DOGTRIN AQIDAH QODARIYAH

KATA PENGANTAR
Dewasa ini aliran teologi makin menjadi-jadi. Pluralits aliran seharusnya menjadikan pilihan bagi paradigmanya, namun, hal itu berbanding terbalik. Pluralitas aliran menjadikan  perpecahan yang sangat hebat. Entah dari arah mana paradigma klasik hingga kontenporer  berfikirnya. Padahal, apabila kita mencari kebenaran yang bersifat tersirat, maka, kita bisa masuk keranahnya. Namun, hal itu, sangat jarang sekali yang melakukannya. Dan pada akhirnya, rasa egoistiklah yang menguasainya, hingga ia merasa yang paling benar. Dan mengajak yang bersifat fatalistik. Dan apabila ia tidak mau, maka, ia tidak segan-segan mengharamkan segala ritualitasnya.

Tuhan adalah pencipta alam semesta, termasuk dalamnya manusia sendiri. Selanjutnya tuhan bersifat maha kuasa dan mempunyai kehendak yang bersifat mutlak. Disini timbulah pertanyaan sampai dimanakah manusia sebagai ciptaan tuhan, bergantung  pada kehendak dan kekuasan mutlak tuhan, dalam menentukan perjalan hidupnya? Diberi tuhankah manusia kemerdekaan dalam mengatur hidupnya? Ataukah manusia terikat seluruhnya pada kekuasan dan kehendak  mutlak tuhan?

Berbicara menganai teolog tidaklah semudah kita menutup mata, begitu juga  ketika berbicara mengenai aliran qodariyah, salah satu doktrin teolog islam. Se-usai wafatnya rasul, umat islam laksana anak ayam yang ditinggal mati induknya. Banyak fenomena-fenomena yang menguncang umat islam, diantaranya munculah berbagai aliran-aliran teolog/ kalam yang mempunyai doktrin-doktrin tersendiri.  Ironisnya di setiap aliran merasa yang paling benar, kalau semua orang atau aliran merasa benar, lantas siapa yang salah. Dari sinilah muncul pemikiran paradigma klasik hingga sekarng dengan harapan mencari kebenaran yang lebih konkrit.

 Dengan adanya perbedaan-perebedaan baik persoalan teolog, fikih, dan tasawuf lah yang menimbulkan pintu ijtihad, dan munculnya filosof-filosof muslim. Dari sini apa bila kita kaitankan dengan firman tuhan, dan hanya orang-orang yang berfikir yang akan mengetahui ke Esa an tuhan,  sangat relevan. Sebab, tanpa berfikir dengan sistematis radikalis tentu tidak akan menemukanya. Oleh karena itu, sebagai seorang manusia yang telah di sediakan bermacam-macam pilihan, harus bisa memaksimalkan untukNYA.

Tentang apakah pada diri manusia itu terdapat kemampuan daya ihktiar atau tidak , maka, lahirlah faham qodariyah  dan faham jabariyah. Qodariyah sebagai indeterminisme teologis, menerutnya manusia mempunyai kebebasan menentukan nasibnya sendiri atau bebas berkehendak untuk berbuat. Karena, banyak segi persamaan pemikiran filsafatnya dengan mu’tazilah, maka, disebut qodariyah mu’tazilah. Berbeda halnya dengan faham qodariyah, maka, faham jabariyah sebagai diterminesme teologis, menurutnya manusia dalam perbuatanya itu serba terpaksa  atau majbur di luar data ihtiarnya, ibarat sehelai  bulu ayam akan terbang mengikuti arah angin bertiup atau seumpama sepotang kayu mengikuti kemana saja hembasan ombok laut.


