Oleh:
Shohibul Kafi, S.Fil
(Alumni
Filsafat UIN Jogja, Alumni PMII Jogja dan Kader PDI Perjuangan)
Di bawah langit Indonesia yang
membentang luas, dengan rimbun pepohonan yang menjulang tinggi dan ombak yang
menyentuh pantai-pantai nusantara, terdapat sebuah gagasan besar yang telah
menjadi bagian dari perjalanan bangsa ini. Gagasan yang memancar dari visi
seorang lelaki yang ditakdirkan untuk memimpin bangsa Indonesia menuju
kemerdekaan dan kejayaannya. Ir. Sukarno, atau Bung Karno, bukanlah sekadar
pemimpin biasa, ia adalah seorang pemikir, seorang penggagas yang tidak hanya
berbicara tentang politik dan negara, tetapi juga tentang manusia yang menjadi
dasar dari segala kemajuan dan perubahan. Dalam pemikirannya, manusia Indonesia
bukanlah sekadar individu yang hidup dalam kerumunan, tetapi manusia yang
memiliki makna mendalam bagi pembangunan bangsa.
Manusia Indonesia adalah dasar bagi Bung
Karno untuk kembali mengambil alih Bangsa Indonesia dari penjajahan
Kolonialisme, lebih lanjut Bung Karno memandang bahwa konsep manusia Indonesia
lebih dari sekadar definisi etnis atau sosial. Bagi Bung Karno, manusia
Indonesia adalah manusia yang lahir dari semangat perjuangan, kebudayaan, dan
cita-cita luhur bangsa. Sebuah konsep yang didasari oleh semangat kemerdekaan,
gotong royong, dan pengabdian untuk tanah air. Dalam karya-karya dan pidatonya,
seperti Indonesia Menggugat (1959) dan Pancasila sebagai Dasar Negara
(1961), Bung Karno memberikan gambaran yang jelas mengenai manusia Indonesia
yang ingin ia bangun. Manusia Indonesia bagi Bung Karno adalah manusia yang
merdeka, berbudi pekerti luhur, berjiwa gotong royong, serta memiliki kesadaran
sosial dan nasionalisme yang tinggi.
Latar Belakang Pemikiran Bung Karno
tentang Manusia Indonesia
Pemikiran Bung Karno tentang manusia
Indonesia tidak terlepas dari latar belakang sejarah panjang bangsa ini yang
dilanda penjajahan. Selama lebih dari tiga abad, Indonesia berada dalam
cengkeraman kekuasaan asing, di mana tanah dan jiwa bangsa ini diperbudak oleh
kolonialisme. Oleh karena itu, kemerdekaan fisik adalah langkah pertama yang
harus dicapai oleh bangsa Indonesia. Namun, Bung Karno tidak puas hanya dengan
pembebasan fisik. Dalam Di Bawah Bendera Revolusi (1964), Bung Karno
menegaskan bahwa kemerdekaan yang sejati adalah kemerdekaan yang meliputi
segala aspek kehidupan, baik fisik, mental, sosial, dan budaya. Manusia
Indonesia haruslah merdeka dalam berpikir, bertindak, dan berinteraksi dengan
sesama.
Manusia Indonesia Sebagai Manusia
Merdeka
Salah satu elemen penting yang Bung
Karno tekankan dalam konsep manusia Indonesia adalah kemerdekaan. Kemerdekaan
bagi Bung Karno bukan hanya berarti terbebas dari penjajahan asing, tetapi juga
kemerdekaan dalam berpikir, dalam menentukan nasib sendiri, dan dalam mengejar
cita-cita. Dalam pidatonya yang terkenal Indonesia Menggugat, Bung Karno
menyatakan bahwa kemerdekaan adalah hak asasi setiap bangsa, dan Indonesia
telah mengorbankan banyak jiwa untuk mencapainya. Oleh karena itu, kemerdekaan
harus dijaga dan dipertahankan, dan manusia Indonesia harus memanfaatkan
kemerdekaan ini untuk membangun dan mengembangkan negara dengan semangat
kebangsaan yang tinggi.
