KATA PENGANTAR
Dewasa
ini aliran teologi makin menjadi-jadi. Pluralits aliran seharusnya menjadikan
pilihan bagi paradigmanya, namun, hal itu berbanding terbalik. Pluralitas
aliran menjadikan perpecahan yang sangat hebat. Entah dari arah mana
paradigma klasik hingga kontenporer berfikirnya. Padahal, apabila
kita mencari kebenaran yang bersifat tersirat, maka, kita bisa masuk
keranahnya. Namun, hal itu, sangat jarang sekali yang melakukannya. Dan pada
akhirnya, rasa egoistiklah yang menguasainya, hingga ia merasa yang paling
benar. Dan mengajak yang bersifat fatalistik. Dan apabila ia tidak mau, maka,
ia tidak segan-segan mengharamkan segala ritualitasnya.
Tuhan
adalah pencipta alam semesta, termasuk dalamnya manusia sendiri. Selanjutnya
tuhan bersifat maha kuasa dan mempunyai kehendak yang bersifat mutlak. Disini
timbulah pertanyaan sampai dimanakah manusia sebagai ciptaan tuhan,
bergantung pada kehendak dan kekuasan mutlak tuhan, dalam menentukan
perjalan hidupnya? Diberi tuhankah manusia kemerdekaan dalam mengatur hidupnya?
Ataukah manusia terikat seluruhnya pada kekuasan dan kehendak mutlak
tuhan?
Berbicara menganai teolog
tidaklah semudah kita menutup mata, begitu juga ketika berbicara
mengenai aliran qodariyah, salah satu doktrin teolog islam. Se-usai wafatnya rasul, umat islam laksana anak
ayam yang ditinggal mati induknya. Banyak fenomena-fenomena yang menguncang
umat islam, diantaranya munculah berbagai aliran-aliran teolog/ kalam yang
mempunyai doktrin-doktrin tersendiri. Ironisnya di setiap aliran
merasa yang paling benar, kalau semua orang atau aliran merasa benar, lantas
siapa yang salah. Dari sinilah muncul pemikiran paradigma klasik hingga sekarng
dengan harapan mencari kebenaran yang lebih konkrit.
Dengan
adanya perbedaan-perebedaan baik persoalan teolog, fikih, dan tasawuf lah yang
menimbulkan pintu ijtihad, dan munculnya filosof-filosof muslim. Dari sini apa
bila kita kaitankan dengan firman tuhan, dan hanya orang-orang yang berfikir
yang akan mengetahui ke Esa an tuhan, sangat relevan. Sebab, tanpa
berfikir dengan sistematis radikalis tentu tidak akan menemukanya. Oleh karena
itu, sebagai seorang manusia yang telah di sediakan bermacam-macam pilihan,
harus bisa memaksimalkan untukNYA.
Tentang apakah pada diri
manusia itu terdapat kemampuan daya ihktiar atau tidak , maka, lahirlah faham
qodariyah dan faham jabariyah. Qodariyah
sebagai indeterminisme teologis, menerutnya manusia mempunyai kebebasan
menentukan nasibnya sendiri atau bebas berkehendak untuk berbuat. Karena,
banyak segi persamaan pemikiran filsafatnya dengan mu’tazilah, maka, disebut
qodariyah mu’tazilah. Berbeda halnya dengan faham qodariyah, maka, faham
jabariyah sebagai diterminesme teologis, menurutnya manusia dalam perbuatanya
itu serba terpaksa atau majbur di luar data ihtiarnya, ibarat
sehelai bulu ayam akan terbang mengikuti arah angin bertiup atau
seumpama sepotang kayu mengikuti kemana saja hembasan ombok laut.
BAB I
PENDAHULUAN
Qadariyah
berasal dari bahasa arab, yaitu dari bahasa qadara yang artinya kemampuan dan
kekuatan. Adapun menurut pengertian termonologi, Qadariyah adalah suatu aliran
yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh tuhanberdasarkan
pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa Qadariyah dipakai untuk nama aliran
yang memberi penekanan atas kebebasan dalam hal ini, Harun Nasution menegaskan
bahwa kaum Qadariyah berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai qudrah
atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian
bahwa manusia harus tunduk pada qadar tuhan
TUJUAN
Tujuan
qadariyah :
1. manusia mempunyai qudrah atau kekuatan
untuk melaksanakan kehendaknya.
