KATA PENGANTAR
Berbicara mengenai politik daulah umayah, tentu tidak terlepas dari
peristiwa artibitrase atau tahkim, sebab, disana dapat kita ketahui peristiwa
tahkim merupakan sebab dari segala aspek perpecahan, dari problem kalam, aliran
fiqih, dan ideology. Dan dampaknya yang paling fatal adalah masarakat social,
sebab, masarakat di sini merupakan imbas daripada tahkim itu sendiri.
Namun ada pertanyaan yang mendasar dalam memaparkan seorang umayah,
secara tidak langsung umayah dimassa nabi, pernah di jadikan khatib wahyu,
namun sepeninggalan beliau, disini muawiyah berperan aktif dalam aspek
ekspansi, akan tetapi, lambat laut sejarah mengatakan bahwa muawiyah telah
merubah tatanan-tatanan yang telah di rintis oleh rasul dan sahabat.
Dan juga disini menurut hitti bahwasanya muawiyah mulai politiknya
dengan individualistik, hal ini dapat kita lihat ketika system pemerintahan
yang semula demokrasi beralih ke monarchi. Dari sebagian sejarawan berasumsi
bahwasanya muawiyah mengiginkan ranah pemerintahan berada dalam gengaman
muawiyah dan anak cucunya. Namun, konon historis seorang muawiyah, ketika
sebelum masuk agama islam, muawiyah adalah seorang pemuka qurais yang sangat di
segani di antara kalanganya, dan juga muawiyah salah satu penentang ajaran
nabi.
Dan disini disadari atau tidak bahwasanya muawiyah sudah terlihat
mengunakan politik, namun hal itu belum kami ketahui. Akan tetapi, ada banyak
hal yang dapat kita petik daripada peristiwa pasca daulah muawiyah, di
antaranya di masa itu islam sudah bisa menguasai dari empat penjuru angina.
BAB 1
LATAR BELAKANG
Bani Umayyah adalah kekhalifahan Islam pertama setelah masa Khulafa
ar-Rasyidin yang memerintah dari 661-M sampai 750-M di Jazirah Arab dan
sekitarnya, serta dari 756-M sampai 1031-M di Cordova, Spanyol. Nama dinasti
ini dirujuk kepada Umayyah bin ‘Abd asy-Syams, kakek buyut dari khalifah
pertama Bani Umayyah, yaitu Mu’awiyah bin Abu Sufyan atau kadangkala disebut
juga dengan Mu’awiyah.[1]
Bani Umayyah memiliki keinginan yang kuat untuk menjadi penguasa
yang sudah terpendam sejak dulu. Ambisi ini ada karena Bani Umayyah menganggap
keturunan mereka berasal dari golongan bangsawan, terhormat dan mempunyai
kekayaan yang melimpah.[2]
Namun, kenyataannya Bani Umayyah tidak berhasil, karena Bani
Umayyah tidak memperoleh popularitas di lingkungan penduduk Arab, tidak seperti
layaknya Bani Hasyim yang berhasil memperoleh popularitas di lingkungan
penduduk Arab. Sebagai akibat ambisi yang tidak kesampaian, maka terjadilah
persaingan antara Umayyah dengan pamannya Hasyim bin Abd al-Manaf.
Kondisi ini justru semakin menyudutkan citra Umayyah di mata
masyarakat Arab.
Walau demikian, akhirnya, ambisi untuk menjadi penguasa dari keturunan Bani Umayyah ini tercapai juga oleh keturunan Bani Umayyah yang bernama Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Bani Umayyah berkuasa setelah kepemimpinan Khulafa ar-Rasyidin.
Mengalir dari uraian di atas, maka tinjauan sejarah dalam tulisan makalah ini akan membahas tentang masa kelahiran, Sistem Pemerintahan Dinasti Umayah, Ciri-ciri Sisem Pemerinahan Bani Umayah serta masa kemunduran dan keruntuhan Dinasti Umayyah. Adapun tata urut dari tulisan ini meliputi pendahuluan, pembahasan dan Kesimpulan
Walau demikian, akhirnya, ambisi untuk menjadi penguasa dari keturunan Bani Umayyah ini tercapai juga oleh keturunan Bani Umayyah yang bernama Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Bani Umayyah berkuasa setelah kepemimpinan Khulafa ar-Rasyidin.
Mengalir dari uraian di atas, maka tinjauan sejarah dalam tulisan makalah ini akan membahas tentang masa kelahiran, Sistem Pemerintahan Dinasti Umayah, Ciri-ciri Sisem Pemerinahan Bani Umayah serta masa kemunduran dan keruntuhan Dinasti Umayyah. Adapun tata urut dari tulisan ini meliputi pendahuluan, pembahasan dan Kesimpulan
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana eksistensi daulah
umayah?
2. Siapa tokoh-tokoh kholifah
daulah umayah?
3. Bagaimana Sistem Sosial,
Politik dan Ekonomi Daulah Bani Umayyah?
4. Apa Kemajuan Intelektual?
BAB 2
PEMBAHASAN[3]
1.
