Masa depan kemanusian tergantung pada adanyasikap kritis dewasa ini
-Max Horkheimer-
Kalimat kita yang pertama mengunkapkan tanpa ragu-rag suatu maksud akan consensus yang universal dan
tidak ada paksaan
-Jurgen Habermas-
BAB I
KATA PENGANTAR
Berbicara terkait dengan teori kritis, mau tidak mau kita akan berbicara eksistensi historis kelahiran teori kritis. Teori kritis adalah sebutan untuk orientasi teoritis tertentu yang bersumber dari Hegel dan Marx, disistematisasi oleh Horkheimer dan sejawatnya di Institut Penelitian Sosial di Frankfurt, dan dikembangkan oleh Habermas. Secara umum istilah ini merujuk pada elemen kritik dalam filsafat Jerman yang dimulai dengan pembacaan kritis Hegel terhadap Kant. Secara lebih khusus, teori kritis terkait dengan orientasi tertentu terhadap filsafat yang ”dilahirkan” di Frankfurt. Sekelompok orang yang kemudian dikenal sebagai anggota Mazhab Frankfurt adalah teoritisi yang mengembangkan analisis tentang perubahan dalam masyarakat kapitalis Barat, yang merupakan kelanjutan dari teori klasik Marx.
Posisi habermas dalam kancah teori kritis beranjak dari Mereka yang bekerja institut penelitian ini diantaranya Max Horkheimer, Theodor Adorno, Herbert Marcuse dan Erich Fromm di akhir tahun 20-an dan awal tahun 30-an. Setelah berpindah ke Amerika Serikat karena tekanan Nazi, para anggota Mazhab Frankfurt[1] menyaksikan secara langsung budaya media yang mencakup film, musik, radio, televisi, dan budaya massa lainnya. Di Amerika saat itu, produksi media hiburan dikontrol oleh korporasi-korporasi besar tanpa ada campur tangan negara. Hal ini memunculkan budaya massa komersial, yang merupakan ciri masyarakat kapitalis dan, kemudian, menjadi fokus studi budaya kritis. Horkheimer dan Adorno mengembangkan diskusi tentang apa yang disebut ”industri kebudayaan” yang merupakan sebutan untuk industrialisasi dan komersialisasi budaya dibawah hubungan produksi kapitalis.
Tokoh lain yang kemudian menjadi identik dengan teori kritis adalah Jurgen Habermas. Dia bergabung dengan Institut Penelitian Sosial di universitas Frankfurt, yang didirikan kembali oleh Horkheimer[2] dan Adorno[3], pada dekade pasca perang dunia kedua.
RUMUSAN MASALAH
Melihat konteks perjalan jurgan habermas. habermas adalah seorang anggota paling terkenal dari generasi kedua Mazhab Frankfurt bidang penelitian social. Oleh karena itu penulis mencoba menguraikan dinamika titik temu habermas dengan beberapa filsuf yang mempunyai kesamaan. Dapat saya simpulkan rumusan masalah sebagai berikut.
1. Biografi Jurgan habermas dan karyanya
2. Pemikiraan filosofisnya
Demikianlah beberapa sub, yang hendak saya paparkan, dengan mengunakan merode kajian pustaka dan analisis saya. Munkin tulisan saya ini belum cukup sempurna, disebabkan minimnya pengetahuan yang penulis miliki. Saat ini penulis masih memasuki semester tiga, dan mungkin analisis penulis masih sangat rendah. Jadi untuk kesempurnaan tulisan ini, penulis berharap temen-temen Aqidah dan Filsafat mampu menambahi.
BAB II
PEMBAHASAN[4]
1. Biografi Jurgen Habermas dan karyanya
Jurgen Habermas dilahirkan di Diisseldrof pada tahun 1929 dan dibesarkan di Gummersbach, kota kecil di Diisseldrof. Ketika menginjak usia remaja pada akhir perang dunia II, ia ikut menyadari bersama bangsanya kejahatan yang dilakukan rezim nasional-sosiolis Hilter. Keyakinanya tentang pentingnya demokrasi dalam pemikiran politiknya dikemudian hari, munkin berasal dari pengalaman yang mengejutkan itu.[5]
Di Univeersitas kota Gottingen ia mempelajari kesusasteraan, sejarah dan filsafat, antara lain pada N. Hartmann dan juga mengikuti kuliah dibidang psikologi dan ekonomi. Sesudah waktu singkat di Zurich, ia meneruskan study filsafat pada universitas Bonn dimana pada 1954 ia meraih gelar “Doktor Filsafat” dengan sebuah disertasi yang berjudul Das Ab-Sulute and die Gerschicte (yang absolute adalah sejarah), suatu study tentang pemikiran Schelling. Pada waktu itu juga lebih intensif ia melibatkan diri dalam diskusi-diskusi politik, antara lain perdebatan yang sangat hangat tentang masalah persenjataan kembali (rearmament) di Jerman setelah kalah perang dunia II.