2.
memberikan pengetahuan tentang islam.
3.
agar tidak mengingkari ilmu Allah SWT.
4.
agar mempercayai takdir Allah SWT.
RUMUSAN MASALAH
Bagaimana Eksistensi dan Doktrinasi Teologi
Perspektif Qodariyah?
BAB 2
PEMBAHASAN
Eksistensi dan Doktrinasi
Teologi Perspektif Qodariyah[1] Masarakat
Arab sebelum Islam kelihatanya dipengaruhi oleh
faham jabariyah ini. Bangsa arab, yang pada waktu itu bersifat serba sederhana dan jauh
dari pengetahuan, terpaksa menyesuaikan hidup mereka dengan suasana padang
pasir, dengan panas yang terik serta tanah dan gunungnya yang gundul. Dalam
dunia demikian, mereka tidak banyak melihat jalan untuk merobah keadaan
sekeliling mereka, sesuai dengan keinginan mereka sendiri. Mereka merasa
dirinya lemah dan tak berkuasa dalam menghapi kesukaran-kesukaran hidup yang
timbul di padang pasir. Dalam kehidupan sehari-hari mereka banyak bergantung
pada kehendak natur. Hal ini yang membawa mereka pada sikap fatalistik. [2]
Oleh karena itu, ketika
faham qodariyah di bawa ke dalam kalangan mereka oleh orang-orang islam yang
bukan berasal dari Arab padang pasir, hal itu menimbulkan kegoncangan dalam
pemikiran mereka. Faham qodariyah itu dianggap bertentangan
dengan ajaran islam. Adanya kegoncangan dan sikap menentang faham qodariyah
dapat dilihat dalam hadis-hadis mengenai qodariyah. Qodariyah berasal dari bahasa arab,
yaitu dari kata qodara yang artinya[3]kemampuan
dan kekuatan[4].
Adapun
menurut termenologi, qodariyah adalah suatu aliran yang
percaya bahwa segala tindakan manusia tidak di intervensi oleh tuhan. Aliran
ini berpendapat bahwa, tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala
perbuatanya; “seseorangmelakukan atau meningalkan atas kehendaknya
sendiri”,[5] dalam
hal ini, Harun nasution menegaskan bahwa kaum qodariyah berasal dari
pengertian qudroh atau kekuatan untuk melaksanakan
kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia
terfataliskan oleh qodar tuhan.[6]
Seharusnya,
sebutan qodariyah diberikan kepada aliran yang berpendapat bahwa qodar,
menentukan segala tingkah laku manusia. Namun, sebutan tersebut telah melekat
pada kaum sunni, yang percaya bahwa manusia mempunyai kebebasan berkehendak.[7] MenurutAhmad
yamin, sebutan ini diberikan kepada para pengikut qodar oleh mereka yang
merujuk yang menimbulkan kesan negatif bagi nama qodariyah.[8] Hadis
itu berbunyi: yang artinya. “Kaum qodariyah adalah majusinya umat
ini.”[9]
Mereka
dikatakan majusi[10],
karena mereka berasumsi adanya dua pencipta, yaitu pencipta kebaikan dan
pencipta keburukan. Hal ini sama persis dengan ajaran agama majusi atau
Zaroester yang mengatakan adanya dewa terang, kebaikan dan siang
disebut Ahura
Mazda, dan dewa keburukan, gelab atau malam, disebut Ahriman atau Angramayu.
Menurut[11] Prof. Abdul Rozak, kapan qodariyah muncul dan siapa
tokoh-tokohnya sampai detik ini masih diperdebatkan. Akan tetapi, menurut Prof. Sahilun Qodariyah
mula-mula timbul sekitar tahun 70H/689 M, dipimpin oleh Ma’had al-juhni
al-bisry dan ja’ad bin dirham, pada masa pemerintahan Kholifah Abdul Malik Bin
Marwan(685-705M.). Menurut Ahmad Yamin, ada ahli teologi yang
mengatakan bahwa qodariyah pertama kali dimuncul oleh Ma’had Al-Jauhani dan
Ghalian Ad-Dimasyqy.[12]Ma’had
adalah seorang taba’I yang dapat dipercaya dan pernah berguru
pada Hasan Al-Basri.[13] Dan
juga ia pernah belajar dengan Washil Bin Atho, pendiri aliran Mu’tazilah hal
ini menurut Prof. Sahilun. Akan tetapi, mengenai kematian Ma’had terjadi
perbedaan pendapat antara Prof. Harun nasution dengan prof. Sahilun. Menurut
prof. Sahilun Ma’had dihukum mati oleh al-hajaj gubernur Basroh, karena
doktrin-doktrinnya. Berbeda dengan perspektif Prof. Harun nasution[14],
menurutnya Ma’had meninggal karena ia kepada Abd al-rahman Ibn A-Ays’as,
gubernur Sajistan, dalam menentang kekuasan bany umayah.