Bagaimana eksistensi daulah umayah?
Kerajaan Bani Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan pada
tahun 41 H/661 M di Damaskus dan berlangsung
hingga pada tahun 132 H/ 750 M. Muawiyah bin Abu Sufyan adalah seorang politisi handal di mana pengalaman
politiknya sebagai Gubernur Syam pada zaman Khalifah Ustman bin Affan cukup
mengantarkan dirinya mampu mengambil alih kekusaan dari genggaman keluarga Ali
Bin Abi Thalib. Tepatnya Setelah Husein putra Ali Bin Thalib dapat dikalahkan
oleh Umayyah dalam pertempuran di Karbala. Kekuasaan dan kejayaan. Dinasti Bani
Umayyah mencapai puncaknya di zaman Al-Walid. Dan sesudah itu kekuasaan mereka
menurun.
Silsilah keturunan Muawiyah bin Abi Sufyan bin Harb bin Umayyah bin
Abdi Syamsi bin Abdi Manaf bertemu dengan Nabi Muhammad SAW pada Abdi Manaf.
Turunan Nabi dipanggil dengan keluarga Hasyim (Bani Hasyim), sedangkan
keturunan Umayyah disebut dengan keluarga Umayyah (Bani Umayyah). Oleh karena
itu Muawiyah dinyatakan sebagai pembangun Dinasti Umayyah[4].
Umayyah adalah pedagang yang besar dan kaya, yang mempunyai 10 anak
laki-laki yang semuanya mempunyai kekuasaan dan kemuliaan, di antaranya Harb,
Sufyan, dan Abu Sufyan. Dan Abu Sofyanlah yang pernah menjadi pemimpin pasukan
Quraisy melawan Nabi pada perang Badar Kubra. Dilihat dari sejarahnya, Bani
Umayyah memang begitu kental dengan kekuasaan.
Ketika terjadi Fathul Makkah Abu Sufyan diberi
kehormatan untuk mengumumkan pengamanan Nabi SAW, yang salah satunya adalah
barang siapa masuk ke dalam rumahnya maka amanlah dia, selain masuk masjid dan
rumahnya Nabi[5]. Hal
ini berlanjut pada masa khulafah al-rasyidin, Yazid bin Abi Sufyan
ditunjuk oleh Abu Bakar memimpin tentara Islam untuk membuka daerah Syam.
Dan masa Khalifah Umar diserahi jabatan Gubernur di Damaskus. Hal
yang sama dilakukan Umar adalah menyerahkan daerah Yordania kepada Muawiyah.
Bahkan setelah Yazid wafat, daerah yang diserahkan kepadanya diberikan kepada
Muawiyah. Setelah Umar wafat dan digantikan Ustman, maka kerabatnya dari Bani
Umayyah (Ustman termasuk dari Bani Umayyah) banyak yang menguasai pos-pos
penting dalam pemerintahan. Pada masa Ustman inilah kekuatan Bani Umayyah,
khususnya pada Muawiyah semakin mengakar dan menguat. Ketika dia diangkat
menjadi penguasa pada wilayah tertentu dalam jangka yang panjang dan
terus-menerus. Sebelumnya dia telah menjadi Wali Damaskus selama 4 tahun, yaitu
pada masa Umar, lalu Ustman menggabungkan baginya daerah Ailah sampai
perbatasan Romawi dan sampai pantai laut tengah secara keseluruhan. Bahkan dia
membiarkannya memerintah daerah tersebut selama 12 tahun penuh, yaitu sepanjang
masa kekhilafahannya.[6]
Kekuasaan Muawiyah pada wilayah Syam tersebut telah
membuatnya mempunyai basis rasional untuk karier politiknya. Karena penduduk
Syam yang diperintah Muawiyah mempunyai ketentaraan yang kokoh, terlatih dan
terpilih di garis depan dalam melawan Romawi. Mereka bersama-sama dengan
bangsawan Arab dan keturunan Umayyah yang berada sepenuhnya di belakang Muawiyah
dan memasoknya dengan sumber-sumber kekuatan yang tidak habis-habisnya, baik
moral, manusia maupun kekayaan[7]
Pada realitasnya banyak sejarawan yang memandang negatif terhadap
Muawiyah, karena keberhasilannya dalam perang siffin dicapai
melalui cara abitraseyang curang. Dia juga dituduh sebagai
penghianat prinsip-prinsip demokrasi yang diajarkan Islam. Karena dialah yang
mengubah model suksesi kepala negara dari proses demokrasi menuju system monarkhi.
Masa pemerintahan Bani Umayyah terkenal sebagai suatu era agresif,
karena banyak kebijakan politiknya yang berrtumpu kepada usaha perluasan
wilayah dan penaklukan. Hanya dalam jangka 90 tahun, banyak bangsa yang masuk
kedalam kekuasaannya. Daerah-daerah itu meliputi Spanyol, Afrika utara, Syria,
Palestina Jazirah Arab, Iraq, Persia, Afganistan, Pakistan, Uzbekistan, dan
wilayah Afrika Utara sampai Spanyol. Namun demikian, Bani Umayyah banyak
berjasa dalam pembangunan berbagai bidang, baik politik, sosial, kebudayaan,
seni, maupun ekonomi dan militer, serta teknologi komunikasi. Dalam bidang yang
terakhir ini, Muawiyah mencetak uang, mendirikan dinas pos dan tempat-tempat
tertentu dengan menyediakan kuda yang lengkap dengan peralatannya disepanjang
jalan, beserta angkatan bersenjatanya yang kuat.