Baru pada 1956 habermas berkenalan dengan institut penelitian social di Frankfurt dan menjadi asisten Adorno. Menurutnya kesaksianya, ia belajar dari Adorno apa itu sosiologi. Disitu ia mengambil bagian dalam suatu proyek penilitian mengenai sikap politik para mahasiswa di Universitas Frankfrut. Habermas terutama mengajarkan dari segi teoritisnya. Hasil penilitian itu dipublikasikan dalam buku Student And politik 1964. Suatu bekerja di Institut penilitian social itu ia berkenalan juga bahkan bias dikatakan lebih dalam dengan pemikiran Marxisme.[6]
Sekitar waktu yang sama habemas mempersiapkan habilitations schift nya. Karangan ini diberi judul strukturwandel der Oeffentlichkeit (Transformasi sturuktural dari lingkup umum) 1962, suatu study yang mempelajari sejauh mana demokrasi masih munkin dalam masyarakat industry modern. Perhatian khusus diberikan kepada berfungsi tidaknya pendapat umum dalam masyarakat Modren. Sebelum Habilitation berlangsung, ia sudah diundang menjadi Profesor filsafat di Heidelbreg (1961-1964), pada 1964 ia kembali ke Universitas Frankfurt, karena diangkat Profesor Sosiolog dan Filsafat, mengantikan Horkheimor. Sesuai dengan tradisi Mazhab FrankFrurt ia juga tidak asing di Amerika, sebab, selama beberapa waktu ia mengajar di New York. Kemudian dia sering kembali ke Amerika sebagai filsuf besar. Hampir semua karyanya dengan agak cepat sesudah penerbitan pertama dalam bahasa jerma diterjemahkan kedalam bahasa Inggris.[7]
Pada awal tahun 1960 an habermas sangat popular dalam kalangan mahasiswa jerman dan oleh beberapa golongan dianggap sebagai ideology mereka, khususnya beberapa kelompok SDS (Sozialistische Deutssche Studentbund). Tetapi ketika aksi-aksi mahasiswa mulai melewati batas dengan mengunakan kekerasaan “anarkis”, habermas tidak segan mengeluarkan kritiknya.
Lama kelamaan aksi para mahaiswa pun tidak luput dari anggota Mazhab Frankfrurt sendiri diantaranya, Horkheimer dan Adorno, ia mengalami konflik dengan mahasiswa. Pada tahun 1969 ia menerbitkan buku”gerakan pembaharuan dan oposisi dalam perguruan tinggi” suatu Evaluasi kritis tentang gerakan protes mahasiswa pada tahun1960-an; suatu buku yang best-Seller dijerman. Jika pada tahun 1971 habermas meninggalkan Frankfrurt, dengan salah satu alasan bahwa ia tidak lagi merasa betah mengajar di Universiti itu. Ia menerima tawaran untuk menjadi direktur bersama dengan C.F. Weizsacker, fisikawan dan filsuf dari Maz planck Institut di Starnberg, yang meneliti kondisi kehidupan dalam dunia ilmiah-tehknis.
Ketika masih mengajar diFrankfrt, selain buku-buku yang sudah disebut, habermas pun menerbitkan lagi: Theorie Und Praxsi “teori dan praksi” 1963,; Zur Logik Der Sozialwissentchaften (buku tentang logika ilmu social) 1967; Tehnick und Wissentchaft als Ideology (Tehnik dan Pengetahuan, antara lain “Erkenntnis und Interesse”, pidato pelantikan habermas ketika dikukuhkan sebagai professor di Frankfrurt; progam yang dirancang dalam pidatonya ini sebagaian direalisasikan dalam buku yang berjudul sama: “Erkenntnis und Interesse” (pengenalan dan kepentingan manusia) 1968. Karena ditulis ditengah diskusi yang ramai, dari semua kitab yang sudah diterbitkan beberapa tahun hingga kemudian diperbaharui dengan edisi baru ditambah dengan penjelasan.
Selama di Frankfrurt habermas pun terjun dalam diskusi yang dikenal sebagai Positivismusstreit[8], suatu edisi yang menarik banyak perhatian dari kalangan akademis jerman sekitar tahun 1960-an dan berkumandang didunia internasional
Dalam konteks ini yang menjadi problematika adalah metode-metode dalam ilmu-ilmu social. Sentral permasalahan ialah hubungan antara teori dan praktik. Sebagaimana dapat saya sadari, bahwa mazhab Frankfrurt mempunyai keyakinan teguh bahwa teori tidak dapat dilepaskan oleh praktik dan bahwa tidak ada ilmu pengetahuan bebas nilai. Menurut habermas, sikap teoritis selalu diresapi dan dijuruskan dalam kepentingan manusiawi yang tertentu.