BAB I
PENDAHULUAN

Qadariyah berasal dari bahasa arab, yaitu dari bahasa qadara yang artinya kemampuan dan kekuatan. Adapun menurut pengertian termonologi, Qadariyah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh tuhanberdasarkan pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa Qadariyah dipakai untuk nama aliran yang memberi penekanan atas kebebasan dalam hal ini, Harun Nasution menegaskan bahwa kaum Qadariyah berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai qudrah atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia harus tunduk pada qadar tuhan
TUJUAN
Tujuan qadariyah :
1.    manusia mempunyai qudrah atau kekuatan untuk melaksanakan   kehendaknya.
2.    memberikan pengetahuan tentang islam.
3.    agar tidak mengingkari ilmu Allah SWT.
4.    agar mempercayai takdir Allah SWT.

RUMUSAN MASALAH
Bagaimana Eksistensi dan Doktrinasi Teologi Perspektif  Qodariyah?
                                                 
BAB 2
PEMBAHASAN

Eksistensi dan Doktrinasi Teologi Perspektif  Qodariyah[1] Masarakat Arab sebelum Islam kelihatanya dipengaruhi oleh faham   jabariyah ini. Bangsa arab, yang pada waktu itu bersifat serba sederhana dan jauh dari pengetahuan, terpaksa menyesuaikan hidup mereka dengan suasana padang pasir, dengan panas yang terik serta tanah dan gunungnya yang gundul. Dalam dunia demikian, mereka tidak banyak melihat jalan untuk merobah keadaan sekeliling mereka, sesuai dengan keinginan mereka sendiri. Mereka merasa dirinya lemah dan tak berkuasa dalam menghapi kesukaran-kesukaran hidup yang timbul di padang pasir. Dalam kehidupan sehari-hari mereka banyak bergantung pada kehendak natur. Hal ini yang membawa mereka pada sikap fatalistik. [2]

Oleh karena itu, ketika faham qodariyah di bawa ke dalam kalangan mereka oleh orang-orang islam yang bukan berasal dari Arab padang pasir, hal itu menimbulkan kegoncangan dalam pemikiran mereka. Faham qodariyah itu dianggap bertentangan dengan ajaran islam. Adanya kegoncangan dan sikap menentang faham qodariyah dapat dilihat dalam hadis-hadis mengenai qodariyah. Qodariyah berasal dari  bahasa arab, yaitu dari kata qodara yang artinya[3]kemampuan dan kekuatan[4].

Adapun menurut termenologi, qodariyah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak di intervensi oleh tuhan. Aliran ini berpendapat bahwa, tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatanya; “seseorangmelakukan atau meningalkan atas kehendaknya sendiri”,[5] dalam hal ini, Harun nasution menegaskan bahwa kaum qodariyah berasal dari pengertian qudroh atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian  bahwa manusia terfataliskan oleh qodar tuhan.[6]

Seharusnya, sebutan qodariyah diberikan kepada aliran yang berpendapat bahwa qodar, menentukan segala tingkah laku manusia. Namun, sebutan tersebut telah melekat pada kaum sunni, yang percaya bahwa manusia mempunyai kebebasan berkehendak.[7] MenurutAhmad yamin, sebutan ini diberikan kepada para pengikut qodar oleh mereka yang merujuk yang menimbulkan kesan negatif bagi nama qodariyah.[8] Hadis itu berbunyi:  yang artinya. “Kaum qodariyah adalah majusinya umat ini.”[9]

Mereka dikatakan majusi[10], karena mereka berasumsi adanya dua pencipta, yaitu pencipta kebaikan dan pencipta keburukan. Hal ini sama persis dengan ajaran agama majusi atau Zaroester yang mengatakan adanya dewa terang, kebaikan dan siang disebut           Ahura Mazda, dan dewa keburukan, gelab atau malam, disebut Ahriman atau Angramayu