2.
Siapa tokoh-tokoh kholifah daulah umayah?
Dengan meninggalnya Khalifah Ali, maka bentuk pemerintahan
kekhalifahan telah berakhir, dan dilanjutkan dengan bentuk pemerintahan
kerajaan (Dinasti), yakni kerajaan Bani Umayyah (Dinasti Umayyah). Daulah Bani
Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abi Sufyan. Muawiyah dapat menduduki kursi
kekuasaan dengan berbagai cara, siasat, politik dan tipu muslihat yang licik,
bukan atas pilihan kaum muslimin sebagaimana dilakukan oleh para Khalifah
sebelumnya. Dengan demikian, berdirinya Daulah Bani Umayyah bukan berdasar pada
musyawarah atau demokrasi. Jabatan raja menjadi turun-temurun, dan Daulah Islam
berubah sifatnya menjadi Daulah yang bersifat kerajaan (monarkhi).
Muawiyah tidak mentaati isi perjanjian yang telah dilakukannya dengan
Hasan ibn Ali ketika ia naik tahta, yang menyebutkan bahwa persoalan pergantian
pemimpin setelah Muawiyah akan diserahkan kepada pemilihan ummat Islam. Hal ini
terjadi ketika Muawiyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia
terhadap anaknya, Yazid. Sejak saat itu suksesi kepemimpinan secara
turun-temurun dimulai[8]
Dinasti Umayyah berkuasa hampir satu abad, tepatnya selama 90
tahun, dengan empat belas Khalifah. Banyak kemajuan, perkembangan dan perluasan
daerah yang dicapai, lebih-lebih pada masa pemerintahan Walid bin Abdul Malik.
Dimulai oleh kepemimpinan Muawiyyah bin Abi Sufyan dan diakhiri oleh
kepemimpinan Marwan bin Muhammad. Adapun urut-urutan Khalifah Daulah Bani
Umayyah adalah sebagai berikut:
1 Mu’awiyah bin Abi Sofyan 19 th 3 bln 41 H / 661 M 60 H /
681 M
2 Yazid bin Mu’awiyah 3 th 6 bln 60 H / 681 M 64 H / 683 M
3 Mu’awiyah bin Yazid 6 bln 64 H / 683 M 64 H / 684 M
4 Marwan bin Hakam 9 bl 18 hari 64 H / 684 M 65 H / 685 M
5 Abdul Malik bin Marwan 21 th 8 bln 65 H / 685 M 86 H / 705 M
6 Walid bin Abdul Malik 9 th 7 bln 86 H / 705 M 96 H / 715 M
7 Sulaiman bin Abdul Malik 2 th 8 bln 96 H / 715 M 99 H / 717 M
8 Umar bin Abdul Aziz 2 th 5 bln 99 H / 717 M 101 H / 720 M
9 Yazid bin Abdul Malik 4 th 1 bln 101 H / 720 M 105 H / 724 M
10 Hisyam bin Abdul Malik 19 th 9 bln 105 H / 724 M 125 H / 743 M
11 Walid bin Yazid 1 th 2 bln 125 H / 743 M 126 H / 744 M
12 Yazid bin Walid 6 bln 126 H / 744 M 126 H / 744 M
13 Ibrahim bin Yazid 4 bln 126 H / 744 M 127 H / 744 M
14 Marwan bin Muhammad 5 th 10 bln 127 H / 745 M 132 H / 750 M
2 Yazid bin Mu’awiyah 3 th 6 bln 60 H / 681 M 64 H / 683 M
3 Mu’awiyah bin Yazid 6 bln 64 H / 683 M 64 H / 684 M
4 Marwan bin Hakam 9 bl 18 hari 64 H / 684 M 65 H / 685 M
5 Abdul Malik bin Marwan 21 th 8 bln 65 H / 685 M 86 H / 705 M
6 Walid bin Abdul Malik 9 th 7 bln 86 H / 705 M 96 H / 715 M
7 Sulaiman bin Abdul Malik 2 th 8 bln 96 H / 715 M 99 H / 717 M
8 Umar bin Abdul Aziz 2 th 5 bln 99 H / 717 M 101 H / 720 M
9 Yazid bin Abdul Malik 4 th 1 bln 101 H / 720 M 105 H / 724 M
10 Hisyam bin Abdul Malik 19 th 9 bln 105 H / 724 M 125 H / 743 M
11 Walid bin Yazid 1 th 2 bln 125 H / 743 M 126 H / 744 M
12 Yazid bin Walid 6 bln 126 H / 744 M 126 H / 744 M
13 Ibrahim bin Yazid 4 bln 126 H / 744 M 127 H / 744 M
14 Marwan bin Muhammad 5 th 10 bln 127 H / 745 M 132 H / 750 M
3.