Namun, bagi Bung Karno, kemerdekaan
yang sejati bukanlah kemerdekaan yang mengarah pada individualisme atau
keegoisan. Sebaliknya, kemerdekaan ini harus dilihat dalam konteks kemerdekaan
sosial dan kemerdekaan kolektif. Dalam pidatonya di depan sidang Konstituante,
Bung Karno mengungkapkan bahwa Pancasila adalah landasan yang harus diikuti
oleh setiap warga negara untuk menjaga keharmonisan dan kebersamaan dalam
kehidupan sosial. Manusia Indonesia harus merdeka, tetapi kemerdekaan ini
bukanlah kebebasan tanpa batas yang menyebabkan kerusakan sosial atau
ketidakadilan. Sebaliknya, kemerdekaan ini harus dijaga dalam bingkai
kepentingan bersama.
Manusia Indonesia Sebagai Manusia
Berbudi Pekerti Luhur
Konsep selanjutnya yang sangat
mendalam dari Bung Karno adalah bahwa manusia Indonesia harus menjadi manusia
yang memiliki budi pekerti luhur. Dalam bukunya Pancasila sebagai Dasar
Negara (1961), Bung Karno menggambarkan bahwa Pancasila bukan hanya
sebagai dasar negara, tetapi juga sebagai jalan hidup bagi bangsa Indonesia.
Pancasila memberikan petunjuk untuk membentuk karakter yang luhur, yang tidak
hanya berorientasi pada kepentingan diri sendiri, tetapi pada kepentingan bersama.
Budi pekerti luhur yang dimaksud
Bung Karno adalah nilai-nilai moral yang mencakup kejujuran, keadilan, saling
menghormati, dan kasih sayang antar sesama. Nilai-nilai ini merupakan dasar
dari suatu kehidupan masyarakat yang adil dan sejahtera. Dalam pidatonya yang
berjudul Pancasila sebagai Dasar Negara, Bung Karno menekankan bahwa
pembangunan bangsa tidak hanya diukur dari kemajuan materi, tetapi juga dari
seberapa jauh bangsa Indonesia mampu mempertahankan dan menghidupkan
nilai-nilai moral yang terdapat dalam Pancasila. Manusia Indonesia yang berbudi
pekerti luhur adalah mereka yang memiliki integritas, tidak hanya di ruang
privat, tetapi juga dalam kehidupan sosial dan politik. Mereka adalah
individu-individu yang tidak terjebak dalam keserakahan atau kepentingan
pribadi, melainkan senantiasa berupaya menciptakan kesejahteraan bersama.
Manusia Indonesia Sebagai Manusia
Gotong Royong
Salah satu nilai yang sangat penting
bagi Bung Karno adalah prinsip gotong royong. Sebagai sebuah bangsa yang
plural, dengan berbagai suku, agama, dan budaya, Indonesia memerlukan semangat
kebersamaan yang dapat mengikat semua elemen masyarakat dalam satu tujuan
bersama. Dalam pidatonya yang terkenal di depan sidang MPRS, Bung Karno
menegaskan bahwa untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan, bangsa Indonesia harus
mengedepankan gotong royong, bukan individualisme. Manusia Indonesia, dalam
pandangan Bung Karno, “adalah manusia yang sadar akan tanggung jawab
sosialnya, yang mampu bergotong royong untuk mengatasi tantangan-tantangan yang
ada”.
Gotong royong menurut Bung Karno
bukan hanya soal kerjasama dalam skala kecil atau komunitas, tetapi sebuah
prinsip yang harus diterapkan dalam pembangunan nasional. Dalam Pancasila
sebagai Dasar Negara (1961), Bung Karno mengingatkan bahwa Indonesia
sebagai bangsa yang besar dan majemuk memerlukan semangat gotong royong untuk
menjaga keutuhan dan persatuan bangsa. Pembangunan yang seharusnya dilakukan
bukan hanya berdasarkan kepentingan segelintir orang, tetapi harus mencakup
seluruh lapisan masyarakat, dari yang kaya hingga yang miskin, dari yang
berkuasa hingga yang terpinggirkan. Semangat gotong royong adalah kekuatan yang
mampu menyatukan perbedaan-perbedaan ini dalam satu tujuan mulia: kemajuan
bangsa.