Disukusi tersebut dibuka oleh Theodor W. Adorno dan Karl Popper, yang masing-masing mempunyai pandangan dealektis dan positivistis. Setelah diawali oleh dua veteran, diskusi dilanjutkan oleh dua filsuf muda, yakitu jurgan habermas dan hans albert.[9]Sebenarnya diskusi tentang “Positivisme” tidak begitu tepat, karena Popper maupun Albert menolak digolongkan kedalam golongan Positivisme.[10]
Menurut popper dan albert, ilmu pengetahuan hanya merupakan suatu usaha logis saja. Bagi mereka teori sama dengan logika. Jadi,dibidang praksis juga “politik tidak terkecuali” ilmu pengetahuan itu sama sekali netral. Tetapi menurut mazhab Frankfrurt, sikap semacam itu hanya menunjang status quo, dan akibatnya sekali-kali tidak bersifat netral! Yang tanpak dalam diskusi ini hanya oposisi fundamental, antara metode rasionalisme dan empirisme dan orientasinya dealektis menurut tradisi Hegelian. Diskusi ini sama sekali tidak berhasil dalam mendekatkan kedua belah pihak. Apalagi menciptakan perstujuan antara para partisipan. Tetapi, ada manfaatnya juga, sejauh kedua belah pihak itu sempat dijelaskan dan dipertajam[11]
Selama 10 tahun habermas bekerja di Institut Max Planck, yakni sampai tahun 1981, yakni ketika pusat penelitian social ini terpaksa bubar, setelah stafnya tidak berhasil mencapai kesepakatan tentang arah perkembangan selanjutnya. Bagi Karir ilmiah habermas, selama 10 tahun di Stangberg ini menjadi suatu fase kesuburan. Pemikiran filosofisnya mencapai tahab kematengan dalam periode ini. Menurut analisis saya, kesuburan analisis habermas juga ditandai dengan terbitnya buku, “legitimationsprobleme im spatkapitalismuus”[12] 1973;kultur dan kritik, 1973; Zur Rekonstruktion des historischen Materealismus, (demi rekontruksi mateealisme historis)1976, yang dapat dianggap opus magnum habermas dalam puncak saha ilmiahnya adalah “Theorie Des Kommunikativeb Handelsn”, ( tori tantang pratik komunikasi) dua jilid,1981.[13]Karya yang berjumlah halaman 1200 halaman ini asumsi Prof. K. Bertens merupakan sebuah teori yang menyeluruh tentag kehidupan social yang pantas disejajarkan dengan karya-karya sosiolog besar barat seperti Max Webber dan Talcott parsons[14]
2. Pemikiraan filosofisnya
Habermas adalah tokoh terakhir dan barangkali terbesar dari Mazhab Frankfrurt. Dalam perjalananya, berkenalan dan berhubungan dengan teori kritis, dalam catatan K. Bertens membagi tiga fase[15]
1.Tahab Pertama: 1960-1970
Dalam periodesasi ini, habermas mengeritik pandangan positisme tentang ilmu pengetahuan dan berusaha kembali menghidupkan Marx dalam mengasah pengetahuan lebih kritis, dan juga habermas masih mengikuti jejak langkah Horkheimer dan adorno. Dalam buku“pengenalan dan kepentingan manusiawi”[16] habermas memperlibatkan bahwa manusia tidak memperoleh pengetahuan baru berdasarkan suatu hubungan netral terhadap kenyataan, tetapi, bahwa dalam konteks ini, selalu menuntun oleh sebuah kepentingan-kepentigan tertentu. Dalam hal ini habermas, membedakan atas tiga hal kepentingan, kepentingan teknis[17], kepentingan pengenalan praksis[18] dan kepentingan emansipatoris[19].
Habermas ingin menunjuhkan bahwa pandanganya ilmu pengetahuan positivis dilatarbelakangi usaha memtlakan kepentingan pengenalan tehnis. Padahal manusia mempunyai kepentingan-kepentingan fundamental yang lain selain pengatahuan tehnis. Analisis kritis mengenai masyarakat yang dijalankan dalam rangka model kepentingan pengenalan, bagi habermas mempunyai kesulitan besar, yakni tidak mampu menyediakan dasar normative yang meyakinkan bagi analisisnya. Dalam konteks ini, tidak mamp memperlihatkan mengapa masyarakat bebas penguasaan lebih baik dari masyarakat tirani dan mengapa kita harus mewujudkan masyarakat macam pertama, serta menolak masyarakat macam kedua.
Ilmu social kritis yang ddasarkan atas kepentingan-kepentingan pengenalan emansipatoris sangat didukung oleh habermas. Walaupun demikian, esensinya masih mengambang, karena di satu pihak ilmu-ilmu social kritis harus sama ilmiah, khalayak ilmu-ilmu alam yang empiris. Namun, disatu sisi ilmu-ilmu social kritis harus mampu berorientasi menyajikan suatu penilaian normative yang berangkat dari titik rasional tentang masalah social dan psikis. Dalam periode pertama ini, habermas belum berhasil melaksanakan usaha dengan meyakinkan.[20]
2. Tahab Kedua: 1970-1981
Dalam periode kedua ini habermas mengembangkan sejumlah pemikiraan penting yang kemudian menjadi ungsur hakiki dalam menciptakan sintesis besar dari karya utamanya tahun 1981. Adapun disini habermas membedakan atas tiga ungsur tersebut.
a) Terori perbuatan-nutur
Dalam konteks pemikiraan habermas terkait dengan keberatanya atas teori positivistic ialah bahwa teori tersebut mengabaikan logika khusus dari proses-proses komuunikatif. Dalam periodesasi ke II ini, habermas memahami secara terperinci menganalisis sturktur praksis komuunikatif, dan khususnya pengandaian-pengandaian normative yang berperan disitu, dengan memanfaatkan filsafat bahasa Angloksakson
Dengan praksis komunikatif habermas mengerti keseluruhan perbuatan manusia yang bertujuan mencapai persetujuan dengan orang lain dalam konteks kemasyarakatan. Terkait dengan pemahaman komunikatif perlu sekiranya membedakan atas praksis instrument (pekerjaan)[21] dan praksis strategi.[22]
Dari pernyataan diiatas kemudian habermas mencoba menganalisis sifat khusus dari praksis komunikatif dengan memanfaatkan teori perbuatan nutur(Speech Acts)dari Jhon Austin dan Jhon Searle. Yang menjadi esensi pemikiran mereka ialah bahwa berbahasa adalah harus dimengerti sebagai melakukan perbuatan-perbuatan yang tertentu, yaitu “perbuatan tutur”. Setiap perbatan-tutur terdiri atas dua bagian, bagian proposisional yang menunjuhkan fakta dan kenyataan tertentu dan bagian performatif, dimana si penutur menjelaskan bagaimana kenyataan itu harus dipahami oleh si pendengar.