Bagaimana Sistem Sosial, Politik dan Ekonomi
Daulah Bani Umayyah?
1. Sistem Sosial
Dalam lapangan sosial, Bani Umayyah telah membuka terjadinya kontak
antara
bangsa-bangsa Muslim (Arab) dengan negeri-negeri taklukan yang
terkenal memiliki kebudayaan yang telah maju seperti Persia, Mesir, Eropa dan
sebagainya. Hal tersebut menyebabkan terjadinya akulturasi budaya antara Arab
(yang memiliki ciri-ciri Islam) dengan tradisi bangsa-bangsa lain yang bernaung
dibawah kekuasaan Islam[9]
Hubungan tersebut kemudian melahirkan kreatifitas baru yang
menakjubkan dibidang seni bangunan (arsitektur) dan ilmu pengetahuan. Seperti
yang terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Walid ibn Abdul Malik (705-715 M)
kekayaan dan kemakmuran melimpah ruah. Ia seorang yang berkemauan keras dan
berkemampuan melaksanakan pembangunan. Oleh karena itu, ia menyempurnakan
gedung-gedung, pabrik-pabrik dan jalan-jalan yang dilengkapi dengan sumur untuk
para kabilah yang berlalu lalang dijalan tersebut. Ia membangun masjid
al-Amawi yang terkenal hingga masa kini di Damaskus. Disamping itu ia
menggunakan kekayaan negerinya untuk menyantuni para yatim piatu, fakir miskin,
dan penderita cacat seperti orang lumpuh, buta dan sebagainya. Akibat lainnya
adalah juga banyak orang-orang dari negeri taklukan yang memeluk Islam. Mereka
adalah pendatang-pendatang baru dari kalangan bangsa-bangsa yang dikalahkan,
yang kemudian mendapat gelar “al mawali”. Status tersebut
menggambarkan inferioritas di tengah-tengah keangkuhan bangsa Arab. Mereka
tidak mendapat fasilitas dari penguasa Bani Umayyah sebagaimana yang didapatkan
oleh orang-orang muslimin Arab.
Dalam masa Daulah Bani Umayyah, orang-orang muslimin Arab memandang
dirinya lebih mulia dari segala bangsa bukan Arab (mawali). Orang-orang
Arab memandang dirinya “saiyid” (tuan) atas bangsa bukan Arab, seakan-akan
mereka dijadikan Tuhan untuk memerintah. Sehingga antara bangsa Arab
dengan negeri taklukannya terjadi jurang pemisah dalam hal pemberian hak-hak
bernegara[10].
Pada saat itu banyak Khalifah Bani Umayyah yang bergaya hidup mewah
yang sama sekali berbeda dengan para Khalifah sebelumnya. Meskipun demikian,
mereka tidak pernah melupakan orang-orang lemah, miskin dan cacat. Pada masa
tersebut dibangun berbagai panti untuk menampung dan menyantuni para yatim
piatu, faqir miskin dan penderita cacat. Untuk orang-orang yang terlibat dalam
kegiatan humanis tersebut mereka digaji oleh pemerintah secara tetap.[11]
2. Sistem Politik
Perubahan yang paling menonjol pada masa Bani Umayyah terjadi pada
sistem politik, diantaranya adalah:
a. Politik dalam Negeri
1) Pemindahan pusat pemerintahan dari Madinah ke Damaskus.
Keputusan ini berdasarkan pada pertimbangan politis dan keamanan. Karena
letaknya jauh dari Kufah, pusat kaum Syi’ah (pendukung Ali), dan juga jauh dari
Hijaz, tempat tinggal Bani Hasyim dan Bani Umayyah, sehingga bisa terhindar
dari konflik yang lebih tajam antar dua bani tersebut dalam memperebutkan
kekuasaan. Lebih dari itu, Damaskus yang terletak di wilayah Syam (Suriah)
adalah daerah yang berada di bawah genggaman Muawiyah selama 20 tahun sejak dia
diangkat menjadi Gubernur di distrik ini sejak zaman Khalifah Umar ibn Khattab
(Pulungan, 1994:164). 2)
Pembentukan lembaga yang sama sekali baru atau pengembangan dariKhalifah
ar rasyidin, untuk memenuhi tuntutan perkembangan administrasi dan wilayah
kenegaraan yang semakin komplek. Dalam menjalankan pemerintahannya Khalifah
Bani Umayyah dibantu oleh beberapa al Kuttab (sekretaris) yang
meliputi :
1. Katib ar Rasaail yaitu sekretaris yang bertugas
menyelenggarakan administrasi dan surat-menyurat dengan pembesar-pembesar
setempat.
2. Katib al Kharraj yaitu sekretaris yang bertugas
menyelenggarakan penerimaan dan pengeluaran negara.
3. Katib al Jund yaitu sekretaris yang bertugas
menyelenggarakan hal-hal yang berkaitan dengan ketentaraan.