Dalam
pertempuran dengan Hajaj Ma’had mati terbunuh. adapun ghalian adalah
seorang orator berasal dari damaskus dan ayahnya menjadi maula usman bin affan.[15]dia
datang ke damaskus pada masa pemerintahan Kholifah Hisam bin Abdul Malik (
105-125), ghalian juga dihukum mati karena, doktrin yang dia bawa dan yang
sebarkan.[16] “
perspektif Prof. Sahilun” sedangkan perspektif Prof.
Harun [17] pada
saat itu ghalian meneruskan siar faham qodariyah-nya di damaskus,
tetapi, mendapat tantangan dari kholifah Umar bin Abdul
Aziz. Setelah wafatnya Umar ia meneruskan kegiatan lamanya, sehingga
akhirnya ia mati dihukum mati oleh Hisyam bin Abd al-Malik ( 724-743).
Sebulum dijatuhi hukum mati diadakan perdebatan antara
Ghalian dengan Al-Awza’I yang di hadiri oleh Kholifah Hisyam[18]
Ibnu Nabatah[19] dalam kitabnya Syarah Al Uyun, seperti
yang dikutif Ahmad Amin, memberi informasi lain bahwa yang pertama sekali
memunculkan faham qodariyah adalah orang irak yang semula beragama Kristen yang
kemudian masuk islam dan kemudian balik lagi masuk Kristen. Dari orang inilah Ma’had dan ghalian mengambil
faham ini.[20]Orang
irak yang dimaksud, sebagaiman dikatakan Muhammad Ibnu Syu’ib yang memperoleh
dari Al-auzai adalah Susan. [21]
Sementara
itu, W. Montgomery Watt menemukan dokumen lain melalui tulisan
Hellmut Ritter dalam bahsa Jerman yang dipublikasikan melalui majalah der
islam pada tahun 1933. Artikel ini menjelaskan bahwa paham qodariyah
ini terdapat dalam kitab Risalah dan ditulis untuk kholifah
abdul malik oleh Hasan Al-Basri sekitar tahun 700 M. hasan adalah anak
seorang tahanan di irak. Ia lahir di madinah tetapi, pada tahun 657, pergi
kebasroh hinngga akhir hayatnya. Apakah hasan tergolong orang-orang qodariyah
atau bukan sampai saat ini masih diperdebatkan. Namun, dalam kitab
risalah ia mempercayai bahwa manusia memiliki kebebasan untuk memilih.[22]
Ma’bad
dan ghalian, menurut watt adalah penaganut paham qodariyah yang hidup setelah
hasan basari.[23]kalau
dihubungkan dengan keterangan Adz-Dzahabi dalam mizan al-I’tidal, sebagaimana
yang dikutif ahmad yamin yang menyatakan bahwa ma’had dan ghalian pernah
belajar dengan hasan basri, maka sangat mungkin faham qodariyah ini mula-mula
dikembangkan oleh Hasan Al-Basri. Dengan demekian, keterangan yang ditulis oleh
Ibnu Nabatah dalam Syaraha Al-Uyun bahwa faham qodariyah
berasal dari orang-orang kristen yang kemudian masuk islam dan kemudian masuk
kristen lagi, adalah hasil rekayasa yang tidak sependapat dengan pemikiran
teologi kalam qodariyah. Lagi pula menurut Kremer, seperti yang dikutif Ignaz
Goldziher, dikalangan gereja timur pada saat itu terjadi perdebatan tentang
butir doktrin faham qodariyah yang mencengkam pikiran teologinya.[24]
Dalam
kitab Al- Milal wa An-Nihal, pembahasan masalah qodariyah
disatukan dengan doktrin-doktrin Mu’tazilah, sehingga perbedaan antara kedua
aliran tidak begitu jelas.[25] Ahmad
yamin juga menjelaskan bahwa doktrin-doktrin qodar lebih luas di kupas oleh
kalangan Mu’tazilah sebab, doktrin ini juga telah digunakan oleh kalangan
Mu’tazilah. Akibatnya, sering kali faham ini qodariyah di sebut dengan faham
Mu’tazilah karena dua kalangan ini berasumsi bahwa manusia mampu mewujudkan
keinginannya tampa ada interventasi dari tuhan.[26]
Munkin
timbul pertanyaan, bagaimana sebenarnya persoalan jabariyah dengan qodariyah
atau Freewill dalam al-quran sebagai sumber utama dan pertama
mengenai ajaran-ajaran islam? Kalai kita kembalikan kepada al-quran maka, kita
jumpai didalamnya ayat-ayat yang membawa kepada faham qodayiyah dan sebaliknya
pula kita jumpai ayat-ayat yang membawa kepada faham jabariyah.[27]
Lihat
al-quran: surat al-kahf, (18)-29,
Yang
artinya: katakanlah : “,..kebenaran datang dari tuhanmu, siapa yang mau,
percayalah ia, siapa yang mau janganlah ia percaya’’
Kemudian
lihat al-quran : surat fussilat,(41)-41,
Yang
artinya: ‘..buatlah apa yang kamu kehendaki, sesungghuhnya ia melihat apa yang
kamu perbuat”.