Manusia Indonesia Sebagai Manusia
Berbudaya dan Progresif
Bung Karno memandang manusia
Indonesia tidak hanya sebagai manusia yang terikat pada budaya lokal atau
tradisi, tetapi juga manusia yang progresif. Dalam pidatonya di depan pertemuan
nasional pemuda, Bung Karno dengan tegas mengatakan bahwa Indonesia harus
menjadi bangsa yang maju, tetapi tanpa mengorbankan identitas budaya yang telah
lama menjadi bagian dari jati diri bangsa. Bagi Bung Karno, kemajuan tidak
dapat terlepas dari akar budaya yang menjadi dasar kehidupan sosial bangsa
Indonesia.
Namun, Bung Karno juga menegaskan
bahwa kemajuan tidak boleh dikesampingkan oleh tradisi yang ketinggalan zaman.
Manusia Indonesia harus menjadi manusia yang berpendidikan, berwawasan luas,
dan memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan zaman. Dalam hal ini,
Bung Karno mengajarkan bahwa peradaban dan kemajuan ilmu pengetahuan adalah
bagian tak terpisahkan dari pembentukan manusia Indonesia yang ideal. Dalam
karya Di Bawah Bendera Revolusi (1964), Bung Karno menyatakan bahwa
bangsa yang tidak mengembangkan ilmu pengetahuan akan tertinggal dari
bangsa-bangsa lain. Oleh karena itu, manusia Indonesia harus memiliki semangat
untuk berinovasi dan terus berkembang dalam berbagai bidang, termasuk ilmu
pengetahuan dan teknologi, sembari tetap menjaga nilai-nilai luhur budaya lokal
yang ada.
Manusia Indonesia Sebagai Manusia
Nasionalis dan Internasionalis
Bung Karno juga mengajarkan bahwa
manusia Indonesia harus memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi, tetapi dengan
tetap terbuka terhadap semangat internasionalisme. Dalam Pancasila sebagai
Dasar Negara (1961), Bung Karno dengan tegas mengatakan bahwa Indonesia
harus tetap menjunjung tinggi kedaulatan dan kemerdekaannya, namun dalam saat
yang bersamaan, Indonesia harus aktif berperan dalam mewujudkan perdamaian
dunia. Bagi Bung Karno, nasionalisme Indonesia tidak boleh eksklusif, melainkan
harus terbuka kepada solidaritas dan kerjasama dengan bangsa-bangsa lain,
terutama dengan negara-negara yang berjuang untuk kemerdekaan dan keadilan
sosial.
Manusia Indonesia yang ideal adalah
manusia yang mencintai tanah airnya, tetapi juga peduli terhadap kemanusiaan
secara universal. Oleh karena itu, jiwa nasionalisme yang dimiliki manusia
Indonesia haruslah diimbangi dengan semangat untuk berkontribusi pada perbaikan
dunia.
Bung Karno, dengan segala
kecerdasannya dan visinya yang jauh ke depan, telah merumuskan gambaran
mengenai manusia Indonesia yang tidak hanya berfokus pada aspek fisik atau
materi, tetapi juga pada aspek moral, sosial, dan spiritual. Manusia Indonesia,
menurut Bung Karno, adalah manusia yang merdeka, berbudi pekerti luhur, berjiwa
gotong royong, dan selalu berusaha untuk berkembang dan berperan serta dalam
mewujudkan kemajuan bangsa. Nilai-nilai ini tidak hanya relevan pada masanya,
tetapi juga terus menginspirasi bangsa Indonesia untuk membangun karakter
bangsa yang adil, makmur, dan berbudaya.
Melalui pemikiran-pemikirannya yang
terangkum dalam karya-karya dan pidato-pidatonya, Bung Karno memberikan peta
jalan bagi kita untuk memahami siapa sebenarnya manusia Indonesia itu sebuah
bangsa yang merdeka, berbudi pekerti luhur, dan selalu bergerak menuju kemajuan
tanpa kehilangan jati dirinya.

0 Response to "MEMBANGUN JIWA BANGSA: MANUSIA INDONESIA MENURUT BUNG KARNO"
Posting Komentar