4. Katib asy Syurthahk yaitu sekretaris yang
bertugas menyelenggarakan pemeliharaan keamanan dan ketertiban umum.
5. Katib al-Qaadhi yaitu sekretaris yang
bertugas menyelenggarakan tertib hokum melalui bedan-badan peradilan dan hakim
setempat[12]
Masa Bani Umayyah juga membentuk berbagai departemen baru antara
lain bernama al-Hijabah, yaitu urusan pengawalan keselamatan
Khalifah. OrganisasiSyurthahk (kepolisian) pada masa Bani Umayyah
disempurnakan,. Pada mulanya organisasi ini menjadi bagian organisasi
kehakiman, yang bertugas melaksanakan perintah hakim dan keputusan-keputusan
pengadilan, dan kepalanya sebagai pelaksanaal-hudud. Untuk mengurus tata
usaha pemerintahan, Daulah Bani Abbas membentuk empat buah “dewan” atau kantor
pusat yaitu:
· Diwanul Kharrraj,
· Diwanul Rasaail,
· Diwanul Musytaghilaat al-Mutanauwi’ah dan
· Diwanul Khatim.
Dewan ini sangat pnting karena tugasnya mengurus surat-surat
lamaran raja, menyiarkannya, menstempel, membungkus dengan kain dan dibalut
dengan lilir kemudian diatasnya dicap[13] Sedangkan pada bidang pelaksanaan
hukum, Daulah Bani Umayyah membentuk lembaga yang bernama Nidzam al
Qadai (organisasi kehakiman). Kekuasaan kehakiman di zaman ini dibagi
kedalam tiga badan yaitu:
· Al-Qadha’, bertugas memutuskan perkara dengan
ijtihadnya, karena pada waktu
itu belum ada “mazhab empat” ataupun mazhab-mazhab lainnya. Pada
waktu itu para qadhi menggali hukum sendiri dari al-kitab dan as-Sunnah dengan
berijtihad.
· Al-Hisbah, bertugas menyelesaikan perkara-perkara
umum dan soal-soal pidana yang memerlukan tindakan cepat.
· An-Nadhar fil Madhalim, yaitu mahkamah tertinggi atau
mahkamah banding[14]
Selain iitu, Khalifah Bani Umayyah juga mengangkat
pembantu-pembantu sebagai pendamping yang sama sekali berbeda dengan Khalifah
sebelumnya. Mereka merekrut orang-orang non Muslim menjadi pejabat-pejabat
dalam pemerintahan, seperti penasehat, administrator, dokter dan kesatuan dalam
militer [15] Hal
ini terjadi sejak Muawiyah menjabat sebagai Khalifah, yang kemudian diwarisi
oleh keturunannya. Tetapi pada zaman Umar bin Abdul Azis kebijakan tersebut
dihapus, karena orang-orang non Muslim (Yahudi, Nasrani dan Majusi) yang
memperolehprivilage di dalam pemerintahan banyak merugikan
kepentingan umat Islam, bahkan menganggap mereka rendah.
b) Politik Luar Negeri
Politik luar negeri Bani Umayyah adalah politik ekspansi yaitu
melakukan perluasan daerah kekuasaan ke negara–negara yang belum tunduk pada
kerajaan Bani Umayyah. Pada zaman Khalifah ar-Rasyidin wilayah
Islam sudah demikian luas, tetapi perluasan tersebut belum mencapai tapal batas
yang tetap, sebab di sana-sini masih selalu terjadi pertikaian dan kontak-kontak
pertempuran di daerah perbatasan. Daerah-daerah yang telah dikuasai oleh Islam
masih tetap menjadi sasaran penyerbuan pihak-pihakdi luar Islam, dari belakang
garis perebutan tersebut. Bahkan musuh diluar wilayah Islam telah berhasil
merampas beberapa wilayah kekuatan Islam ketika terjadi perpecahan-perpecahan
dan permberontakan-pemberontakan dalam negeri kaum muslimin[16] Berdasarkan kedaan semacam ini,
terjadilah pertempuran-pertempuran antara Bani Umayah dan negara-negara
tetangga yang telah ditaklukkan pada masakhilafaur rasyidin.
Di
sebelah Timur, Muawiyah dapat menguasai Khurasan sampai ke sungai Oxus dan
Afganistan sampai ke Kabul. Angkatan lautnya melakukan serangan-serangan ke ibu
kota Bizantium, Konstantinopel. Ekspansi ke timur yang dilakukan Muawiyah
dilanjutkan oleh Khalifah Abdul Malik. Dia mengirim tentara menyeberangi sungai
Oxus dan berhasil menundukkan Balk, Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Samarkand.
Tentaranya sampai ke India dan dapat menguasai Balukhistan, Sind dan daerah
Punjab sampai ke Maltan[17]
Ekspansi ke Barat secara besar-besaran dilanjutkan di zaman Walid
bin Abdul Malik. Pada masa pemerintahannya tercatat suatu ekspedisi militer
dari Afrika Utara menuju wilayah Barat daya, benua Eropa, pada tahun 711 M.