Dan lihat
juga pada ayat: Ali-Imron ayat(3)-164, Al-Rafd,(13)-11, Al-an’am,(6)-112,
Al-saffat, (37)-96, al-hadid, (57)- 22, al-anfal,(8)-17, dan surat al-insan,
(76)-30.
Inilah
beberapa ayat yang mereka jadikan pedoman dalam bertindak, saya tidak tau, dari
sisi mana orang-orang qodariyah menilai, namun, apabila saya kaitan dengan
argumentatfi Abd. Rahman Dahlan dalam bukunya kaidah-kaidah penafsiran alquran[28],
beliau menulis dalam buku tersebut, bahwasanya, hanya dengan memikirkan dan
merenungkan nama, sifat, dan af’alnya tuhanlah maka, akan timbulah kemantaban
dalam ranah ketauhidan, ia mengatakan bahwa manusia terikat denganhukum
kausalitas, dengan memperhatikan hadis qudsi yang berbunyi[29]: “hay
hamba-hambaku, semua kamu adalah sesat, kecuali orang yang
kutunjuki. Karena, itu memohanlah petenjuk kepadaku,niscaya akan kutunjuki…”
Harun
Nasution menjelaskan pendapat Ghalian tentang doktrin Qodariyah bahwa “manusia
berkuasa atas perbuatan-perbuatannya”. Manusia sendirilah yang menentukan
kebaikan dan keburukan atas perbuatan “ kehendak dan kebebasan”
menjauhi atau melakukan kemauan dirinya sendiri.[30] Salah
satu pemuka qodariyah yang lain, An-Nazzam, berargumentasi bahwa manusia hidup
mempunyai daya. Selagi manusia mempunyai daya, ia berkuasa atas segala
perbuatannya.[31] Kalangan
determinis radikal mengatakan bahwa kebebasan manusia adalah ilusi karena Allah
maha kuasa. Semua fenomena merupakan efek langsung dari Allah. Tindakan manusia
adalah suatu hal yang dilaksanakan (performed) bukan
diciptakan (not created).“Allah menciptakan kalian dan apa yang
kalian perbuat itu (Q S. Al-Shaffat 37:96)
“sesungguhnya,
kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang telah kalian kerjakan”
(QS An-Nahl 16:93) Para pendukung kehendak bebas berargumentasi bahwa
mengingkari kehendak bebas manusia berarti mengingkari keseluruhan semangat
Quran yang berulang-ulang mendorong manusia untuk berbuat kebaikan.
Sigmund
Freud: hal yang paling ditakuti oleh manusia adalah kematian. Karena kematian
itu tidak dapat ditolak, manusia mencari perlindungan kepada hal yang bersifat
supernatural. Jean Paul Sartre: manusia tidak bebas lagi ketika menghadapi
kematian. Kematian adalah absurd, ia statis tetapi kedatangannya adalah
kepastian.