Sebagai Contoh dalam kalimat, saya melarang saudara merokok diruangan ini. Bagian prosisional adalah merokok, sedangkan bagian performatif adalah bentuk larangan, selain larangan, bagian performatif itu bias memiliki banyak nuasa lain lagi, seperti menyatakan, saya menyatakan bahwa ada orang merokok, bertanya, berjanji, memerintah dan sebagainya. Suatu perubahan penting yang ditanbah habermas dalam teori perbuatan-tutur tersebut pendapatnya bahwa sifat komunikatif dari perbuatan-tuturnya kepada si pendengar melalui klaim-klaim keshohihan “Validity claims” yang terkandung dalam bagian performatif, yaitu klaim atas kebenaran, ketetapan normatif dan keihklasan[23]
Klaiman harus diterima karena dengan setiap perbuatan-tutur, si pentur bermaksud bahwa kenyataan yang ditunjuhkannya dalam bagian proposisional dari perbuatan-tutur yang sungguh-sungguh ada. Sedangkan bagian performatif dari perbuatan-tutur selalu terkait dengan suatu klaim ketepatan, dan yang terakhir perbuatan-tutur tidak boleh tidak terkait dengan klaim keikhlasan.
Bagi habermas yang terpenting adalah klaim-klaim keshohehan pada prinsipnya, dapat dikritik.[24] Dengan kata lain habermas berpendapat, bahwa praksis komunikatif ditandai oleh suatu structural rasional yang internal. Persetujuan satu sama lain yang dihasilkan melului praksis komunikatif, tidak tertumpu pada paksaan atau manipulasi, melainkan pada penerimaan suka karena klaiman yang selalu munkin dikritik. Dengan kata lain, persetujuan itu berangkat pada keyakinan-keyakinan rasional.
b) Teori Argumentatif
Dalam catatan bertens, bahwa penelitian empiris tidaklah menyajikan akses langsung kepada kenyataan, tetapi, selalu terikat dengan pengandai-andaian teoritis yang tidak munkin diberi pendasaran empiris. Bahkan pengandaian itu disepakati begitu saja. Sesuai dengan perkembangan filsafat habermas mengusulkan untuk menganalisis tentang pernyataan yang benar secara umum dengan menyelediki struktur proses-proses argumentasi.
Menurut habermas, yang dapat disebut benar adalah ucapan-uucapan yang diterima berdasarkan consensus rasional diantara semua pihak bersangkutan[25]apabila syarat-syarat tersebut telah tercapai dan terjadi consensus antara peserta, maka consensus itu dapat dianggap sebagai consensus rasional. Namun, hal ini berangkat dari argument-argumen yang terbaik. Kemudian habermas mencari tentang syarat-syarat komunikatif yang harus dipenuhi, agar argument-argumen terbaik tersebut dapat meyakinkan. Syarat tersebut itu dianalisisnya dalam apa yang disebutnya “situasi percakapan yang ideal” situasi yang tidak terdistorsi sedikitpun ini terwujud, jika:
v Semua peserta mempunyai peluang yang sama untuk memulai suatu diskusi dalam diskusi itu mempunyai peluang yang sama untuk mengemukakan argument-argumen dan mengkritik argument-argumen peserta lain:
v Di antara peserta-peserta tidak ada perbedaan kekuasaan yang dapat menghindari bahwa argumrn-argumen yang munkin relevan sungguh-sungguh diajukan juga: dan akhirnya:
v Semua peserta mengunkapkan pemikiranya dengan ikhlas, sehingga tidak munkin terjadi yang satu memanipulasi yang lain tanpa disadarinya.[26]
Yang menarik dalam teori kosensus mengenai kebenaran ini adalah bahwa dengan demikian dimunkinkan juga consensus normative yang mempunyai dasar rasional. Hal ini disebabkan, tentang ucapan-ucapan mengenai norma, boleh atau tidak boleh, berlaku hal yang sama, kemudian consensus keshahehan dianggap memiliki pendasaran rasional. Kenapa kemudian habermas mengikuti rannah yang seperti ini? Hal ini bagi habermas ketika berangkat kekuasaan argument-argumen terbaik dan tidak didistorsi oleh hubungan-hubungan kekuasaan atau manipulasi terselubung.
Habermas menyimpulkan atas analisis, bahwa dalam structural komunikasi melalui bahsa memunkinkan mengandungcapaian hubungan bebas kekuasaan dan simentris, hal ini dipandang kedua belah pihak kian sedereajat. Bagi habermas komunikasi lewat bahasa secara fundamental bertumpu pada persetujuan suka rela, tidak manipulative dan juga tidak ada pakasaan.[27]
c) Teori Evolusi Sosial
Menurut catatan Prof, Bertens, post perkembangan pemikiran kritis habermas pada tahab kedua ialah membentuk suatu kerangka teoritis tentang evolusi masyarakat dimana ditinggalkan optimism filsafat sejarah unilinier (berbentuk garis lurus) yang menandai tradisi marxisme, tapi tetap dipertahankan paham kemajuan dalam konteks perkembangan masyarakat dan sejarah. Esensi teori evolusi social adalah membedakan antara dua macam proses belajar. Disatu sisi proses-proses belajar tehknis yang membawakan penguasaan alam lebih besar dan meningkatkan produktivitas kerja dan di lain sisi proses-proses belajar komunikatif yang mengahasilkan perbaikan kualitas komunikatif, dari relasi antar sesame manusia. Menurut habermas kedua sisi proses belajar tersebut ditandai dengan logika.