Menurut[11] Prof. Abdul Rozak, kapan qodariyah muncul dan siapa tokoh-tokohnya sampai detik ini masih diperdebatkan. Akan tetapi, menurut Prof. Sahilun Qodariyah mula-mula timbul sekitar tahun 70H/689 M, dipimpin oleh Ma’had al-juhni al-bisry dan ja’ad bin dirham, pada masa pemerintahan Kholifah Abdul Malik Bin Marwan(685-705M.).  Menurut Ahmad Yamin, ada ahli teologi yang mengatakan bahwa qodariyah pertama kali dimuncul oleh Ma’had Al-Jauhani dan Ghalian Ad-Dimasyqy.[12]Ma’had adalah seorang taba’I yang dapat dipercaya dan pernah berguru pada  Hasan Al-Basri.[13] Dan juga ia pernah belajar dengan Washil Bin Atho, pendiri aliran Mu’tazilah hal ini menurut Prof. Sahilun. Akan tetapi, mengenai kematian Ma’had terjadi perbedaan pendapat antara Prof. Harun nasution dengan prof. Sahilun. Menurut prof. Sahilun Ma’had dihukum mati oleh al-hajaj gubernur Basroh, karena doktrin-doktrinnya. Berbeda dengan perspektif Prof. Harun nasution[14], menurutnya Ma’had meninggal karena ia kepada Abd al-rahman Ibn A-Ays’as, gubernur Sajistan, dalam menentang kekuasan bany umayah.

Dalam pertempuran dengan Hajaj Ma’had mati terbunuh. adapun ghalian adalah seorang orator berasal dari damaskus dan ayahnya menjadi maula usman bin affan.[15]dia datang ke damaskus pada masa pemerintahan Kholifah Hisam bin Abdul Malik ( 105-125), ghalian juga dihukum mati karena, doktrin yang dia bawa dan yang sebarkan.[16] “ perspektif  Prof. Sahilun” sedangkan perspektif  Prof. Harun [17] pada saat itu ghalian meneruskan  siar faham qodariyah-nya di damaskus, tetapi, mendapat tantangan dari kholifah Umar bin Abdul Aziz.  Setelah wafatnya Umar ia meneruskan kegiatan lamanya, sehingga akhirnya ia mati dihukum mati oleh Hisyam bin Abd al-Malik ( 724-743). Sebulum  dijatuhi hukum mati diadakan perdebatan  antara Ghalian dengan Al-Awza’I yang di hadiri oleh Kholifah Hisyam[18]

Ibnu Nabatah[19] dalam kitabnya Syarah Al Uyun, seperti yang dikutif Ahmad Amin, memberi informasi lain bahwa yang pertama sekali memunculkan faham qodariyah adalah orang irak yang semula beragama Kristen yang kemudian masuk islam dan kemudian balik lagi masuk Kristen. Dari orang inilah Ma’had dan ghalian mengambil faham ini.[20]Orang irak yang dimaksud, sebagaiman dikatakan Muhammad Ibnu Syu’ib yang memperoleh dari Al-auzai adalah Susan. [21]

Sementara itu, W. Montgomery Watt  menemukan dokumen lain melalui tulisan Hellmut Ritter dalam bahsa Jerman yang dipublikasikan melalui majalah der islam pada tahun 1933. Artikel ini menjelaskan bahwa paham qodariyah ini terdapat dalam kitab Risalah dan ditulis untuk kholifah abdul malik oleh Hasan Al-Basri sekitar tahun 700 M.  hasan adalah anak seorang tahanan di irak. Ia lahir di madinah tetapi, pada tahun 657, pergi kebasroh hinngga akhir hayatnya. Apakah hasan tergolong orang-orang qodariyah atau bukan sampai saat ini masih diperdebatkan.  Namun, dalam kitab risalah ia mempercayai bahwa manusia memiliki kebebasan untuk memilih.[22]