Setelah al-Jazair dan Marokka dapat ditaklukkan, Tariq bin Ziyad, pemimpin
pasukan Islam,menyeberangi selat yang memisahkan antara Marokko dengan benua
Eropa, dan mendapat di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar
(Jabal Tariq). Tentara Spanyol dapat ditaklukkan. Dengan demikian Spanyol menjadi
sasaran ekspansi selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Kordova, dengan cepat dikuasai.
Menyusul kota-kota lain seperti Seville, Elvira dan Toledo yang dijadikan ibu
kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Kordova.[18]
Pada saat itu, pasukan Islam memperoleh kemenangan dengan mudah
karena mendapat dukungan dari rakyat setempat yang sejak lama menderita akibat
kekejaman penguasa. Di zaman Umar bin Abdul Aziz, serangan dilakukan ke Prancis
melalui pegunungan Piranee. Serangan ini dipimpin oleh Abdurahman ibn Abdullah
al-Ghafiqi. Ia mulai menyerang Bordeau, Poitiers. Dari sana ia menyerang Tours.
Namun dalam peperangan di luar kota Tours, al-Qhafii terbunuh, dan tentaranya
mundur kembali ke Spanyol. Disamping daerah-daerah tersebut pulau-pulau yang
terdapat di Laut Tengah juga jatuh ke tangan Islam di zaman Bani Umayyah.
Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah baik di Timur maupun Barat,
wilayah kekuasaan Islam masa Bani Umayyah sangat luas. Daerah-daerah tersrebut
meliputi: Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, jazirah Arabia, Irak,
sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan,
Purkmenia, Uzbek dan Kirgis di Asia Tengah.[19]
Dengan demikian, ekspansi yang dilakukan oleh orang Islam di masa
Bani Umayyah adalah semata-mata suatu tindakan untuk membela diri (defensif)
dan jihad untuk menyiarkan agama Islam, terutama terhadap penganut-penganut
kepercayaan syirik, yang menghalang-halangi sampainya ajaran Islam ke dalam
hati sanubari rakyat yang telah lama menanti-nantikannya.
Perluasan yang dilakukan pada masa Bani Umayyah meliputi tiga front
penting, yaitu daerah-daerah yang telah dicapai dan gerakan Islam
terhenti sampai di situ, ketika masa Khalifah Ustman bin Affan. Ketiga front
itu sebagai berikut :
1) Front pertempuran melawan bangsa Romawi di Asia Kecil. Dimasa
pemerintahan Bani Umayyah, pertempuran di front ini telah meluas, sampai
meliputi pengepungan terhadap kota Konstantinopel, dan penyerangan terhadap
beberapa pulau di laut tengah.
2) Front Afrika Utara. Front ini meluas sampai ke pantai Atlantik,
kemudian menyeberangi selat Jabal Thariq dan sampai ke Spanyol. 3) Front Timur.
Ini meluas dan terbagi kepada dua cabang, yang satu menuju ke utara, ke
daerah-daerah diseberang sungai Jihun (Amru Dariyah). Dan cabang yang kedua
menuju ke Selatan, meliputi daerah Sind, wilayah India di bagian Barat.[20]
3. Sistem Ekonomi
Pada masa Bani Umayyah ekonomi mengalami kemajuan yang luar biasa.
Dengan wilayah penaklukan yang begitu luas, maka hal itu memungkinkannya untuk
mengeksploitasi potensi ekonomi negeri-negeri taklukan. Mereka juga dapat
mengangkut sejumlah besar budak ke Dunia Islam. Penggunaan tenaga kerja ini
membuat bangsa Arab hidup dari negeri taklukan dan menjadikannya kelas pemungut
pajak dan sekaligus memungkinkannya mengeksploitasi negeri-negeri tersebut,
seperti Mesir, Suriah dan Irak.[21]
Tetapi bukan hanya eksplotasi yang bersifat menguras saja
yang dilakukan oleh Bani umayyah, tetapi ada juga usaha untuk memakmurkan
negeri taklukannya. Hal ini terlihat dari kebijakan Gubernur Irak yang saat itu
dijabat oleh al-Hajjaj bin Yusuf. Dia berhasil memperbaiki saluran-saluran air
sungai Euphrat dan Tigris, memajukan perdagangan, dan memperbaiki sistem ukuran
timbang, takaran dan keuangan.[22]
Jadi sumber ekonomi masa Daulah Bani Umayyah berasal dari potensi
ekonomi negeri-negeri yang telah ditaklukan dan sejumlah budak dari
negara-negara yang telah ditaklukkan diangkut ke Dunia Islam. Tetapi kebijakan
yang paling strategis pada masa Daulah Bani Ummayah adalah adanya sistem
penyamaan keuangan. Hal ini terjadi pada masa Khalifah Abdul Malik. Dia
mengubah mata uang asing Bizantium dan Persia yang dipakai di daerah-daerah
yang dikuasai Islam. Untuk itu, dia mencetak uang tersendiri pada tahun 659 M
dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab. Mata uang tersebut terbuat dari emas
dan perak sebagai lambang kesamaan kerajaan ini dengan imperium yang ada
sebelumnya.[23]
4. Apa Kemajuan Intelektual?
Kehidupan ilmu dan akal, pada masa Dinasti Bani Umayyah pada
umumnya berjalan seperti zaman khalafaur rasyidin, hanya beberapa
saja yang mengalami kemajuan, yaitu mulai dirintis jalan ilmu naqli,
berupa filsafat dan eksakta. Pada saat itu, sebagaimana masa sebelumnya, ilmu
berkembang dalam tiga bidang, yaitu diniyah,tarikh dan filsafat.