3. Tahab Ketiga: sejak 1981
Terkait dengan Dunia kehidupan ini habermas merumuskan salah satu perubahaan paling penting terhadap analisisnya, dari praksis komunikatif pada tahun 1970-an. Dunia kehidupan meliputi semua pengandaian dan anggapan yang diterima begitu saja, sedangkan dunia kehidupan ini selalu melatar belakangi komunikasi kita dalam maysarakat. Bisa dikatakan bahwa dunia kehidupan itu sendiri bertahan karena praksis komunikatif,[28]
Dewasa ini masyarakat modern, mengalami perubahan diantaranya pertahanan komunikatif dan pertahanan meteriil terpisah. Pertahanan materiil tidak lagi menjadi dalam instansi-instansi yang distabilitaskan melalui jalan komunikatif, tetapi sebagaian besar termasuk wilayah kemasyarakatan yang oleh habermas disebut “Syistem”. System itu sendiri terbagi menjadi dua bagian system politik dan system ekonomi. Dalam kedua bagian tersebut manusia tidak lagi bergaul dengan cara komunikatif, melainkan menghadapi dengan satu sama lain dengan cari strategis.
Setelah menelaah analisis social dalam bab sebelumya, habermas siap merumuskan kritik atas masyarakat dewasa ini. Inti kritik tersebut adalah penjajahan dunia kehidupan. karena di kuasai oleh hubungan-hubungan kapitalis yang menentukan pertahanan materiil dalam masyarakat modern. Sudah sangat jelas bahwa manusia terjajah oleh ekonomi dan politik. Menurut habermas perkembangan ini mengakibatkan kompensasi-kompensasi yang dalam Negara kesejahteraan disajikan kepada penduduk untuk menjalankan pekerjaan yang terasing dan untuk macetnya partisipasi politik yang riil..
Ketika realitas sudah begini? Habermas mencoba menekankan bahwa dengan kompensasi tersebut uang dan kuasa semakin mencekam dunia kehidupan dan mendesak proses-proses komunikatif yang sebetulnya sangat diperlukan.[29] Namun demikian, hal itu pun berarti bahwa dunia kehidupan tanpa ada harapan apa pun diserahkan oleh kekerasaan colonial dari ekonomi dan politik.
Menurut habermas, kita menyaksikan timbulnya gerakan-gerakan social baru, sperti gerakan perempuan, gerakan lingkungan hidup dan gerakan perdamian yang dapat mengerahkan potensi rasional dan praksis komunikatif melawan imprelisasi system. Oleh sebab itu habermas melihat kondisi masyarakat modern sebagai berikut : system itu hampir mahakuasa terhadapat realitas social, namun tidak secara total dan tak terelakan. Karena reaksi dalam sejarah selalu bergerak melawan hubungan-hubungan kekuasan dan kekerasaan yang mengikatnya.
Dalam masyarakat modern dapat memanfaatkan rasionalitas matang dari praksis komunikatif terhadap logika yang berat sebelah dan secara komunikatif tidak peka pada system. Mereke dapat mengajukan norma-norma yang bersifat universal dan tidak mengizinkan diskriminasi dan penindasaan. Karena itu norma-norma tersebut mempunyai dasar yang lebih kukuh daripada kompensasi-kompensasi yang anti komunikasi sebagaimana disajikan oleh system.
Dengan demikian analisis dari struktur praksis komunikasi bagi habermas pada akhirnya menghasilkan visi optimistic tentang masalah-masalah besar diakhir abad ke-20 .
Bukan saja praksis komunikasi saja yang menjadi tema pokok yang ditelaah oleh habermas. Akan tetapi, ia sendiri cukum unggul dalam mempraksiskan dengan pemikir-pemikir lain. Dibandingkan dengan filsuf abad ke-20 lainya, habermas termasuk ahli filsafat yang komunikatif. Dalam mengkomunikasikan pemikiraanya ia sering melewati tapal batas Negara dan bahasa. Ia juga pernah mengajar diprancis dan Negara lain dan paling banyak tentunya dinegara Amerika Serikat. Konon, habermas juga aktif diskusi-diskusi[30] di via internet.
Diskusi yang paling penting berlangsung dengan tokoh-tokoh post modernism. Namun, mereka menuduh habermas masih menganut kepercayaan naïf akan kemampuan rasio dan masih menjalankan proyek Anakronistik dengan berusaha menciptakan teori yang ditandai dengan kesatuan komprehensif[31] suatu puncak perdebatan ini ada dalam buku “Diskursus Filosofis Dari Orang Moderen” 1985. Di situ ia berdialog dengan postmodernisme, teruatama diwakili oleh George Bataille, Michel Foucault, dan Jacques Derrida.