Ma’bad dan ghalian, menurut watt adalah penaganut paham qodariyah yang hidup setelah hasan basari.[23]kalau dihubungkan dengan keterangan Adz-Dzahabi dalam mizan al-I’tidal, sebagaimana yang dikutif ahmad yamin yang menyatakan bahwa ma’had dan ghalian pernah belajar dengan hasan basri, maka sangat mungkin faham qodariyah ini mula-mula dikembangkan oleh Hasan Al-Basri. Dengan demekian, keterangan yang ditulis oleh Ibnu Nabatah dalam Syaraha Al-Uyun bahwa faham qodariyah berasal dari orang-orang kristen yang kemudian masuk islam dan kemudian masuk kristen lagi, adalah hasil rekayasa yang tidak sependapat dengan pemikiran teologi kalam qodariyah. Lagi pula menurut Kremer, seperti yang dikutif Ignaz Goldziher, dikalangan gereja timur pada saat itu terjadi perdebatan tentang butir doktrin faham qodariyah yang mencengkam pikiran teologinya.[24]

Dalam kitab Al- Milal wa An-Nihal, pembahasan masalah qodariyah disatukan dengan doktrin-doktrin Mu’tazilah, sehingga perbedaan antara kedua aliran tidak begitu jelas.[25] Ahmad yamin juga menjelaskan bahwa doktrin-doktrin qodar lebih luas di kupas oleh kalangan Mu’tazilah sebab, doktrin ini juga telah digunakan oleh kalangan Mu’tazilah. Akibatnya, sering kali faham ini qodariyah di sebut dengan faham Mu’tazilah karena dua kalangan ini berasumsi bahwa manusia mampu mewujudkan keinginannya tampa ada interventasi dari tuhan.[26]

Munkin timbul pertanyaan, bagaimana sebenarnya persoalan jabariyah dengan qodariyah atau Freewill dalam al-quran  sebagai sumber utama dan pertama mengenai ajaran-ajaran islam? Kalai kita kembalikan kepada al-quran maka, kita jumpai didalamnya ayat-ayat yang membawa kepada faham qodayiyah dan sebaliknya pula kita jumpai ayat-ayat yang membawa kepada faham jabariyah.[27]

Lihat al-quran: surat al-kahf, (18)-29,
Yang artinya: katakanlah : “,..kebenaran datang dari tuhanmu, siapa yang mau, percayalah ia, siapa yang  mau janganlah ia percaya’’
Kemudian lihat al-quran : surat fussilat,(41)-41,
Yang artinya: ‘..buatlah apa yang kamu kehendaki, sesungghuhnya ia melihat apa yang kamu perbuat”.
Dan lihat juga pada ayat: Ali-Imron ayat(3)-164, Al-Rafd,(13)-11, Al-an’am,(6)-112, Al-saffat, (37)-96, al-hadid, (57)- 22, al-anfal,(8)-17, dan surat al-insan, (76)-30.

Inilah beberapa ayat yang mereka jadikan pedoman dalam bertindak, saya tidak tau, dari sisi mana orang-orang qodariyah menilai, namun, apabila saya kaitan dengan argumentatfi Abd. Rahman Dahlan dalam bukunya kaidah-kaidah penafsiran alquran[28], beliau menulis dalam buku tersebut, bahwasanya, hanya dengan memikirkan dan merenungkan nama, sifat, dan af’alnya tuhanlah maka, akan timbulah kemantaban dalam ranah ketauhidan, ia mengatakan bahwa manusia terikat denganhukum kausalitas,  dengan memperhatikan hadis qudsi yang berbunyi[29]“hay hamba-hambaku, semua  kamu adalah sesat, kecuali orang yang kutunjuki. Karena, itu memohanlah petenjuk kepadaku,niscaya akan kutunjuki…”

Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghalian tentang doktrin Qodariyah bahwa “manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya”. Manusia sendirilah yang menentukan kebaikan dan keburukan atas perbuatan “ kehendak dan kebebasan” menjauhi atau melakukan kemauan dirinya sendiri.[30] Salah satu pemuka qodariyah yang lain, An-Nazzam, berargumentasi bahwa manusia hidup mempunyai daya. Selagi manusia mempunyai daya, ia berkuasa atas segala perbuatannya.[31] Kalangan determinis radikal mengatakan bahwa kebebasan manusia adalah ilusi karena Allah maha kuasa. Semua fenomena merupakan efek langsung dari Allah. Tindakan manusia adalah suatu hal yang dilaksanakan (performed) bukan diciptakan (not created).“Allah menciptakan kalian dan apa yang kalian perbuat itu (Q S. Al-Shaffat 37:96)

