MAHASISWA MENYOAL LGBT

(Tinjauan Penting Eksistensi LGBT di Indonesia)
Oleh: Shohibul Kafi, S.Fil.I

Maraknya media sosial online di sebuah negara maraknya juga terbawa isu oleh negara tetangga. Di awal tahun 2016 ini sudah tercatat banyak isu nasional maupun internasional, dimulai dari ISIS hingga LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender), tidak akan ada asap tanpa ada api, tidak ada akan ada jawaban tanpa didahului oleh masalah, analogi tersebut memang sangat jelas. Bahwa kelahiran LGBT yang secara deskriptif terletak di Negara Amerika Serikat ini mampu mencuat dipelbagai negara diantaranya tentu adalah Indonesia, hal ini sudah terbukti baik dari kalangan LGBT, Pemerintahan, maupun masyarakat Akademik sama-sama berfikir ekstra menyikapi terkait dengan LGBT.
Sampai hari ini bisa dikatakan belum ada kata sepakat, terkait dengan eksistensi LGBT di Indonesia. diantaranya ungkapan Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan yang secara pribadi menolak eksistensi LGBT di Indonesia, dan beliau menghimbau kepada segenap Warga Negara untuk tidak reaktif menyikapi LGBT. Sebelum lebih jauh berbicara LGBT, aka lebih baik kita mencoba mendeskripsikan sebisa mungkin baru kemudian Mahasiswa Bersikap, meski isu LGBT dipandang sebagai isu negatif dikalangan Mahasiswa, yang kebanyakan notabene Mahasiswa Islam Indonesia. 
Membaca LGBT? 
Memperbincangkan LGBT tak dapat dilepaskan dari  pembahasan tentang seksualitas karena hal tersebut yang menyebabkan adanya diskriminasi dan kekerasan yang dialami oleh kalangan LBGT. Seksualitas yang dimaksud disini memiliki makna yang luas yaitu  sebuah aspek kehidupan menyeluruh meliputi konsep tentang seks (jenis kelamin), gender, orientasi seksual dan identitas gender, identitas seksual, erotism, kesenangan, keintiman dan reproduksi. Seksualitas dialami dan diekspresikan dalam pikiran, fantasi, hasrat, kepercayaan/nilai-nilai, tingkah laku, kebiasaan, peran dan hubungan. Namun demikian, tidak semua aspek dalam seksualitas selalu dialami atau diekspresikan. Seksualitas dipengaruhi oleh interaksi faktor-faktor biologis, psikologis, sosial, ekonomi, politik, sejarah, agama, dan spiritual (Definisi WHO dalam Ardhanary Institute dan HIVOS).  Pada dasarnya, terdapat dua pandangan tentang seksualitas yang saling berseberangan, yaitu antara kelompok yang mendasarkan pemikiran tentang seksualitas pada aliran esensialism, dan kelompok yang lain pada social constructionism.
Kelompok esensialism meyakini  bahwa jenis kelamin, orientasi seksual, dan identitas seksual sebagai hal yang bersifat terberi dan natural sehingga tidak dapat mengalami perubahan. Kelompok ini berpandangan bahwa jenis kelamin hanya terdiri dari 2 jenis yaitu laki-laki dan perempuan; orientasi seksual hanya heteroseksual; dan identitas gender harus selaras dengan jenis kelamin (perempuan-feminin; laki-laki- maskulin) menyebabkan kelompok yang berada di luar mainstream tersebut dianggap sebagai abnormal.
Sebaliknya, dalam pandangan social constructionism, bukan hanya gender, namun juga seks/jenis kelamin, orientasi seksual maupun identitas gender adalah hasil konstruksi sosial. Sebagai sebuah konstruksi sosial, seksualitas bersifat cair, dan merupakan suatu kontinum sehingga jenis kelamin tidak hanya terdiri dari laki-laki dan perempuan namun juga intersex dan transgender/transeksual, orientasi seksual tidak hanya heteroseksual namun juga homoseksual dan  biseksual. Perbedaan dua sudut pandang tentang seksualitas tersebut dapat dirinci sebagai berikut :