Faham
takdir dalam pandang Qadariyah bukanlah dalam pengertian takdir yang umum di
pakai bangsa Arab ketika itu,yaitu faham yang mengatakan bahwa nasib manusia
telah di tentukan terlebih dahulu. Dalam perbuatan- perbuatannya,manusia hanya
bertindak menurut nasib yang telah di tentukan sejak azali terhadap
dirinya.Dalam faham Qadariyah,takdir itu ketentuan Allah yang di ciptakan-Nya
bagi alam semesta beserta seluruh isinya,sejak azali,yaitu hukum yang dalam
istilah Al-Quran adalah sunatullah.
Secara
alamiah, sesungguhnya manusia telah mailiki takdir yang tidak dapat diubah.
Manusia dalam dimensi fisiknya tidak dapat berbuat lain, kecuali mengikuti
hukum alam. Misalnya, manusia ditakdirkan oleh Tuhan tidak mempunyai sirip atau
ikan yang mampu berenang dilautan lepas. Demikian juga manusia tidak mempunyai
kekuatan. Seperti gajah yang mampu mambawa barang beratus kilogram, akan tetapi
manusia ditakdirkan mempunyai daya pikir yang kreatif, demikian pula anggota
tubuh lainnya yang dapat berlatih sehingga dapat tampil membuat sesuatu ,dengan
daya pikir yang kreatif dan anggota tubuh yang dapat dilatih terampil. Manusia
dapat meniru apa yang dimiliki ikan. Sehingga ia juga dapat berenang di laut
lepas.
Demikian
juga manusia juga dapat membuat benda lain yang dapat membantunya membawa
barang seberat barang yang dibawa gajah. Bahkan lebih dari itu, disinilah
terlihat semakin besar wilayah kebebasan yang dimiliki manusia. Suatu hal yang
benar-benar tidak sanggup diketahui adalah sejauh mana kebebasan yang dimiliki
manusia ? siapa yang membatasi daya imajinasi manusia? Atau dengan pertanyaan
lain, dimana batas akhir kreativitas manusia?
Dengan demikian dapat di
krucutkan bahwa doktrinasi faham qodariyah pada dasarnya menyatakan bahwa
manusia[32] mempunyai kemampuan untuk bertindak (qodrat) dan
mempunyai kemampuan untuk memilih ( Irodah). Karena itu manusialah yang menentukan mau berbuat kebaikan atau
sebaliknya kerusakan/ keburukan. Dan manusia sendirilah yang akan menangung
segala tindakan yang telah dilakukan,kelak di akherat. Ditinjau dari aspek
politik yang dianggap kejam. Apabila firqoh jabariyah berpendapat bahwa
kholifah bany umayah membunuh orang, hal itu karena sudah ditaqdirkan tuhan.
Demikian dan hal ini berarti merupakan topeng kekejamannya, maka, firqoh
qodariyah mau membatasi qodar tersebut. [33]Mereka
mengatakan bahwa allah SWT itu adil, maka, allah Swt. Akan menghukum orang yang
bersalah dan member pahala bagi orang yang berbuat baik.
kehadiran mazhab qodariyah
sebagai isarat pembangkangan politik bany umayah, karena itu, kehadiran
qodariyah dalam ranah penekanan, bahkan, pada zaman Abdul Malik Ibn Marwan
pengaruh qodariyah dapat dikatakan lenyap, akan tetapi, hanya sejenak saja. Sebab, dalam perkembangan selanjutnya
doktrin-doktrin pemikiran qodariyah tertampung dalam aliran mu’tazilah[34].
BAB 3
KESIMPULAN
Tuhan
adalah pencipta alternative atau pilihan takdir. Alternatif ketentuan Allah
yang diciptakan bagi alam semesta beserta seluruh isinya sejak azali, yaitu
hukum alam yang dalam istilah al-Qur’an disebut Sunnatullah. Manusia menjadi
penentu akhir perbuatan yang akan dilakukannya, karena memiliki kekuatan dan
kemampuan untuk memilih yang baik atau yang buruk tanpa intervensi Tuhan.
Seseorang
diberi ganjaran baik dengan balasan surga kelak di akhirat. Dan seseorang akan
diberi ganjaran siksa di neraka. Semua ini atas pilihan sadar manusia
sendiri, bukan pilihan akhir Tuhan. Tidaklah pantas manusia menerima siksaan
atas tindakan salah yang dilakukan bukan atas keinginan dan kemampuannya
sendiri.
Qodariyah
berasal dari bahasa arab, yaitu dari kata qodara yang artinya
kemampuan dan kekuatan. Adapun menurut termenologi, qodariyah adalah
suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak di intervensi
oleh tuhan. Perspektif
aliran Qodariyah bahwa “manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya”.