 “sesungguhnya, kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang telah kalian kerjakan” (QS An-Nahl 16:93) Para pendukung kehendak bebas berargumentasi bahwa mengingkari kehendak bebas manusia berarti mengingkari keseluruhan semangat Quran yang berulang-ulang mendorong manusia untuk berbuat kebaikan.

Sigmund Freud: hal yang paling ditakuti oleh manusia adalah kematian. Karena kematian itu tidak dapat ditolak, manusia mencari perlindungan kepada hal yang bersifat supernatural. Jean Paul Sartre: manusia tidak bebas lagi ketika menghadapi kematian. Kematian adalah absurd, ia statis tetapi kedatangannya adalah kepastian.  
Faham takdir dalam pandang Qadariyah bukanlah dalam pengertian takdir yang umum di pakai bangsa Arab ketika itu,yaitu faham yang mengatakan bahwa nasib manusia telah di tentukan terlebih dahulu. Dalam perbuatan- perbuatannya,manusia hanya bertindak menurut nasib yang telah di tentukan sejak azali terhadap dirinya.Dalam faham Qadariyah,takdir itu ketentuan Allah yang di ciptakan-Nya bagi alam semesta beserta seluruh isinya,sejak azali,yaitu hukum yang dalam istilah Al-Quran adalah sunatullah.

Secara alamiah, sesungguhnya manusia telah mailiki takdir yang tidak dapat diubah. Manusia dalam dimensi fisiknya tidak dapat berbuat lain, kecuali mengikuti hukum alam. Misalnya, manusia ditakdirkan oleh Tuhan tidak mempunyai sirip atau ikan yang mampu berenang dilautan lepas. Demikian juga manusia tidak mempunyai kekuatan. Seperti gajah yang mampu mambawa barang beratus kilogram, akan tetapi manusia ditakdirkan mempunyai daya pikir yang kreatif, demikian pula anggota tubuh lainnya yang dapat berlatih sehingga dapat tampil membuat sesuatu ,dengan daya pikir yang kreatif dan anggota tubuh yang dapat dilatih terampil. Manusia dapat meniru apa yang dimiliki ikan. Sehingga ia juga dapat berenang di laut lepas.

Demikian juga manusia juga dapat membuat benda lain yang dapat membantunya membawa barang seberat barang yang dibawa gajah. Bahkan lebih dari itu, disinilah terlihat semakin besar wilayah kebebasan yang dimiliki manusia. Suatu hal yang benar-benar tidak sanggup diketahui adalah sejauh mana kebebasan yang dimiliki manusia ? siapa yang membatasi daya imajinasi manusia? Atau dengan pertanyaan lain, dimana batas akhir kreativitas manusia?

Dengan demikian dapat di krucutkan bahwa doktrinasi faham qodariyah pada dasarnya menyatakan bahwa manusia[32] mempunyai kemampuan untuk bertindak (qodrat) dan mempunyai kemampuan untuk memilih ( Irodah). Karena itu manusialah yang menentukan mau berbuat kebaikan atau sebaliknya kerusakan/ keburukan. Dan manusia sendirilah yang akan menangung segala tindakan yang telah dilakukan,kelak di akherat. Ditinjau dari aspek politik yang dianggap kejam. Apabila firqoh jabariyah berpendapat bahwa kholifah bany umayah membunuh orang, hal itu karena sudah ditaqdirkan tuhan. Demikian dan hal ini berarti merupakan topeng kekejamannya, maka, firqoh qodariyah mau membatasi qodar tersebut. [33]Mereka mengatakan bahwa allah SWT itu adil, maka, allah Swt. Akan menghukum orang yang bersalah dan member pahala bagi orang yang berbuat baik.