Esensialisme
Social Constructionism

Seks
Laki-laki dan perempuan 
Laki-laki, perempuan, interseks, transgender

Gender
Feminin, maskulin
Feminin, maskulin, androgynous, undifferentiated

Orientasi Seksual 
Heteroseksual
Heteroseksual, homoseksual, biseksual

Pandangan umum yang diterima di Indonesia adalah pandangan pertama, yang meyakini bahwa seksualitas bersifat terberi sehingga tidak dapat diubah. Pandangan tersebut mendapatkan legitimasi dari ajaran agama maupun budaya sehingga kelompok orang yang seksualitasnya tidak sejalan dengan konsep tersebut (kelompok LGBT) dianggap sebagai abnormal, mendapatkan perlakuan buruk baik dalam bentuk diskriminasi maupun kekerasan.
Tuntutan LGBT? 
Bentuk- bentuk  kekerasan yang dialami oleh kelompok LGBT
1. Kekerasan seksual
Kekerasan seksual paling banyak dialami oleh kelompok LGBT. Penelitian yang dilakukan oleh Ardhanary Institute dengan metode wawancara menemukan 9 dari 10 orang LBT  yang  diwawancarai  mengalami kekerasan seksual baik berupa perkosaan maupun pemaksaan aktivitas seksual yang lain. Pelaku kekerasan mulai dari keluarga, aparat penegak hukum, dokter, maupun masyarakat umum.
2. Kekerasan fisik
Kekerasan yang dialami dapat berupa pemukulan, tamparan, meludahi. Pelaku adalah keluarga, pasangan, keluarga pasangan. 
3. Kekerasan emosional
Biasanya orang LGBT mengalami penolakan dari keluarga setelah mereka mengaku atau ketahuan sebagai LGBT. Kekerasan yang dilakukan keluarga dapat berupa ancaman untuk menyembunyikan orientasi seksualnya, membatasi pergaulan, memaksa untuk ”berobat”, penolakan, ataupun pengusiran.
Kekerasan emosional yang lain juga dilakukan oleh media dengan membuat pemberitaan yang mendiskreditkan kalangan LGBT, misalnya dalam kasus pembunuhan berantai yang dilakukan Ryan.

Tindakan diskriminatif yang dialami kelompok LGBT

1. Diskriminasi untuk mendapatkan pekerjaan 
Kelompok LGBT mengalami  penolakan untuk diterima bekerja sesuai bidangnya sehingga meskipun ada kelompok LGBT yang capable untuk bekerja sesuai bidang ilmunya, pada akhirnya mereka bekerja pada bidang yang menerima mereka, misalnya salon.
2. Diskriminasi dalam hal akses terhadap keadilan
Kasus-kasus kekerasan yang dialami oleh kelompok LGBT seringkali diselesaikan di luar pengadilan karena dianggap aib, memalukan. Hal tersebut menyebabkan korban enggan untuk melapor.
3. Diskriminasi dalam pemilihan pasangan
Kelompok LGBT tidak mendapatkan haknya untuk memilih pasangan. Misalnya, banyak yang dipaksa untuk menikah dengan lawan jenisnya sehingga sepanjang masa pernikahannya korban merasa diperkosa.
 
Upaya yang Dilakukan Kelompok LGBT dalam Memperjuangkan Hak-hak LGBT
Internalisasi bahwa keragaman seksualitas manusia (Sexual Diversity) adalah HAM, karena itu menyuarakan hak-hak LGBT sama pentingnya dengan menyuarakan hak-hak perempuan.
Melakukan dekonstruksi sosial (destabilised) atas konsep-konsep seksualitas yang dianggap baku dengan menggunakan kerangka dasar semua dokumen hak asasi manusia melalui :
Perubahan sistim hukum termasuk hukum agama (reintrepretasi tafsir kitab suci)
Counter discourse atau perebutan wacana dan makna atas issue-issue seksualitas yang didasarkan atas prinsip kesetaraan dan keadilan
Penghapusan praktek-praktek yang mendiskriminasikan kelompok-kelompok yang dianggap “abnormal” atau masuk dalam kategori non normative sexuality
Sosialisasi Yogyakarta principles. Yogyakarta Principles adalah suatu tatanan prinsip-prinsip dalam penerapan Undang-undang  HAM  yang terkait dengan orientasi seksual dan identitas gender. Gambaran singkat tentang isi prinsip Yogyakarta adalah sbb :
Prinsip 1 : Hak untuk Penikmatan HAM secara universal
Prinsip 2 : Hak atas Kesetaran dan Non Diskriminasi
Prinsip 3 : Hak atas Pengakuan di mata Hukum
Prinsip 4 : Hak untuk Hidup
Prinsip 5 : Hak atas Keamanan Seseorang
Prinsip 6 : Hak atas Privasi
Prinsip 7 : Hak atas Kebebasan dari Kesewenang-wenangan terhadap perampasan   
 kebebasan
Prinsip 8 : Hak atas Pengadilan yang Adil
Prinsip 9 : Hak untuk Mendapatkan Perlakuan Manusiawi selama dalam   Tahanan
Prinsip 10 : Hak atas Kebebasan dari Siksaan dan Kekejaman, Perlakuan atau Hukuman
 yang tidak manusiawi atau merendahkan           
Prinsip 11 : Hak atas Perlindungan dari Semua Bentuk Eksploitasi, Penjualan dan   
 Perdagangan manusia
Prinsip 12 : Hak untuk Bekerja
Prinsip 13 : Hak atas Keamanan Sosial dan Atas Tindakan Perlindungan Sosial Lainnya
Prinsip 14 : Hak Untuk mendapatkan Standar Kehidupan yang Layak
Prinsip 15 : Hak atas Perumahan yang layak
Prinsip 16 : Hak Atas Pendidikan
Prinsip 17 : Hak atas Pencapaian Tertinggi Standar Pendidikan
Prinsip 18 : Perlindungan atas Kekerasan Medis
Prinsip 19 : Hak atas Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi
Prinsip 20 : Hak atas Kebebasan Berkumpul dengan damai dan Berasosiasi
Prinsip 21 : Hak atas kebebasan Berpikir
Prinsip 22 : Hak atas Kebebasan untuk berpindah
Prinsip 23 : Hak untuk mencari Perlindungan
Prinsip 24 : Hak untuk Menemukan Keluarga
Prinsip 25 : Hak untuk Berpartisipasi dalam Kehidupan Publik
Prinsip 26 : Hak untuk Berpartisipasi dalam Kehidupan Budaya
Prinsip 27 : Hak untuk Memajukan HAM
Prinsip 28 : Hak atas Pemulihan dan Ganti Rugi yang Efektif
Prinsip 29 : Akuntabilitas