BAB III
SIMPULAN
Jurgen Habermas dilahirkan di Diisseldrof pada tahun 1929 dan dibesarkan di Gummersbach, kota kecil di Diisseldrof. Ketika menginjak usia remaja pada akhir perang dunia II, ia ikut menyadari bersama bangsanya kejahatan yang dilakukan rezim nasional-sosiolis Hilter. Keyakinanya tentang pentingnya demokrasi dalam pemikiran politiknya dikemudian hari, munkin berasal dari pengalaman yang mengejutkan itu
Pokok pemikiraan teori kritis jurgan habermas dapat saya simpulkan dapat di bagi menjadi tiga tahap, tahapan yang pertama akan memusatkan perhatian pada kontinuitas dan diskontinuitas pemikiran-pemikiran habermas dan ungsur-ungsur pendukung disekitar pemikiranya dengan para pendahulunya.
Tahapan kedua, secara umum akan diuraikan hubungan ataupun perbedaan jalan pemikiraan antara marxisme pada umumnya dan habermas adalah salah satu pemikir yang menganut pemikiran-pemikiran Marx. Dan dalam tahapan ketiga dalam pengamatan saya, kita akan memasuki rannah yang teoritis mengenai konsep sentral habermas yang kemudian akan menjadi pembeda antara pemikiraan Marxisme dan Neo-Marxisme pada umumnya, yaitu konsep mengenai prakis.
Memang begitu berat saya pandang, ketika habermas mencoba membuka pintu realitas social, dan dikemudian hal, habermas sendiri mencoba mengkritisi dari pelbagai aspek. Sejauh yang saya pahami terkait dengan pola atau antitesis yang digunakan habermas, mengunakan pelbagai pendekatan-pendekatan. Dan kemudian mengunakan pelbagai teori dan akhir daripada pengembangannya adalah teoritis, praksis dan komunikatif.
Jadi menurut saya teori kritis versi habermas adalah suatu antithesis, seperti halnya, teoritis, praksis, dan komunikatif. Ketiga pisau analisis itulah yang digunakan habermas untuk membaca realitas
DAFTAR PUSTAKA
o Bertens, Filsafat Barat Kontenporer “Inggris-Jerman”, (Jakarta:Gramedia Putaka Utama)2002
o Hardiman, Budi, Francisco, “Kritik Ideologi” Pertautan Pengetahuan dan Kepentingan,(Yogyakarta:Kanisius) 1993
o Bagus, Lorens, Kamus Filsafat, (Jakarta :Gramedia Putaka Utama) 2000
o Mccarthy, Thomas, Teori Kritis Jurgan Habermas, terj. Nurhadi, (Yogyakarta: Kreasi Wacana) 2008
o Habermas,Jurgan, Teori Tindakan Komunikatif I dan II, Terj. Nurhadi, (Yogyakarta: Kreasi Wacana) 2009
[1] Mazhab Frankfurt pada awalnya merupakan bagian dari Universitas Frankfurt yang didirikan pada tahun 1923, oleh Felix J. Weil, anak dari seorang pedagang gandum yang kaya raya, dan sarjana dalam bidang poitik.[K. Bertens, Filsafat Barat Kontempore:r Inggris-Jerman, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2002), 194] Mazhab ini adalah suatu gerakan pemikiran filosofis yang dikembangkan di Universitas tersebut yang dimulai sejak tahun 1930an. Tokoh penting dalam Mazhab Frankfurt disamping ada Theodor W. Adorno yang lain adalah Horkheimer, Marcuse, dan Habermas. Apabila hanya empat orang tersebut yang dimasukkan, maka gerakan tersebut identik dengan gerakan Teori Kritis. Namun ada pula ahli yang memahami mazhab tersebut lebih dari keempat tokoh tersebut, dan memasukkan Wellmer ke dalamnya.[ Raymond Geuss, The Idea of A Critical Theory, Habermas & the Frankfurt School, (Cambridge University Press: Cambridge, 1989) hlm 1]
[2] Max Horkheimer diLahir di Zuffenhausen, dekat kota Stuttgart. Ayahnya adalah pengusaha tekstil yang kaya raya dan Max di harapkan menjadi penggantinya. Tetapi setelah mencari pengalaman di bidang bisnis, baik di Jerman maupun di luar negeri , ia memutuskan akan belajar Filsafat. Ia mengikuti kuliah di universitas Munchen, Freiburg, dan Frankfrut. Untuk pertama kalinya perhatiannya tarik oleh filsafat, ketika ia membaca buku Schopenhauer Aphorismenzur Lebensweisheit (pepatah-pepatah tentang kebijaksanaan hidup). Dan di kemudian hari Schopenhauer tetap akan memainkan peranan penting dalam pemikirannya. Sesudah perang dunia I, ia mulai mempelajari karya-karya Karl Marx. Apa yang terjadi di eropa selama perang (1914-18) dan juga revolusi Rusia (1917)
[3] Theodor W. Adorno, atau disebut juga Theodor Adorno, mempunyai nama lengkap Theodor Adorno Ludwig Wiesengrund. Dia dilahirkan di kota Frankfurt, Jerman pada 11 September 1903, dan meninggal dunia pada 6 Agustus 1969 pada umur 65 tahun. Adorno adalah seorang yangmulti-talented (ahli dalam banyak bidang), disamping terkenal sebagai filsuf, dia juga terkenal sebagai sosiolog, musikolog, dan komponis. http://baick.weebly.com/theodor-adorno-pemikirannya-dalam-dunia-filsafat.html. atau bisa Lihat Lorenz Jager, Adorno: A Political Biography, (Munic: Deutsche Verlags-Anstalt GmbH, 2003)
[4] Penulis adalah Shohibul Kafi, mahasiswa Aqidah Dan Filsafat. Fakultas Ushuluddin, Study Agama dan Pemikiraan Islam. Uin Sunan Kalijaga 2012. Makalah ini dipergunakan untuk mata kuliah Hermeneutik yang diampu oleh Bapak Fahrudinn Faiz. M. Ag
[5] Kerent Bertens “ Filsafat Barat Kontenpore “ Inggris dan jerma” hlm, 236
[6] Op.cit….. hlm, 236
[7] Op.cit….. hlm, 238
[8] Suatu diskusi tentang positivism, op. cit. hlm, 239
[9] Profesor di Universitas Koln, antara lain terkenal bukunya Traktak Uber Vernunft “ulasan tentang rasio kritis” 1968, suatu buku yang dipersembahkan untuk Karl Popper.