Tokoh filsafat yang terkenal (beragama nasrani) adalah Yuhana al Dimaski, yang
dikenal dalam Dunia KRISTEN sebagai Johannes Damacenes, yang kemudian
diteruskan oleh muridnya yang bernama Abu Qarra. Kebanyakan masyarakat dan
Khalifah Bani Umayyah mencintai syair. Pada masa itu lahir beberapa penyair
terbesar, seperti Ghayyats Taghlibi al-Akhtal, Jurair, dan Al- Farazdak.
Kota-kota yang menjadi pusat kegiatan ilmu, pada masa Daulah Bani Umayyah,
masih seperti zaman khafaur rasyidin, Yaitu kota Damaskus, Kufah, Basrah,
Mekkah, Madinah, Mesir dan ditambah lagi dengan pusat-pusat baru, seperti kota
Kairawan, Kordoba, Granada dan lain-lainnya.[24]
Ilmu pengetahuan pada masa Daulah Bani Umayyah terbagi menjadi dua
yaitu:
1. Al-Adaabul Hadisah (ilmu-ilmu baru), yang terpecah menjadi dua bagian: · Al-Ulumul
Islamiyah, yaitu ilmu-ilmu al-Qur’an, al-Hadist, al-Fiqh, al-ulumul
Lisaniyah, at-Tarikh dan al-Jughrafi. · Al-Ulumud Dakhiliyah, yaitu
ilmu-ilmu yang diperlukan oleh kemajuan Islam, seperti ilmu thib, fisafat, ilmu
pasti dan ilmu-ilmu eksakta lainnya yang disalin dari bahasa Persia dan Romawi.
2. Al-Adaabul Qadimah (ilmu-ilmu lama), yaitu ilmu-ilmu yang telah ada di zaman Jahiliah
dan di zaman khalafaur rasyidin, seperti ilmu-ilmu lughah, syair,
khitabah dan amsaal. Pada permulaan masa Daulah Bani Umayyah orang Muslim
membutuhkan hokum dan undang-undang, yang bersumber pada al-Qur’an. Oleh karena
itu mereka mempunyai minat yang besar terhadap tafsir al-Qur’an. Ahli tafsir
pertama dan termashur pada masa tersebut adalah Ibnu Abbas. Beliau menafsirkan
al-Qur’an dengan riwayat dan isnaad. Kesulitan-kesulitan kaum muslimin dalam
mengartikan ayat-ayat al-Qurr’an dicari dalam al-Hadist. Karena terdapat banyak
hadist yang bukan hadist, maka timbullah usaha untuk mencari riwayat dan sanad
al-Hadist, yang akhirnya menjadi ilmu hadist dengan segala cabang-cabangnya.
Maka kitab tentang ilmu hadist mulai banyak dikarang oleh orang-orarng Muslim.
Diantara para muhaddistin yang termashur pada zaman itu, yaitu: Abu Bakar
Muhammad bin Muslim bin Ubaidillah bin Abdullah bin Syihab az-Zuhry, Ibnu Abi
Malikah (Abdullah bin Abi Malikah at-Tayammami al-Makky, Al-Auza’I Abdur Rahman
bin Amr, Hasan Basri Asy-Sya’b[25]
BAB 3
SIMPULAN
Bani Umayyah merupakan penguasa Islam yang telah merubah sistem
pemerintahan yang demokratis menjadi monarchi (sistem pemerintahan yang
berbentuk kerajaan). Kerajaan Bani Umayyah diperoleh melalui kekerasan,
diplomasi dan tipu daya, tidak dengan pemilihan atau suara terbanyak
sebagaimana dilakukan oleh pemimpin sebelumnya, yaitu khalafaur
rasyidin.Meskipun mereka tetap menggunakan istilah Khalifah, namun mereka
memberikan interpretasi baru untuk mengagungkan jabatannya. Mereka menyebutnya
“Khalifah Allah” dalam pengertian “penguasa” yang diangkat oleh Allah.
Kekuasaan Bani Umayyah berlangsung selama 90 tahun (680-750
M). Dinasti ini dipimpin oleh 14 Khalifah, dengan urutan raja sebagai berikut
yaitu: Muawiyah, Yazid ibn Muawiyah, Muawiyah ibn Yazid, Marwan ibn Hakam,
Abdul Malik ibn Marwan, Walid ibn Abdul Malik, Sulaiman ibn Abdul Malik, Umar
ibn Abdul Aziz, Yazid ibn Abdul Malik, Hisyam ibn Abdul Malik, Walid ibn Yazid,
Yazid ibn Walid (Yazid III), Ibrahim ibn Malik dan Marwan ibn Muhammad.
