KAJIAN HAM UNTUK PEMULA; HAM & ISLAM



PEMAHAMAN HAM DALAM MASYARAKAT ISLAM
HAM DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Oleh: Shohibul Kafi[1]

Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki oleh setiap pribadi manusia secara kodrati sebagai anugerah dari Tuhan, mencangkup hak hidup, hak kemerdekaan/kebebasan dan hak mempunyai sesuatu. Ini berarti bahwa sebagai anugerah dari tuhan kepada makhluknya, hak asasi tidak dapat dipisahkan dari eksistensi pribadi manusia itu sendiri. Hak asasi tidak dapat dicabut oleh suatu kekuasaan atau oleh sebab-sebab lainnya, sebab jika hal itu terjadi maka manusia kehilangan martabat yang sebenarnya menjadi inti nilai kemanusiaan.
Hak asasi manusia (HAM) adalah hak-hak yang dipunyai oleh semua orang sesuai dengan kondisi yang manusiawi. Hak asasi manusia ini selalu dilihat sebagai sesuatu yang mendasar, fundamental dan penting. Oleh sebab itu, banyak pendapat yang mengatakan bahwa hak asasi manusia itu adalah “kekuasaan dan keamanan” yang dimiliki oleh setiap individu dan wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara hukun, Pemerintahan, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Walau demikian, bukan berarti bahwa perwujudan hak asasi manusia dapat dilaksanakan secara absolut karena dapat melanggar hak asasi orang lain.
Memperjuangkan hak sendiri sampai-sampai mengabaikan hak orang lain, ini adalah tindakan yang tidak manusiawi. Kita wajib menyadari bahwa hak-hak asasi kita selalu berbatasan dengan hak-hak asasi orang lain. Definisi hak asasi manusia menurut para ahli, antara lain : John Locke menyatakan macam-macam Hak Asasi Manusia yang pokok adalah: pertama, Hak hidup (the rights to life) kedua,  Hak kemerdekaan (the rights of liberty), ketiga. Hak milik (the rights to property). Thomas Hobbes menyatakan bahwa satu-satunya Hak Asasi Manusia adalah hak hidup.
1.      Selayang Pandang HAM
Saat ini, HAM dan Demokrasi menjadi Isu penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.bahkan perlindungan HAM merupakan prasyrat bagi kerjasama Internasional. HAM dan Demokrasi adalah dua hal yang saling terkait satu sama lain. Demokrasi tidak bisa tumbuh tanpan adanya HAM; dan sebaliknya, HAM tidak sepenuhnya terlindungi tanpa adanya Demokrasi. Suatu Negara yang mengabaikan HAM dapat dipastikan menjadi sasaran Kritik oleh dunia Internasional, dan akhirnya akan terasing dari pergaulan Internasional.
HAM yang pada dasarnya bersifat Moral dan Apolitis ini mejadi hal yang penting setelah Perang Dunia II dengan lahirnya Universal Declaration of Human Rights (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia) 10 Desember 1984. Yang didukung oleh bagian besar Anggota PBB Perserikatan Bangsa-Bangsa, hanya saja dalam bentuk penerapannya diberbagai Negara masih mengalami banyak masalah.[2]
2.      Dasar Pemikiran HAM
Thomas Jefferson mengemukakan bahwa kewaspadaan terus menerus adalah harga bagi kebebasan. Karena itu, para warga akan dapat mempertahankan kebebasanya jika masing-masing melaksanakan kewajiban untuk mencegah kegiatan politik, keagamaan, dan social yang mungkin akan mengekang hak-hak mereka sendiri dan hak-hak orang lain. [3]
Bill of Rights Amerika disusun berdasarkan Ilham dan Magna Carta, Bill of rights Inggris, dan deklarasi of Rights Virgina. Adapaun dokumentasi DUHAM memuat sebagai berikut;[4]
1.      Kebebasan Agama, bicara, Pers, dan rapat Umum.
2.      Hak memanggul Senjata
3.      Larangan menempatkan tentara dirumahtangga pada masa damai.
4.      Kebebasan dan pemeriksaan dan perampasan tak beralasan
5.      Pengadilan hanya dilakukan setelah tuntutan dan grand jury.
6.      larangan terhadap petaka ganda.