Manusia sendirilah yang menentukan kebaikan dan keburukan atas perbuatan
“ kehendak dan kebebasan” menjauhi atau melakukan kemauan dirinya
sendiri. Perpecahan aliran
teologi islam merupakan suatu tanda kebesaran allah, hal itu
merupakan bukti yang riil bagi kita, sebab, kekuasan allah tidaklah sama dengan
kekuasan manusia. Bayangkan saja, jika di dunia ini hanya ada satu warna, maka,
dunia tidak akan seru, laksana, dunia rata dengan air lautan, oleh karena itu
nabi adam kendati merasakan hal itu.
Menurut
Abr. Rahman Dahlan. Ada beberapa cara untuk memantabkan ketauhidtan
manusia. Hanya dengan memikirkan dan merenungkan sunnahtullah dan memikirkan
tanda-tanda kebesaran allah pada alam semesta, kemudian merenungkan nama,
sifat, dan perbuatan tuhan yang menunjuhkan kemahasemprnaan dan
kemahabesaraan-NYA. Dengan memikirkan dan merenungkan semua itu,
didalam hati manusia akan timbul motivasi yang semakin kuat untuk
mempertuhankan allah sebagai tuhan seluruha sejagat
alam. Al-quran mengajak seluruh umat manusia
untuk memuji dan mengagumkan allah, karena, hanya DIA yang mempunyai
kesempurnaan dalam segala aspek.
DAFTAR
PUSATAKA
Asmuni,
Yusron. Pengantar Ilmu Tauhid. Jakarta. CV: pedoman ilmu jaya:1988
Nasution,
Harun, Teologi Islam, Jakarta,UIP; 1972
Nasir,
A, Sahilun, Pemikiran Kalam/ Teologi Islam.
Jakarta, Grafindo Persada; 2010
Dahlan,
Rahman, Abd, Kaidah-Kaidah Penafsiran Al-Quran. Bandung, Mizan;1997
Rozak,
Abdul, dan, Anwar Rosihon, Ilmu Kalam, Jawa Barat, CV. PUSTAKA
SETIA; 2011
Harun
Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran, sejarah analisa perbandingan,
Mu’in, M.
Taib Abdul, Ilmu Kalam, Jakarta: Widjaya, 1997.
[1] Makalah ini di susun oleh shohibul
kahfi, mahasiswa aqidah dan filsafat, dalam mata kuliah ilmu kalam
klasik, yang di ampu oleh prof. iskandar, yang diwakilkan oleh bapak mutiullah
M. S. Fil. I. semester dua.
[4] Luwis Ma’luf Al-yusu’I Al-Munjid,
Al- khatahulukiyah, beirut, 1945, hlm, 436; lihat juga Hans Wehr, A
Dictionary Of modern Wraitten Arabic, Wlesbanden, 1971, hlm,
745.
[7] W. Montgomery Watt, Islamic
philosophy and teology: An Extended Survey, Harrassowitz, Edinbugrh
Ubiversity,1992,hlm, 25
[8] Ahmad yamin,Fajr Al-Islam,
Maktabah An-Nahdhoh Al-Misriyah Li Ashhabiha Hasan Muhmmad Wa Auladihi,
kairo,1924, hlm, 284
[9] Hadis ini ditukil dalam kitab sunan abu
daud, “ Kitab As-Sunnah,” bab 16,Fi Al-qodr, dan dalam Musnad
Imam Ahmad Bin Hambal, juz dua Liafadz Al-Hadis An-Nawawi,
Juz lima, E.J Briil,Leiden,1965,hlm,318
[24] Ignaz Goldziher, pengantar
teologi dan hukum islam,terj, Hersri Setiawan,INIS,Jakarta,1991, hlm,79.
[29] Hadis qudsi merupakan salah satu jenis
wahyu yang diturunkan kepada nabi Muhammad Saw. Akan
tetapi, meskipun sama-sama wahyu, hadis qudsi berbeda dengan
alquran. Makna dan redaksi ayat-ayatal-quran secara langsung dari allah.
Sementara hadis qudsi, hanya maknanya saja yang langsung dari allah
sedang redaksinya berasal dari nabi Muhammad Saw.
0 Response to "DOGTRIN AQIDAH QODARIYAH "
Post a Comment