Pada masa Daulah Bani Umayyah banyak kemajuan yang telah dicapai.
Ekspansi yang terhenti pada masa Khalifah Ustman dan Ali dilanjutkan oleh
Dinasti ini. Sehingga kekuasaan Islam betul-betul sangat luas. Daerah-daerah
itu meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, jazirah Arabia, Irak,
sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan,
Purkmenia, Uzbek dan Kirgis di Asia Tengah.
Di samping melakukan perluasan wilayah kekuasaan Islam, Bani
Umayyah juga berjasa dalam bidang pembangunan dan kemajuan ilmu pengetahuan,
misalnya mendirikan dinas pos, menertibkan angkatan bersenjata, mencetak mata
uang. Ilmu naqli, yaitu filsafat dan ilmu eksakta mulai dirintis.
Ilmu tafsir al-Qur’an berkembang dengan pesat, karena orang Muslim membutuhkan
hukum dan undang-undang, yang bersumber pada al-Qur’an. Apabila menemui
kesulitan dalam melakukan penafsiran, mereka mencarinya dalam al-Hadist. Karena
banyaknya hadist palsu, maka timbullah usaha untuk mencari riwayat dan sanad
al-Hadist, yang akhirnya menjadi ilmu hadist dengan segala cabang-cabangnya
DAFTAR PUSTAKA
1. Hassan, Hassan
Ibrahim.1989. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Yogyakarta.
2. Amin, Samsul Munir.2009.Sejarah
Peradaban Islam.Jakarta: Amzah
3. Mufrodi, Ali.1997. Islam
Di Kawasan Kebudayaan Arab.Surabaya: Logos Waacana Ilmu
4. Yatim, Badri.2004. Sejarah
Peradaban Islam Dirasah Islamiyah2.Jakarta: RajaGrafindo Persada.
5. Hasan, Ibrahim Hasan.
2001. Sejarah Kebudayaan Islam 2.Jakarta: Karam Mulia
6. Pulungan, J Suyuthi . 2002. Fiqh Siyasah: Ajaran,
Sejarah, dan Pemikiran. PT. RajaGrafindoPersada:Jakarta
7. Hitti, Phillip K. 1987.
History of the Arabs. The Macmillan Press: Bandung.
Al-Thabari. 1984.
8. Jami’ al-Bayan ‘an Ta’wil Ayi
al-Qur’an. Jilid IV. Dar al-Fikr. Bairut.
9. Muir, William, The Caliphate
its Rise, Decline and Fall, Ams Press, New York, 1975
10. Bek, Al-Khudhari. Itmem al-Wafa fi Sirat
al-Khulafa. Dar al- Fikr. t.t.
11. Zaidan, Jurji. Tarikh al-Tamaddun al-Islam. Dar
al-Hilal, al-Qahirat, t.t.
12. Mahmudun, Nasir Syed. Islam Its Concept a
History. Kitab Bhavan. New Delhi. t.t.
13. Syalabi, Ahmad. 1998. Sejarah dan Kebudayaan Islam.
Jilid I. terjemahan Muchtar Yahya dan
[1] Potensi perpecahan antara suku, etnis dan kelompok politik
yang tumbuh semakin kuat
[2] Tidak adanya aturan yang pasti dan tegas tentang peralihan
kekuasaan secara turun temurun mengakibatkan gangguan serius di tingkat negara
[3] Makalah ini disusun oleh mahasiswa/I aqidah filsafat.
Fakultas Ushuluddin, studi agama, dan pemikiran Islam, Yogyakarta. Shohibul
kafi, Kholifatun, Hamam, dan Wahdini, dalam mata kuliah Islam dan Politik, semester
Empat, 05/04/2012/ yang di ampu oleh, Moh. Fathan, S. Ag, M. Hum
[4] Sou’yb,1997:7
[5] Hasan,1993:282
[6] al-Maududi,1993:146-147
[7] Mufrodi,1997:70
[8] al-Maududi,1984:167
[9] Amin, 1997:106
[10] Hasjmy, 1993:154
[11] Yatim, 1998:139.
[12] (Hasjmy, 1993:82).
[13] (Hasjmy, 1993:172).
[14] (Hasjmy, 1993:172).
[15] (Pulungan, 1997:166).
[16] (Syalaby, 1971:139).
[17] (Nasution, 1985:61).
[18] (Hasan, 1967:91).
[19] (Nasution, 1985:62).
[20] (Mufrodi, 1997:80).
[21] (Bosworth,1993:26).
[22] (Mufradi, 1997:76).
[23] (Yatim, 2003:44).
[24] (Hasjmy, 1993:183).
[25] (Hasjmy, 1993:183).
0 Response to "POLITIK PASCA DAULAH UMAYAH "
Post a Comment