7.      Larangan terhadap pemaksaan para saksi untuk memberi saksi  terhadap diri mereka sendiri
8.      Tidak boleh ada hukuman kecuali dengan proses hukum yang seharusnya.
9.      Tidak boleh ada penyitaan harta tanpa kompensasi yang adil
10.  Hak pengadilan umum yang cepat dalam suatu Negara (bagian) dimana pelanggaran hukum terjadi.
11.  Pengadilan oleh juri dalam perkara sipil  yang melebihi nilai 20 dolar dan setalah pembuktian oleh juri adalah final.
12.  Tebusan yang berlebihan dan hukuman yang kejam dan tidak biasa adalah terlarang
13.  Penyebutan hak-hak seseorang tidak berarti melanggar atau menginkari hak-hak lain yang dimiliki orang lain
14.  Kekuasaan yang tidak diserahkan oleh pemerintah federal tetap dipertahankan oleh Negara bagian atau rakyat.
Disamping mengemukakan kembali ketentuan-ketentuan dalam Bill of Rights, DUHAM juga memuat ketentuan-ketentuan seperti;[5]
1.      Hak Nikah
2.      Hak kebebasan untuk meninggalkan negeri sendiri dan kembali kepadanya.
3.      Hak perlindungan dan penganiayaan
4.      Hak ambil bagian dalam pemerintah
5.      Hak memperoleh keamaan social
6.      Hak hak bekerja
7.      Hak atas gaji yang sama untuk pekerjaan yang sama
8.      Hak untuk istirahat dan keluangan
9.      Hak memperoleh tingkat hidup yang memadai
10.  Hak anak-anak
11.  Hak pendidikan
12.  Hak ambilk bagian dalam kegiatan budaya masyarakat
13.  Hak atas ketertiban social dan internasioanl.
Human Rights Watch adalah sebuah LSM yang sangat penting, memfokuskan diri pada perlindungan hak-hak asasi manusia. Dimulai sejak 1978 dengan didirikannya Helsinki Watch, yang memantau ketaatan Negara-negara Eropa, Amerika Serikat, dan Kanada, dan Prinsip-prinsip hak asasi manusia yang telah disepakati dalam persetujuan Helsinki. Dan hari ini sudah kurang lebih 70 Negara yang terdaftar dalam proses perkembangan HAM.[6]
3.      Pemahaman HAM Dalam Masyarakat Islam
Pemahaman dengan istilah dan system demokrasi yang sampai hari ini masih diperdebatkan diantara ulama serta intelektual dan aktivis Muslim, mereka setuju dengan Istilah HAM ini, meskipun konsep yang mereka kemukakan tidak sepenuhnya sama dengan konsep liberal. Penerimaan ini ditrima dikarenakan esensi dari HAM ini sudah diakui oleh Islam sejak masa permulaan sejarah. Didalam al-Quran dan Hadits disebutkan bahwa manusia dijadikan Kholifah Allah di atas bumi, yang dikarunia kemulyaan dan martabat yang harus dihormati dan dilindungi. Diantara ayat al-Quran yang menunjuhkan hak ini adalah Q.S. Al-Isra’:70, yakni dan “sesungguhnya telah kami mulyakan anak-anak Adam…” melihat ayat ini bisa dipahami secara universal bahwa manusia pada dasarnya sama yang membedakan hanya masalah ketakwaannya.[7]
Abul A’la Mawdudi, yang menulis buku berjudul Human Rights In Islam. Ia menjelaskan bahwa dalam pandangan Islam, HAM merupakan pemberian Allah, dan oleh karena itu tak seorang pun dan taka da satu lembaga pun yang dapat menarik hak-hak itu. Hak-hak ini merupakan integral dan keimanan. Semua orang dan semua pemerintah yang mengklaim dirinya muslim harus menerima, mengakui dan melaksanakan hak-hak ini.[8]