Mahasiswa menyikapi LGBT?
Di Indonesia Mahasiswa dan Pemuda merupakan tolak ukur kemajuan dan keberhasilan sebauh sistem dan aturan. Pemuda dan Mahasiswa sudah menjadi Icon Filosofis dari Kemerdekaan, Hingga runtuhnya Rezim Soeharto. Lalu bagaimana Mahasiswa Bersikap atas LGBT? Lamanya 2-3 Bulan akhir Ini Mahasiswa, Organisasi Pemuda banyak meneriakan ketidak setujuannya akan eksistensi LGBT di Indonesia. 
Hari ini, tanggal 25 Febuari 2016 setidaknya ada dua sikap mengenai LGBT, Pertama Mahasiswa Bersikap Menolak akan adanya LGBT di Indonesia. yang kedua Mahasiswa tengah Mengkaji secara utuh terkait eksistensi LGBT di Indonesia. Karena mahasiswa terkategori masyarakat akademik atau Intelektual, tentunya akan menelaah secara utuh dan menentukan sikap seacra bijak, bagaimana pun pemuda dan mahasiswa adalah penganti orang-orang yang sekarang duduk dipemerintahan, Komunitas Ilmiah, Perusahan ekonomi, pendidikan dsb. Oleh karenanya hari ini Mahasiswa di tuntut untuk bijak, selaras dengan Ujar “Bijak sejak dalam Kandungan” dan itulah karakter pemuda dan Mahasiswa Indonesia.
Mahasiswa Di Yogyakarta yang hari ini mulai mengkaji LGBT, nampaknya sebentar lagi Daerah Yogyakarta akan dipenuhi oleh pada demonstrasi, kemungkinan besar menolak adanya eksisteni LGBT di Indonesia. dikarenakan pertama, LGBT menolak kuasa Tuhan atas kodrat yang telah diberikan Tuhan, sementara itu sangat bertentangan dengan Pancasila, sila ketuhanan dan Kemanusia. Kedua, ketika LGBT dilegalkan di Indonesia, sama halnya menambah penyakit biologis bagi masyarakat Indonesia, sementara itu adanya dinas pemerintahan, dan kesehatan dalam rangka melakukan penyegahan dan menuntaskan penyakit-penyakit baik HIV maupun penyakit yang lain yang mematikan. 
Yang ketiga, Indonesia menjunjung tinggi adab atau etika. Hemat penulis LGBT sangat tidak menghormati hak antara laki-laki dan prempuan. Apabila kaum prempuan menuntut hak-hak yang telah tertulis diatas saya kira bisa dari dinas pemerintahan memberikan ruang rekonsialisasi antar kedua beah pihak. Namun rupanya hal ini salah, telah terbukti dalam aparatur negara kaum wanita juga banyak yang menjadi pemimpin sebut saja Khofifah.
Yang keempat, Indonesia adalah Indonesia, Indonesia bukan Amerika serikat. Indonesia mempunyai aturan sendiri, dan Indonesia harus berdaulat dibawah kaki bumi pertiwi. bukan menjadi budak atas Amerika Serikat. Jangan sampai terpropokasi Indonesia,,, Merdeka merdeka, merdeka. Lawan dan lawan, Hidup Indonesia berjaya di bumi nusantara. 
Pada kesimpulannya Tolak LGBT, Lawan LGBT, Indonesia berjalan diatas Pancasila. Ketuhananan yang Maha esa, Kemanusian yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh khikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "MAHASISWA MENYOAL LGBT"

Post a Comment