kehadiran mazhab qodariyah sebagai isarat pembangkangan politik bany umayah, karena itu, kehadiran qodariyah dalam ranah penekanan, bahkan, pada zaman Abdul Malik Ibn Marwan pengaruh qodariyah dapat dikatakan lenyap, akan tetapi, hanya sejenak saja. Sebab, dalam perkembangan selanjutnya doktrin-doktrin pemikiran qodariyah tertampung dalam aliran mu’tazilah[34].

           






BAB 3
KESIMPULAN

           
Tuhan adalah pencipta alternative atau pilihan takdir. Alternatif ketentuan Allah yang diciptakan bagi alam semesta beserta seluruh isinya sejak azali, yaitu hukum alam yang dalam istilah al-Qur’an disebut Sunnatullah. Manusia menjadi penentu akhir perbuatan yang akan dilakukannya, karena memiliki kekuatan dan kemampuan untuk memilih yang baik atau yang buruk tanpa intervensi Tuhan.
Seseorang diberi ganjaran baik dengan balasan surga kelak di akhirat. Dan seseorang akan diberi ganjaran siksa  di neraka. Semua ini atas pilihan sadar manusia sendiri, bukan pilihan akhir Tuhan. Tidaklah pantas manusia menerima siksaan atas tindakan salah yang dilakukan bukan atas keinginan dan kemampuannya sendiri.

Qodariyah berasal dari  bahasa arab, yaitu dari kata qodara yang artinya kemampuan dan kekuatan. Adapun menurut termenologi, qodariyah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak di intervensi oleh tuhan. Perspektif aliran Qodariyah bahwa “manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya”. Manusia sendirilah yang menentukan kebaikan dan keburukan atas perbuatan “ kehendak dan kebebasan” menjauhi atau melakukan kemauan dirinya sendiri. Perpecahan aliran teologi  islam merupakan suatu tanda kebesaran allah, hal itu merupakan bukti yang riil bagi kita, sebab, kekuasan allah tidaklah sama dengan kekuasan manusia. Bayangkan saja, jika di dunia ini hanya ada satu warna, maka, dunia tidak akan seru, laksana, dunia rata dengan air lautan, oleh karena itu nabi adam kendati merasakan hal itu.

            Menurut Abr. Rahman Dahlan. Ada beberapa cara  untuk memantabkan ketauhidtan manusia. Hanya dengan memikirkan dan merenungkan sunnahtullah dan memikirkan tanda-tanda kebesaran allah pada alam semesta, kemudian merenungkan nama, sifat, dan perbuatan tuhan yang menunjuhkan kemahasemprnaan  dan kemahabesaraan-NYA.  Dengan memikirkan dan merenungkan semua itu, didalam hati manusia akan timbul motivasi yang semakin kuat untuk mempertuhankan allah sebagai tuhan seluruha sejagat alam.      Al-quran mengajak seluruh umat manusia untuk memuji dan mengagumkan allah, karena, hanya DIA yang mempunyai kesempurnaan dalam segala aspek.















DAFTAR PUSATAKA
                Asmuni, Yusron. Pengantar Ilmu Tauhid. Jakarta. CV: pedoman ilmu jaya:1988
            Nasution, Harun, Teologi Islam, Jakarta,UIP; 1972
            Nasir, A, Sahilun, Pemikiran Kalam/ Teologi Islam. Jakarta,  Grafindo Persada;  2010
            Dahlan, Rahman, Abd, Kaidah-Kaidah Penafsiran Al-Quran. Bandung, Mizan;1997
            Rozak, Abdul, dan, Anwar Rosihon, Ilmu Kalam, Jawa Barat, CV. PUSTAKA SETIA; 2011
            Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran, sejarah analisa perbandingan,
            Mu’in, M. Taib Abdul, Ilmu Kalam, Jakarta: Widjaya, 1997.







