi budaya yang populer di Indonesia dan budaya asli indonesia di anggap tidak penting dan akhirnya ditelan bumi begitu saja. Dengan berpegang teguh pada intelegensia kebudayaan yang mampu menjadikan insan yang arif dan bijaksana adalah langkah untuk memperbaiki peradaban manusia Nusantara sehingga mampu mencounter budaya asing dengan bijak dan tidak berlebihan.  

Ketujuh, “mampu berkontestasi kepemimpinan regional dan nasioanal”, sebuah kegemilangan dalam negeri sangat dipengaruhi seorang pemimpin, seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mengerti situasi lebih-lebih menafsirkan situasi, dengan bijak dan adil. Alex Noerdin selaku pemimpin Sumatera-selatan hampir selama 10 tahun telah mampu menjadikan rakyat sumatera-selatan cinta pendidikan dengan adanya program sekolah hingga kuliah geratis adalah bukti tertulis keberhasilan Alex dalam memimpin Sumatera-selatan, dengan berobat geratis Alex mampu menjaga kesehatan rakyatnya. Demikian pula para tokoh tua di kancah nasional, Ryamizad, Hatta Rajasa, Tito Karnavian, dan Marjuki Ali, serta pemimpin lainnya telah mampu berkontribusi untuk negeri dengan maksimal. Namun kenyataan tersebut tidak terjadi dikalangan muda sumatera-selatan, pemuda dan mahasiswa Sumatera-selatan belum mampu mewarnai perubahan regional dan nasional adalah bukti bagian dari kegagalan seorang pemimpin regional dan nasional berspektif Sumatera-selatan. Ada pepatah bilang “keberhasilan orang tua adalah ketika mampu menjadikan anak-anaknya lebih hebat dari orang tuanya”, dan “keberhasilan guru terletak pada kehebatan muridnya”. Menjadi ruang refleksi bagi segenap tokoh tua Sumatera-selatan untuk memikirkan dan turut membesarkan segenap generasi muda Sumatera-selatan. Demikian pula segenap generasi muda Sumatera-selatan harus mampu menjadi pemimpin sebelum menjadi pemimpin dan mampu bekerjasama dengan baik saling asuh, saling asih, dan saling asah.


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to " DASAR PEMIKIRAN KEBANGKITAN GENERASI SRIWIJAYA FASE KE-IV"

Post a Comment