Dalam perspektif Islam, HAM itu akan lebih mudah dijelaskan melalui konsep Maqashid Asy-Syari’ah (Tujuan Syariat). Yang sudah dirumuskan oleh para ulama masa lalu. Tujuan syariah ini adalah untuk mewujudkan kemaslahatan umat manusia dengan cara melindungi dan mewujudkan dan melindungi hal-hal yang menjadi keniscayaan mereka, serta memenuhi hal-hal yang menjadi kebutuhan dan hiasan mereka.[9] HAM ini merupakan aktualisasi dari Konsep Dharuriyyat (keniscayaan) oleh karena itu Muhammad ‘Imarah menulis sebuah buku berjudul: Al-Islam Wa Huquq Al-Insan: Dharurat La Huquq (Islam dan Hak-hak Asasi Manusia: Keniscayaan Bukan Hak). Bukan berarti bahwa ia menolak HAM, melainkan untuk menunjuhkan bahwa HAM sudah dikenal Islam sejak awal, dan bahkan bukan hanya sekedar Hak, melainkan suatu keniscayaan yang wajib diwujudkan.[10]
Teori Maqashid Asy-Syari’ah tersebut mencakup perlindungan terhadap lima hal (Al-dharuriyyat Al-Khamsah), Yakni: Pertama, Perlindungan Terhadap Agama (Hifzh Ad-Diri), yang mengandung pengertian juga hak beragama. Kedua, perlindungan terhadap jiwa dan memperoleh keamanan. Ketiga, perlindungan terhadap akal (Hifzh Al-‘Aqh), yang mengandung pengertian juga hak untuk memperoleh pendidikan. Keempat, perlindungan terhadap harta (Hifzh Al-Mal), yang mengandung pengertian juga untuk memiliki harta, bekerja dan hidup layak. Kelima, perlindungan terhadap keturunan (Hifzh An-Nash), yang mengandung pengertian juga untuk melakukan pernikahan dan mendapatkan keturunan. Sebagian ulama menyebutkan perlindungan terhadap kehormatan (Hifzh Al-‘Irdh) sebagai ganti Hifzh An-Nasl.[11] Eksistensi kemulian manusia (karamah Insaniyyah) akan terwujud dengan perlindungan terhadap lima diatas. Tujuan syariah (Maqashid Asy-Syari’ah) tersebut diperkuat dengan prinsip-prinsip hukum Islam yang meliputi ‘adl (keadilan), Rahmah (Kasih saying), dan hikmah (kebijaksanaan) baik dalam hubungan dengan Allah, dengan sesame manusia maupun dengan Alam.[12]
Para ulama dan intelektual Muslim kemudian mengembangkan konsep tersebut dengan berbagai HAK sebagaimana yang terdapat di dalam Deklarasi HAM (DUHAM) tersebut. hanya saja, beberapa pengamat, Islamolog dan bahkan Intelektual Muslim sendiri melihat adanya perbedaan atau pertentangan antara Islam dan prinsip-prinsip HAM dalam hal-hal tertentu. Sebagian ulama dan intelektual Muslim menjelaskan HAM dalam Islam dengan cara Apologetik, dengan menyatakan bahwa Islam merupakan system yang paling sempurna, sehingga jika ada perbedaan dan pertentangan HAM dan ajaran Islam, Maka HAM harus ditolak.[13]
Berbeda dengan kedua pendapat diatas, cukup banyak intelektual dalam Islam mencoba melihat persoalan HAM dalam ajaran secara lebih kritis, walaupun tetap konsisten mengunakan metodologi standar yang telah disepakati oleh para ulama. Dan mereka juga berusaha untuk mengharmonisasikan antara Islam dan HAM dengan menjelaskan persoalan tersebut serasional mungkin ada yang melakukan reinterpretasi terhadap hal-hal yang secara lahiriyah bertentangan dengan melakukan reinterpretasi dalil-dalil ini secara filosofis dan sosiologis.[14]
Suatu kondisi yang dinilai tidak sesuai dengan salah satu prinsip HAM yang menyatakan peramaan manusia. Ketidaksesuaiaan antara dogtrin Islam dan HAM “Universalnya” ini hanya terdapat beberapa hal saja, yakni terkait dengan batas-batas kebebasan serta ketidaksamaan antara Muslim dan Non Muslim dan juga antara pria dan wanita.