[10] Oleh karenanya tentang diskusi ini pernah dikatakan: The Debate Is like hamlet without the prince ( A. Ghiddens ed) Positivisme and sociology. London,1974, hlm, 18. Tetapi jika popper dan albert tidak mau digolongkan dalam positivism, alasan utama, mereka tidak menyetujui positivism dari lingkungan Wina dan nama Positivisme sekarang ini terutama dikelompokan kedalam filsuf itu “arti khusus” namun, jika dalam pemikiraan secara luas, mereka pun tergolong dalam positivism.
[11] Munkin kita akan melihat kembali, beberapa tulisan dalam diskusi ini dikumpulkan dalam buku; Thodor W. Adorno.e.a.. The Positivist dispute in german sociology, New York, 1975, edisi jerman:1969. Untuk mendapatkan kesan sedikit tentang jurang pemisah tidak dapat dijembatani antara kedua belah pihak. Bisa kita melihat perkataan popper, “karena alasan-alasan semacam itulah saya merasa begitu sulit untuk membicarakan problem serius apa saja dengan Profesor Habermas. Saya yakin beliau teramat jujur. Tetapi saya fikir ia tidak tahu mengatakan sesuatu secara sederhana, jelas dan modern dan bukan dengan cara mengesankan saja. Kebanyakan hal yang dikatakan bagi saya tanpaknya sepele saja; dan dalam hal-hal lain saya kira ia keliru. Bisa dilihat di op. cit. hlm, 240
[12] Buku tantang, masalah legitimasi dalam kapitalisme kemudian hari
[13] Dalam bahasa inggris judul buku ini diterjemahkan sebagai the theory of kammunicative Action. Kata jerman handeln berarti “hal berbuat”, melakukan. Diterjemahkan sebagai praksis. Sehingga dipertahankan kesinambungan dengan termenilogi sebelumnya. Biar pun habermas sendiri sudah meninggalkanya, munkin karena dirasakan teramat dekat dengan jargon marxistis. Apalagi dalam bahasa Indonesia mempunyai arti yang lebih luas, yakni hal berbuat pada umumnya. Sedangkan konotasinya marxsisnya dalam bahasa Indonesia belum dirasakan, perspektif Prof. K. Bertans
[14] op.cit hlm, 241
[15] Franz Magnis Suseno, Kritik Ideologi “pertautan pengetahuan dan kepentingan”, hlm.76
[16] op.cit hlm, 243
[17] Kepentingan teknis, misalnya, pengenalan ilmu alam, dan pengalaman social-teknologis, tapi tidak dapat digunakan untuk memecahkan masalah. Tapi tidak berguna untuk melestarikan proses-proses komunikasi atau mengurangi ketidak samaan kuasa
[18] Kepentingan praksis, missal, pengenalan masa lampau yang dicari dalam ilmu sejarah dan pengertian yang diupayakan dalam ilmu-ilmu hermeneutic, tidak dapat memecahkan masalah masalah-masalah teknis tetepi cocok untuk komunikasi, guna untuk melstarikan tradisi dan memperdalam pengertian-diri suatu kebudayaan.
[19] Kepentingan emansipatoris, misalnya, pengertian psikoanalitis dan teori-teori kritis tentang masyarakat, terarah pada emansipasi atau pembebasaan dari keadaan kekuasaan serta ketergantungan dank arena itu, hanya dapat dijalankan dalam konteks proses-proses yang bertujuan meninggkatkan kesadaraan.