[1]  Makalah ini di susun oleh shohibul kahfi, mahasiswa aqidah dan filsafat, dalam mata kuliah ilmu kalam klasik, yang di ampu oleh prof. iskandar, yang diwakilkan oleh bapak mutiullah M. S. Fil. I. semester dua.
[2] Harun Nasution, Teologi Islam. Hlm, 31-32
[3]. Abdul Rozak, dan Rosihan Anwar, Ilmu Kalam,2001,hlm 70-75
[4] Luwis Ma’luf Al-yusu’I Al-Munjid, Al- khatahulukiyah, beirut, 1945, hlm, 436; lihat juga Hans Wehr, A Dictionary Of modern Wraitten Arabic, Wlesbanden, 1971, hlm, 745.
[5] Al-yusu’I, op cit., hlm, 436
[6] Nasution, teologi islam,,,,,,,hlm, 31.
[7] W. Montgomery Watt, Islamic philosophy and teology: An Extended Survey, Harrassowitz, Edinbugrh Ubiversity,1992,hlm, 25
[8] Ahmad yamin,Fajr Al-Islam, Maktabah An-Nahdhoh Al-Misriyah Li Ashhabiha Hasan Muhmmad Wa Auladihi, kairo,1924, hlm, 284
[9] Hadis ini ditukil dalam kitab sunan abu daud, “ Kitab As-Sunnah,” bab 16,Fi Al-qodr, dan dalam Musnad Imam Ahmad Bin Hambal, juz dua Liafadz Al-Hadis An-Nawawi, Juz lima, E.J Briil,Leiden,1965,hlm,318
[10] Sahilun, pemikiran kalam, hlm,140.
[11] Sahilun, pemikiran kalam, hlm,139
[12] Ahmad Yamin, op.cit,hlm, 284
[13] Ibid.
[14] Harun Nasution, Teologi Islam, hlm, 32.
[15] Ibid.
[16] Sahilun, pemikiran kalam, hlm,141
[17] Harun Nasution, Teologi Islam, hlm, 32-33
[18] Untuk teks perdebatan ini, lihat Al-Mazahib,hlm,190.dsb.
[19] Abdul Rozak, dan Rosihan Anwar, Ilmu Kalam,2001,hlm 70-
[20] Ibid.
[21] Al-Bagdadi, Al- Faqr bain al-firoq. Maktabah Muhammad Ali Sueih, kairo,hlm18
[22] Watt, op,cit.,hlm, 25
[23] Ibid.,hlm.28
[24] Ignaz Goldziher, pengantar teologi dan hukum islam,terj, Hersri Setiawan,INIS,Jakarta,1991, hlm,79.
[25] Asy-Syahrastani,Op,Cit.,hlm, 85
[26] Ahmad Yamin,op,cit, hlm,287
[27] Ahmad Nasution, teologi islam. Hlm, 35
[28] Abd. Rahman Dahlan, Kaidah-Kaidah Penafsiran Al-Quran, hlm, 213.
[29] Hadis qudsi merupakan salah satu jenis wahyu yang diturunkan kepada nabi Muhammad Saw. Akan tetapi,  meskipun sama-sama wahyu, hadis qudsi berbeda dengan alquran. Makna dan redaksi ayat-ayatal-quran secara langsung dari allah. Sementara hadis qudsi, hanya maknanya saja  yang langsung dari allah sedang redaksinya berasal dari nabi Muhammad Saw.
[30] Harun Nasution, teologi islam. Hlm, 31
[31] Al-Ghurabi, op, cit, hlm,201
[32] Yusro Asmuni, pengantar ilmu tauhid, hlm, 62,
[33] Sahilun, pemikiran kalam, hlm,141
[34] Yusro Asmuni, pengantar ilmu tauhid, hlm, 63,

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "DOGTRIN AQIDAH QODARIYAH "

Post a Comment