4.      Kesimpulan
HAM yang pada dasarnya bersifat Moral dan Apolitis ini mejadi hal yang penting setelah Perang Dunia II dengan lahirnya Universal Declaration of Human Rights (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia) 10 Desember 1984. Yang didukung oleh bagian besar Anggota PBB Perserikatan Bangsa-Bangsa, hanya saja dalam bentuk penerapannya diberbagai Negara masih mengalami banyak masalah.
Pemahaman dengan istilah dan system demokrasi yang sampai hari ini masih diperdebatkan diantara ulama serta intelektual dan aktivis Muslim, mereka setuju dengan Istilah HAM ini, meskipun konsep yang mereka kemukakan tidak sepenuhnya sama dengan konsep liberal. Penerimaan ini ditrima dikarenakan esensi dari HAM ini sudah diakui oleh Islam sejak masa permulaan sejarah. Didalam al-Quran dan Hadits disebutkan bahwa manusia dijadikan Kholifah Allah di atas bumi, yang dikarunia kemulyaan dan martabat yang harus dihormati dan dilindungi.
Dengan demikian, disamping karena perbedaan filosofis antara Barat dengan Islam, persoalan itu juga disebabkan karena factor kemauan politik (Political Will) dari suatu pemerintah di Negara Muslim. Banyak juga Negara Muslim telah berupaya melakukan penyesuaian praktek HAM yang dimaksudkan agar sesuai dengan budaya masyarakatnya. Namun dalam kenyataanya, penyeseainya ini lebih banyak dimaksudkan untuk menjustifikasi system politik yang dipromosikan oleh pemerintah Negara, bukan untuk mendekatkan Konsep HAM ini kepada konsep Islam, tetapi dibalik itu, penyesuaian itu dimaksudkan untuk menjustifikasi system politik dan melanggenkan kekuasaan.
Disinilah pelaksanaan HAM dinegara-negara Muslim yang belum seseuai dengan Islam serta adanya standar ganda Negara-negara Barat dalam mengandung beberapa persoalan kasus pelaksanaan HAM mengundang munculnya gerakan fundamentalisme dinegara Muslim.
5.      Daftar Pustaka.
Izzat, Hibbah Rauf.1997. Wanita dan Politik Pandangan Islam. Bandung: PT. Remaja Roedakarya. 
Rachman, Budhy Munawar. 2014.  Islam dan HAM Diskursus dan Pengalaman Indonesia. Yogyakarta: Kaukaba Dipantara.
Khalaf, Abd al-Wahhab. 1978. Ilm Ushul Fiqih. (Kuwait : dar al-Qolam, cet.12,)
Mawdudi, Abul A’la. 1976. Human Rights In Islam. (Leicester: The Islamic Foandation)
Al-Jauziyyah, Ibn Qayyim. 1991. I’lam al-Muwaqqi’iu. (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah).
Farida Anik dan Mulia Siti Musdah. 2005. Perempuan dan Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Aristoteles. 2004.  Politik. Terj. Saut Pasaribu. Yogyakarta: Bentang Budaya.
Heywood, Andrew. 2013. Politik. (Edisis IV) Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


[1] Mahasiswa Pascasarjana Kosentrasi Filsafat Islam.Angkatan 2015. Tugas ini dipersembahkan untuk matakuliah HAM Dalam Perspektif Islam. Yang diampu Oleh Bapak. Dr. Martino Sardi.  