[20] op.cit hlm, 244
[21] Praksis instrument, sebagai contoh, menciptakan hubungan paling cepat atau paling ekonomis antara dua kota. Praksis instrument itu terikat dengan hokum-hukum teknis dan pemaikan instrument-instrumen kerja. op.cit hlm, 245.Sebagai kata kunci untuk memahami instrument saya mencoba memberikan devinisi, /instrumén/ n 1 alat yg dipakai untuk me-ngerjakan sesuatu (spt alat yg dipakai oleh pekerja teknik, alat-alat kedokteran, optik, dan kimia); perkakas; 2 sarana penelitian (berupa seperangkat tes dsb) untuk mengumpul-kan data sbg bahan pengolahan; 3 alat-alat musik (spt piano, biola, gitar, suling, trompet); 4 kiorang yg dipakai sbg alat (diperalat) orang lain (pihak lain); 5 dokumen resmi spt akta, surat obligasi;-- navigasi Lay instrumen yg digunakan untuk menentukan posisi kapal di laut
[22] Dalam pemahaman praksis strategi bagi habermas ialah suatu hubungan dengan orang lain, tetapi bukan tercapainya persetujuan dengan mereka , melainkan tercapainya tujuan pribadi, bahkan kalau perlu melawan keinginan orang lain. Dengan kata lain, dalam praksis strategi ialah orang berusaha untuk mempengaruhi keputusan-keputusan orang lain. Dan kemudian habermas membagi lagi terkait dengan praksis Strategi menjadi dua, terbuka, dan tersembunyi. Sebagai contoh yang terbuka, persaingan bisnis antara pelaku-pelaku bisnis dipasaran yang sama. Sedangkan yang tersembunyi, sebagai contoh memeras uang dan membohongi dia. Op.cit…..
[23] Op.cit…..
[24] Artinya si pendengar dapat menolak klaim-klaim kebenaran, ketepatan, dan keikhlasan dari si penutur yang mengajukan klaim-klaimnya sekalipun berbeda. Selama kedua belah pihak tetap mencari pengertian yang tidak beralih kepraksis strategi terbuka maupun tesembunyi. Dan kemudian pernyataan tersebut mampu teruji secara kritis klaim-klaim keshahihanya dari orang lain, dan pandanganya sendiri kalau mau? Di tunjang dengan alasan-alasan yang di anggap tepat.
[25] Suatu konsenssus boleh disebut rasional, jika semua peserta diskusi dapat mengemukakan semua argument yang relevan pada saat ini. Sehingga pengandaian yang berperan dalam diskusi tersebut dapat di kritik juga dan apabila perlu di rekontruksi dan alternative lain dirubah. Jika para peserta mengiginkan. Consensus = persetujuan umum, dengan memilih argumentative yang relevan dan terbaik
[26] Jika sesuai dengan syarat-syarat yang diatas maka terbentuklah consensus tentang consensus. Ucapan-ucapan tertentu beserta pengandaian-pengandaian yang terkandung didalamnya, menurut habermas konsesnsus consensus seperti itu memiliki pendasaran rasional. Jadi ucapak-ucapan betul-betul boleh disebut benar, bila diantara peserta diskusi terdapat consensus menurut syarat-syarat “Situasi percakapan yang ideal” op.cit……..
[27] Dalam konteks analisis ini, yang perlu kita pegang sebagai kata kunci adalah persetujuan. Guna klaim-klaim keshahehan yang dilakukan oleh semua peserta diskusi yang bersangkutan.“selama mereka tidak menempu jalan yang strategis” ketika sifat yang bebas, suka rela, dan tidak ada paksaan dari persetujuan tersebut pada akhirnya terjamin untuk mengatakan “tidak”untuk mengajukan kritik dan pendapat-pendapat yang berbeda. Tetapi,pendapat-pendapat itu pun diajukan dengan argument-ergumen hal ini berarti persetujuan yang berbentuk menurut syarat-syarat simentris komunikatif. Op.cit…hlm 249
[28] Untuk memahami pemikiraan habermas fase ketiga ini, dalam kacamata saya. Habermas mengawali dengan mengunkap realitas dimana capitalism menjadi kata kunci, dan praksis komunikatif tidak lagi dipergunakan, hal ini disebabkan, sosailsm manusia mulai terpetakan antara ekonomi dan politik mengalami jalan sendiri. Hingga praksis komunkikatif lengah, sebab, komunikatif praksis bertumpu pada persetujuan peserta diskusi dengan disertai argument-argumen yang terbaik, dan juga harus mengunakan analisis simentri. Namun, realitas yang dihadapinya saya kira mengalami bertolak belakang? Nah bagaimana kemudia habermas memegang teguh teori praksis komunikatifnya di fase ketiga.
[29] Pelbagai keinginan dan kebutuhan disamakan dengan mengkomsumsi barang-barang material. Dan masalah-masalah hidup sekiatar kelahiran, penyakit, dan kematian. Atau sekitar pengangu ran dan strees, atau sekitar problem perkawinan dan kesulitan psikis, ditanpung dan ditangani oleh instansi-instansi kesejahteraan yang terorganisir secara birokrasi. Dan hal ini juga akan menyebabkan kemunkinan komunikasi atas simentris terhalang secara sistematis….Op.cit… hlm.252
[30] Diantara diskusi-diskusi dimana habermas melibatkan diri sendiri, yang paling banyak menarik perhatian barang kali Positivismusstreit yang sudah disebut sebelumnya. Lantas habermas pun berdiskusi dengan gadamer tentang hubungan antara hermeneutika dan kritik ideology.
[31] Diskusi tentang Jean-Francois Lytourd yang disoroti dalam buku: “Filsafat Barat Kontenporer”, jilid ke-2, Jakarta Gramedia Pustaka Utama,2001, hlm, 356-360. Suatu uraian lebih luas mengenai perdebatan habermas dengan postmodernisme dapat dibaca dalam F; Budi Hardiman, “Menuju Masyarakat Komunikatif”, Yogyakarta, Kanisius, 1993, hlm,177-232.
0 Response to "TEORI KRITIS JURGAN HABERMAS"
Post a Comment