[2] Budhy Munawar Rachman.2014.  Islam dan HAM Diskursus dan Pengalaman Indonesia. Yogyakarta: Kaukaba Dipantara. Hlm. 1
[3] Budhy Munawar Rachman.2014.  Islam dan HAM Diskursus dan Pengalaman Indonesia. Yogyakarta: Kaukaba Dipantara. Hlm. X
[4] Budhy Munawar Rachman.2014.  Islam dan HAM Diskursus dan Pengalaman Indonesia. Yogyakarta: Kaukaba Dipantara.  X
[5] Budhy Munawar Rachman.2014.  Islam dan HAM Diskursus dan Pengalaman Indonesia. Yogyakarta: Kaukaba Dipantara.  XII
[6] Budhy Munawar Rachman.2014.  Islam dan HAM Diskursus dan Pengalaman Indonesia. Yogyakarta: Kaukaba Dipantara.  XII
[7] Hadits tersebut dilanjutkan dengan ucapan Nabi; “wahai Manusia, sesunguh daramu, hartamu, dan kehormatanmu (martabat) mu adalah suci, terhormat” lain tentang HAM ini adalah Umar Bin Khatab kepada Amru Ibn Ash, Gubernur Mesir yang memperlakukan seseorang warganya dengan kasar, “mengapa kamu memperlakukan rakyatmu seperti budak, padahal mereka dilahirkan oleh ibunya sebagai manusia merdeka. Budhy Munawar Rachman.2014.  Islam dan HAM Diskursus dan Pengalaman Indonesia. Yogyakarta: Kaukaba Dipantara.  Hlm. 8-9.
[8] Abul A’la Mawdudi, Human Rights In Islam. (Leicester: The Islamic Foandation,1976), hlm. 15-16.
[9]  Abd al-Wahhab Khalaf. Ilm Ushul Fiqih (Kuwait : dar al-Qolam, cet.12,1978) hlm 199.
[10] Budhy Munawar Rachman.2014.  Islam dan HAM Diskursus dan Pengalaman Indonesia. Yogyakarta: Kaukaba Dipantara.  Hlm.10.
[11]  Budhy Munawar Rachman.2014.  Islam dan HAM Diskursus dan Pengalaman Indonesia. Yogyakarta: Kaukaba Dipantara.  Hlm. 11.
[12] Ibn Qayyim Al-Jauziyyah. 1991. I’lam al-Muwaqqi’iu. (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah). Hlm. 11.  
[13] Memang ada diantara Intelektual Islam yang menganjurkan perlu reinterpretasi secara bebas terhadap teks-teks Al-Qur’an dan Hasits serta hasil Ijtihad Ulama Klasik yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip HAM, Walaupun demikian teks-teks itu bersifat Absolut. Namun pendapat yang sangat bebas (Liberal) ini ditolak oleh ulama dan sebagian intelektual Muslim.  Budhy Munawar Rachman.2014.  Islam dan HAM Diskursus dan Pengalaman Indonesia. Yogyakarta: Kaukaba Dipantara.  Hlm. 12.
[14] Diantara hal-hal yang dinilai tidak kampatibel ajaran Islam dan HAM adalah terkait dengan batas-batas kebebasan dan ketidaksamaan anatara Muslim dan Non Muslim serta pria dan wanita. Dalam pasal 1 DUHAM disebutkan: “Semua dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak yang sama”. Tetapi dalam Islam terhadap batasan-batasan yang lebih besar mengeksresikan kebebasan ini, sebagai sebuah agama yang berarti juga panduan yang mengikat, Islam tentu saja memberikan batasan-batasan yang lebih besar terhadap kebebasan dari pada HAM universal. Hal ini termaktub dalam hadits sebagai berikut; “sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban, maka janganlah kamu sia-siakan kewajiban itu; dan Allah telah memberikan beberapa larangan, maka jangan kamu langgar larangan itu; dan Allah telah mengharamkan sesuatu, maka janganlah kamu pertengkarkan dia; Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, dan tidak lupa, maka jangan perbincangan dia” (H.R. Al-Daraquthni). Budhy Munawar Rachman.2014.  Islam dan HAM Diskursus dan Pengalaman Indonesia. Yogyakarta: Kaukaba Dipantara.  Hlm. 13.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "KAJIAN HAM UNTUK PEMULA; HAM & ISLAM"

Post a Comment